Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Istilah badai sitokin menjadi pembicaraan dan judul banyak berita setelah Deddy Corbuzier mengaku terserang badai sitokin ketika terkena Covid-19. Ia bahkan mengaku nyaris tak terselamatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sempat pamit dari publik dan menyatakan undur diri dari podcast dan media sosial, belakangan Deddy Corbuzier muncul kembali di podcast Close The Door dengan pengakuan mengejutkan bahwa ia sakit dan terserang Covid-19. Bahkan ia sempat dalam kondisi yang kritis dan belakangan dikenal dengan nama badai sitokin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu apa itu badai sitokin yang menyeret orang dalam kondisi yang kritis?
Sitokin merupakan protein inflamasi imun dalam tubuh yang berfungsi menangkal infeksi dan menjinakkan sel kanker. Sitokin menjadi berbahaya apabila jumlah yang dihasilkan terlalu banyak atau dikenal sebagai badai sitokin. Dikutip dari laman Krakatau Medika, badai sitokin merupakan terjadinya Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS) yang dipicu oleh faktor seperti virus dan infeksi lain.
Jika virus yang masuk ke tubuh merupakan virus baru dan berpatogen tinggi sehingga tubuh belum memiliki mekanisme antibodi terhadapnya, produksi sitokin menjadi tidak terkendali. Selain infeksi, badai sitokin dapat dipicu oleh alasan lain, seperti sindrom genetik, penyakit autoimun, atau efek samping perawatan medis.
Banyak orang yang mengalami COVID-19 tidak mengalami badai sitokin. Meskipun demikian, ada beberapa orang dengan gen spesifik yang lebih rentan terhadap badai sitokin ini. “Faktor lain selain parahnya COVID-19 dapat berpengaruh pada terjadinya produksi sitokin berlebih,” tulis seorang penulis lepas yang membahas mengenai medis dan kesehatan, Ruth Jessen Hickman, dikutip Tempo dari laman Verywell Health, Kamis, 23 April 2020.
Beberapa penelitian menyebutkan, korelasi antara badai sitokin yang terjadi akibat COVID-19 dengan luka pada paru-paru, kegagalan multiorgan, dan prognosis yang tidak menguntungkan dari kondisi COVID-19 yang parah.
Menurut laman Verywell Health, gejala yang ditunjukkan pasien badai sitokin antara lain:
- Demam
- Kelelahan
- Nyeri otot dan persendian
- Kehilangan nafsu makan
- Mual dan muntah
- Ruam
- Diare
- Tekanan darah rendah
- Pernafasan dan detak jantung yang cepat
- Kejang-kejang
- Kebingungan dan halusinasi
- Kesulitan dalam mengkoordinasi pergerakan tubuh
Jika pasien mengalami gejala yang parah seperti kesulitan dalam bernafas, kondisi ini perlu ditangani. Perawatan yang dapat diberikan berupa pemantauan terhadap tanda-tanda vital, pemasangan ventilator, pemberian cairan secara intravena, hemodialisis, dan manajemen elektrolit. Antibiotik dapat bermanfaat jika infeksi disebabkan oleh bakteri. Saat ini, ilmuwan masih meneliti mengenai penanganan badai sitokin akibat COVID-19.
DINA OKTAFERIA