Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Jualan kotak ajaib

Kotak elektronik sebesar buku saku, self-checker, dapat mendeteksi & menyembuhkan 91 macam penyakit, terutama encok. banyak orang awam membelinya. (ksh)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM 20 menit anda bisa menjadi dokter. Percaya atau tidak. Inilah yang dijanjikan Nissbo Shoji Co. Ltd. Dengan menggunakan self-cbecker buatan perusahaan elektronik dari Jepang itu orang akan dapat menyembuhkan paling sedikit 91 macam penyakit. Peralatannya begitu sederhana hingga dalam waktu kurang dari setengah jam seseorang sudah dapat mempergunakannya untuk mendeteksi penyakit sekaligus menyembuhkannya. Alat yang lebih kecil dari buku-saku ini (10 x 15 cm, tebal 3 cm) sebenarnya sudah sejak setahun lalu beredar di sini. Namun pasarannya nampaknya belum memadai. Sampai sekarang selfchecker yang terjual kurang dari 100 buah. Penyalurnya berpusat di Yogyakarta. Di kota itu self-checker dijual bervariasi: mahasiswa Rp 50.000, dokter Rp 60.000. Tapi di Jakarta harganya seragam Rp 100.000. Titik Tsubo Self-checker terdiri dari sebuah kotak elektronik dan dua untai kabel yang terdiri dari jarum deteksi dan batang pegangan, digerakkan oleh baterai 9 volt. "Pencari-penyembuh penyakit" ini bekerja berdasarkan prinsip akupuntur. Itulah makanya perangkatan alat ini juga termasuk peta titik akupuntur yang disebutkan titik Tsuho. Menarik juga untuk melihat cara kerja alat ini, karena pedoman untuk menemukan sesuatu penyakit justru lewatdaun telinga. Karena itu selain peta titik akupuntur tadi terdapat pula diagram daun telinga lengkap dengan titik-titik pemeriksaan. Untuk mencari penyakit, ujung jarum deteksi ditunjuk-tunjukkan ke sekujur permukaan daun telinga. Kalau sampai pada satu titik kotak ajaib itu mengiang, maka letak titik itu disesuaikan dengan angka dalam diagram daun telinga. Angka ini kemudian menjadi penunjuk dalam mencari titik Tsubo. Kalau daerah titik akupuntur sudah ditemukan, janlm deteksi tadi ditempelkan ke sana. Kotak akan berdering kalau jarum deteksi tadi memang sudah pas menunjuk titik akupuntur. Lantas tempelkan ujung jarum itu seraya menekan tombol yang terdapat di kotak sebanyak 30 kali. "Kalau.jarum yang membawa arus listrik itu tertempel pada titik penyakit, takkan terasa sakit. Tapi kalau bukan pada titik-penyakit, akan terasa bagai sengatan," cerita A. Hamdan Boengsoe, wakil direktur CV Bidi Amien, agen self-checker di Jakarta. Karena peralatan itu dapat dikerjakan sendiri, tak heran di antara pembeli tercatat sekitar 10 orang awam. Artinya bukan dokter, bukan mahasiswa kedokteran, ahli akupuntur pun bulan. Di antara akupunturis yang menggunakan alat tersebut termasuk Ny. Daryatmo, isteri Ketua DPR RI, yang memang terkenal sebagai akupunturis. "Alat ini adalah penentu diagnosa yang tepat sekaligus penyembuhnya," kata Yonathan, koordinator penjualan self-checker dari National Equipment & Engineering Co. Ltd. di Yogyakarta. Dari 91 penyakit yang bisa disembuhkannya antara lain disebutkan tekanan darah tinggi, maag, kencing manis, lever, buta warna, sulit tidur, TBC, botak, biri-biri dan jangan lupa juga impotensi. Macam jamu jago saja. Buang Waktu Apa kata dokter? "Dengan logika biasa saya tidak percaya sebuah alat yang begitu sederhana bisa menyembuhkan begitu banyak penyakit," kata Tse Ching San, kepala bagian akupuntur RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Ia sendiri belum pernah menggunakan alat tersebut. Beberapa orang dokter ternyata ada juga yang mempergunakan seperti Kepala Rumah Sakit Tentara Yogyakarta, dr Andu Sufyan. "Brosur yang dikeluarkan pabrik terlalu muluk-muluk. Untuk beberapa kasus penyakit alat ini tidak bisa membuktikan keampuhannya," kata Andu. Dia juga beranggapan kalau self-checker dipakai secara terusmenerus bisa mengakibatkan terbakarnya bagian badan yang dialiri listrik. Namun ia mengakui untuk encok alat ini sangat menolong, tapi janganlah untuk TBC dan kanker. "Akan membuangbuang tenaga saja!" Ada pula dr Sarodjo dari Bagian Mata RSU Pugeran, Yogyakarta, yang telah membeli alat itu setahun lalu. Menurut ceritanya self-checker itu ia beli hanya sekedar untuk tambahan saja dalam praktek. Ia sendiri sampai sekarang belum bisa memberikan kesimpulan apa-apa. "Demi kepentingan masyarakat saya masih mempelajarinya," kata Sarodjo. Maksudnya mencoba kebenaran diagnosa self-checker itu dengan diagnosa ilmu kedokteran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus