PERCAYA atau tidak, hantu kanker bertambah banyak saja. Sekarang, dikabarkan, air yang mengalir dari Perusahaan Air Minum bisa menyebabkan kanker. Daengtata Maladjong, insinyur yang melansir berita itu pekan lalu dan disiarkan secara luas oleh media massa, menyebutkan klor yang terdapat pada air minum itu "dapat menimbulkan kanker pada ginjal dan hati. Klor sebenarnya sudah digunakan sebagai bahan pembersih sejak seabad yang lampau. Di negara maju, misalnya Amerika Serikat, zat kimia itu masih dipakai untuk membersihkan air. Sedangkan Maladjong melemparkan kabar itu dalam rangka upayanya memasarkan alat penjernih air tanpa bahan kimia, Aqua Ultron. Dalam sebuah peragaan Aqua Ultron di depan para wartawan Jakarta, Direktur PT Nusa Indah Sejahtera itu mengetengahkan sebuah guntingan The Miami Herald 14 Oktober 1980. Dari situ dia kutipkan berita yang menyebutkan, berdasarkan penelitian Council on Environmental Quality di AS, ditemukan bahwa air yang dibersihkan dengan cara klorinasi bisa membikin orang kankeran. Penelitian laboratorium menunjukkan, air yang dibersihkan dengan klor akan bereaksi dengan zat organik (zat yang mengandung karbon), membentuk senyawa chloroform atau senyawa trihalometan - dua senyawa yang katanya dapat menimbulkan kanker ginjal dan hati. Bebas dari bahan kimia, Aqua Ultron yang dipromosikannya itu memlllki slstem penjernih dengan menggunakan dua saringan karbon (carbon filter) serta sistem pembersih kuman yang menggunakan ultravioiet. "Alat ini mampu menjernihkan air yang terkotor sekalipun," ucap Daengtata Maladjong, yang pernah belajar 17 tahun di Jepang itu. Pembersih air itu buatan Kihara Industry Corporation dari Jepang. Alat itu dilengkapi generator yang berfungsi mengisap dan mengalirkan air. Dia dapat menjaring unsur-unsur nitrat, bahan organik, besi, dan partikel-partikel keras. Tetapi tidak mempan untuk menjernihkan air yang mengandung krom, merkuri, fosfor, cadmium, dan logam-logam tanah. Alat penjernih dan pembersih kuman yang menggunakan saringan karbon dan ultraviolet sebenarnya bukan barang baru di sini. National sudah memasarkan barang serupa untuk pemakaian di hotel, restoran, perkantoran, dan rumah tangga. Tapi penunaan ultraviolet untuk pembersih air tidak selalu menguntungkan. Paling tidak, inilah yang dialami PT Aqua Golden Mississippi, produsen air bersih dalam botol, yang mulai beroperasi di sini sejak 1974. Ultraviolet akan menimbulkan panas sehingga mineral yang dikandung air cenderung lengket di kaca. Akibatnya, kaca instalasi menjadi tebal oleh timbunan mineral tadi. "Ini menakibatkan proses sterilisasi berikutnya tidak berjalan baik," ujar Willy Sidharta, yang mengepalai laboratorium air minum yang memakai label "bersih, bening, bebas bakteri" itu. Semenjak 1978, menurut Willy, Aqua mengganti ultraviolet dengan ozon (03). Bahan kimia ini dianggap sebagai bahan pembersih mutakhir. Bila bercampur dengan air, dia akan terurai menjadi O2 (oksigen) dan On (nasen). Yang terakhir ini berupa gas aktif yang dapat membunuh berbagai macam kuman. Tetapi pemakaian sistem pembersih ozon ini dalam satu instalasi pembershan yang besar mengandung risiko. Sebab, sebagaimana diutarakan Willy, jika sisa-sisa pembersihan tidak terjaga dengan baik, bisa merusakkan fungsi paru-paru. Tentang klor yang dipakai PAM dan dilansir bisa mengakibatkan kanker, Sri Soewasti Soesanto M.P.H., insinyur yang mengepalai Bagian Ekologipada Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan, punya keterangan yang cukup menarik. "Mungkin saja klor bisa menyebabkan kanker. Tetapi jumlahnya harus banyak. Harus ada bahan oranik, dan lingkungan dengan suhu rendah dan aerobik," katanya. Sedangkan berdasarkan penelitiannya di pipa konsumen yang berjarak jauh dari instalasi PAM, "Kandungan klor hanya sekitar 0,1 ppm. Bahkan ada yang tidak mengandung klor sama sekali," katanya. "Jadi, kekhawatiran akan bahaya timbulnya kanker pada air minum yang mengandung klor kurang beralasan," katanya meyakinkan. Lagi pula, seperti yang diucapkan Ir. Jacob Ruzuar, Kepala Laboratorium Teknik Kesehatan Direktorat Jendcral Cipta Karya Departemen Pekcrjaan Umum, "Hasil penelitian di laboratorium tidak bisa diterapkan di lapangan." Penduduk Indonesia yang kebagian airPAM baru sekitar 10%. Sedangkan yang memprihatinkan Sri Soewasti justru sistem distribusi PAM. Banyak pipa bocor. "Dan tekanan air yang ada dalam pipa banyak yang kurang dari satu atmosfer. Ini memungkinkan masuknya kuman dan unsur-unsur lain yang mencemaskan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini