TERNYATA masih ada majalah mingguan berbahasa Jawa yang
bertahan, dan yang cukup panjang usianya. Panjebar Semangat dan
JayaBaya, keduanya teratur terbit di Surabaya. PS, demikian
disebut pembacanya, baru saja memasuki usia 66 tahun. Sementara
JayaBaya melewati tahun ke-34.
Didirikan dr. Soetomo, pendiri Boedi Oetomo, PS kini beroplah
57.000, sebagian besar beredar di daerah pedesaan. Sedang Jaya
Baya, yang beroplah 20.000, sebagian besar dibeli orang kota.
Harga langganan keduanya perbulan cukup murah: PS Rp 500 dan
Jaya Baya Rp 650. Keduanya jarang sekali, bahkan sering tidak
mendapat penghasilan dari sektor iklan.
Selain sulit mendapat iklan, keduanya sukar memperoleh wartawan
dan penulis yang menguasai bahasa Jawa dengan baik. Banyak
memang para pelajar sekolah lanjutan yang mengirim naskah ke
Jaya Baya untuk ruang remaja. Tapi Mohamad Ali, Direktur
merangkap Pemimpin Redaksi P, mengungkapkan pada Kompas bahwa
penguasaan bahasa Jawa di kalangan generasi muda merosot. Karena
ingin juga meraih pembaca berusia muda, katanya lagi, PS
menurunkan mutu bahasanya. Di majalah itu tidak lagi ditemui
bahasa Jawa kromo inggil (tinggi halus), melainkan bahasa Jawa
yang agak populer dikenal. Ada baik dan ada jeleknya. Akibat
jeleknya sudah muncul: semakin banyak bahasa Indonesia, diberi
awalan dan akhiran hahasa Jawa. Bahkan di Jaya Baya banyak
perkataan asing (Inggeris) yang diJawa-kan.
Isi Kebutuhan
Menyelenggarakan penerbitan berbahasa Jawa memang tidak mudah,
terutama mengingat pelajaran bahasa Jawa di Sekolah Dasar Jawa
Tengah dan Timur kini, tidak mendapat perhatian selayaknya.
Banyak diantaranya yang sudah sulit bertahan karena oplah
semakin merosot. Umpamanya suratkabar mingguan di Surakarta:
Dharma Kanda terpaksa muncul separuh saja dalam bahasa Jawa dan
separuh lagi dalam bahasa Indonesia. Dan Dharma Nyata, yang
semula berbahasa Jawa, kini muncul dalam bahasa Indonesia (TEMPO
25 Agustus).
Panjebar Semangat dan Jaya Baya pernah juga melewati masa kritis
seperti yang dialami Dharma Kanda dan Dbarma Nyata. Oplah PS
pernah tinggal 18.000 saja 13 tahun lalu. Jaya Baya hahkan
pernah terbit dengan oplah 6.000 saja. Sesudah majalah mingguan
itu dicetak offset, peredarannya naik dengan mengesankan.
Selain meningkatkan mutu cetak, PS dan Jaya Baya juga
memperbesar rubrik populer, seperti cerita pendek dan cerita
bersambung. Bahkan keduanya juga mempunyai rubrik pertanian dan
peternakan. "Pokoknya kami selalu menyesuaikan isi dengan
kebutuhan masyarakat pedesaan," kata Imam Basuki, anggota
redaksi PS. Pokoknya, asalkan bisa tetap dengan bahasa Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini