Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Flu burung (avian influenza) layak membikin kita jeri. Penyakit ini lebih ganas dari SARS, sekumpulan sindrom pernapasan akut dan berat, yang melanda kawasan Asia pada 2003. Tingkat kematian SARS 4 persen. Bandingkan dengan flu burung yang tingkat kematiannya mencapai 77 persen untuk kasus di Indonesia.
Tabir yang menyelimuti biang kerok SARS relatif telah tersingkap. Modus penyebarannya antarmanusia telah diketahui. Walhasil, langkah melawan SARS lebih bisa digeber dengan intensif. Untuk flu burung? ”Masih gelap,” kata dr Tjandra Yoga Aditama, ahli paru RS Persahabatan.
Aneka pertanyaan tentang flu burung pun belum beroleh jawaban, antara lain kenapa orang-orang di pasar burung atau peternakan justru tak terinfeksi? Sebaliknya, kenapa mereka yang tak terlalu intensif bergaul dengan unggas malah terinfeksi?
Perwujudan daya rusak virus H5N1 juga misterius. ”Manifestasinya beragam,” kata Tjandra. Ada pasien yang parunya hangus berlubang, pasien lainnya menunjukkan jaringan parut pada paru. Akibatnya, penanganan kian rumit.
Triono Soendoro, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, menyatakan hal serupa. Riset laboratorium menunjukkan, pola susunan DNA (asam deoksiribonukleat) pada virus pada setiap pasien berbeda-beda. Apakah perbedaan itu menunjukkan derajat keganasan sang virus? ”Entahlah, para ahli belum paham betul,” katanya.
Kegelapan, pada banyak hal, memang gampang membuat kita gentar dan risau.
MCH, DW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo