Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sekali dan tetap berbahasa jawa

Majalah berbahasa jawa, panyebar semangat dan jaya baya dapat bertahan walau tanpa iklan. bahasa jawa "kromo inggil" diganti dengan jawa populer. perkataan asing juga ada yang dijawa-kan.(md)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERNYATA masih ada majalah mingguan berbahasa Jawa yang bertahan, dan yang cukup panjang usianya. Panjebar Semangat dan JayaBaya, keduanya teratur terbit di Surabaya. PS, demikian disebut pembacanya, baru saja memasuki usia 66 tahun. Sementara JayaBaya melewati tahun ke-34. Didirikan dr. Soetomo, pendiri Boedi Oetomo, PS kini beroplah 57.000, sebagian besar beredar di daerah pedesaan. Sedang Jaya Baya, yang beroplah 20.000, sebagian besar dibeli orang kota. Harga langganan keduanya perbulan cukup murah: PS Rp 500 dan Jaya Baya Rp 650. Keduanya jarang sekali, bahkan sering tidak mendapat penghasilan dari sektor iklan. Selain sulit mendapat iklan, keduanya sukar memperoleh wartawan dan penulis yang menguasai bahasa Jawa dengan baik. Banyak memang para pelajar sekolah lanjutan yang mengirim naskah ke Jaya Baya untuk ruang remaja. Tapi Mohamad Ali, Direktur merangkap Pemimpin Redaksi P, mengungkapkan pada Kompas bahwa penguasaan bahasa Jawa di kalangan generasi muda merosot. Karena ingin juga meraih pembaca berusia muda, katanya lagi, PS menurunkan mutu bahasanya. Di majalah itu tidak lagi ditemui bahasa Jawa kromo inggil (tinggi halus), melainkan bahasa Jawa yang agak populer dikenal. Ada baik dan ada jeleknya. Akibat jeleknya sudah muncul: semakin banyak bahasa Indonesia, diberi awalan dan akhiran hahasa Jawa. Bahkan di Jaya Baya banyak perkataan asing (Inggeris) yang diJawa-kan. Isi Kebutuhan Menyelenggarakan penerbitan berbahasa Jawa memang tidak mudah, terutama mengingat pelajaran bahasa Jawa di Sekolah Dasar Jawa Tengah dan Timur kini, tidak mendapat perhatian selayaknya. Banyak diantaranya yang sudah sulit bertahan karena oplah semakin merosot. Umpamanya suratkabar mingguan di Surakarta: Dharma Kanda terpaksa muncul separuh saja dalam bahasa Jawa dan separuh lagi dalam bahasa Indonesia. Dan Dharma Nyata, yang semula berbahasa Jawa, kini muncul dalam bahasa Indonesia (TEMPO 25 Agustus). Panjebar Semangat dan Jaya Baya pernah juga melewati masa kritis seperti yang dialami Dharma Kanda dan Dbarma Nyata. Oplah PS pernah tinggal 18.000 saja 13 tahun lalu. Jaya Baya hahkan pernah terbit dengan oplah 6.000 saja. Sesudah majalah mingguan itu dicetak offset, peredarannya naik dengan mengesankan. Selain meningkatkan mutu cetak, PS dan Jaya Baya juga memperbesar rubrik populer, seperti cerita pendek dan cerita bersambung. Bahkan keduanya juga mempunyai rubrik pertanian dan peternakan. "Pokoknya kami selalu menyesuaikan isi dengan kebutuhan masyarakat pedesaan," kata Imam Basuki, anggota redaksi PS. Pokoknya, asalkan bisa tetap dengan bahasa Jawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus