Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis anak di RSUP Persahabatan, M. Ramdhani Yassien, mengatakan HIV pada anak sering tidak menimbulkan gejala khas sehingga kadang dapat mengecoh orang tua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Namanya anak itu biasanya gejalanya tidak khas. Seperti kita ketahui bahwa HIV itu menyerang daya tahan tubuh sehingga bisa terjadi penyakit apa saja dan kita tahu bahwa anak kecil ini memang daya tahan tubuhnya belum terbentuk dengan baik," kata Ramdhani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk itu, gejala yang timbul ketika anak terinfeksi HIV akan bergantung pada sistem tubuh mana yang terserang oleh infeksi penyakit.
"Karena HIV ini tidak sendiri, ada yang nebeng. Virus HIV ibarat yang membawa motor dan ada yang nebeng yaitu penyakit lain. Jadi, gejalanya tergantung siapa yang nebeng," jelasnya. "Kalau yang nebeng misalnya kuman TBC maka dia akan bergejala penyakit TBC, tergantung TBC apa, bisa TBC paru-paru, bisa TBC otak," imbuhnya.
Tanda yang perlu diperhatikan
Sementara itu, anggota Satgas HIV Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dwiyanti Puspitasari, mengatakan ada beberapa tanda bahaya yang tak boleh diabaikan oleh orang tua jika anak terkena HIV.
"Biasanya kalau minum obat teratur, daya tahan tubuhnya lebih baik, istilahnya seperti anak yang lain yang tidak HIV. Tapi kalau sudah mulai bolak-balik sakit misalnya, lidahnya sering putih-putih, demam yang enggak jelas, diare, dan yang lain-lain, itu tanda yang mungkin kita harus hati-hati," kata Dwiyanti.
Tanda bahaya lain adalah sesak napas dan sering batuk, muncul ruam, tiba-tiba lebam, hingga adanya perubahan perilaku. Menurutnya, tanda-tanda tersebut bisa jadi karena adanya infeksi oportunistik yang disebabkan oleh berbagai macam mikroba seperti jamur, bakteri, virus, dan parasit lain. Untuk mencegah hal tersebut, Dwiyanti mengatakan orang tua harus mengawasi anak dengan seksama dan memastikan dia tidak melakukan kontak dengan pasien infeksi menular.
"Karena kalau kena infeksi memang bisa cenderung lebih berat dibandingkan anak-anak lain," ujar Dwiyanti.
Baca juga: 5 Mitos HIV/AIDS yang Perlu Anda Ketahui