Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Bukan Burung dalam Sangkar Emas

Ada cara lain memelihara burung: tanpa sangkar. Burung bebas berkeliaran di rumah dan bermain dengan pemilik, seperti kucing dan anjing. Metode ini relatif mudah diterapkan pada burung paruh bengkok hasil penangkaran, bukan perburuan.

6 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Tidak ada sukacita saat Jasmine Tanjung, warga Ciputat, Tangerang Selatan, kedatangan delapan burung pada 2019. Padahal ada murai (Copsychus malabaricus), primadona kicau mania yang harganya saat itu belasan juta rupiah. Lainnya adalah manyar (Ploceus manyar), cockatiel (Nymphicus hollandicus), trucuk (Pycnonotus goiavier), kacer (Copsychus saularis), dan tiga lovebird (Agapornis). Ayah Jasmine menghibahkan hewan-hewan kesayangannya itu karena habis kemalingan murai di rumahnya di Kemayoran, Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jasmine, yang saat itu hidup bersama selusin marmut, gagal paham apa enaknya memelihara burung. Bisa dilihat, tapi tak bisa disentuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cara pandang Jasmine mulai berubah setelah anaknya, yang berusia sekolah dasar, menunjukkannya video-video dari Bird Day di YouTube. Kanal berbahasa Indonesia dengan 150 ribu pelanggan itu berisi panduan memelihara burung tanpa sangkar. "Baru tahu burung bisa dipelihara bebas, enggak pakai kandang," ujar Jasmine, 39 tahun, kepada Tempo, pada akhir pekan lalu.

Sejak itu, hari-hari ibu rumah tangga tersebut dipenuhi agenda bermain dengan burung. Dari memanggil-manggil namanya, menyuapi makan langsung dari tangan, hingga bermain menggunakan lidi. Intinya, mengakrabkan diri dengan peliharaan barunya tersebut.

Enam bulan kemudian, cockatiel—kerap juga disebut falk atau parkit Australiadan lovebird milik Jasmine jinak total. Mereka anteng nangkring di tangan dan bisa diajak bermain di dalam rumah bersama hewan peliharaan lain. Murai dan kawan-kawan tidak sampai bisa dikeluarkan dari sangkar, tapi tak lagi panik atau nyakot saat Jasmine mengganti air dan makanan mereka. Kini, dia tak bisa lepas dari burung-burungnya, yang bertambah menjadi 12 ekor.

Falk/cockatiel/parkit Australia (Nymphicus hollandicus) bermain di luar sangkar. TEMPO/Reza Maulana

Belajar Memelihara Burung tanpa Sangkar dari Internet

Seperti Jasmine, YouTube meningkatkan ilmu para penggemar burung. Kebanyakan kanal dan situs web burung peliharaan menyajikan informasi tentang burung paruh bengkok (Psittaciformes). Ordo burung ini dikenal luas sebagai parrot. Per 2021, sebanyak 50 juta ekor parrot atau setengah dari populasinya merupakan hewan peliharaan.

Joel Indrawan, karyawan swasta, juga memanfaatkan Internet untuk bertukar informasi antar-pemilik burung jinak. Makin banyak dia tahu, makin banyak pula koleksinya. Sejak 10 tahun lalu, rumahnya di Deltamas, Cikarang, Jawa Barat, kian dipenuhi burung. Kini, ada sepasang beo (Gracula), dua pasang cockatiel, sepasang sun conure (Aratinga solstitialis), kakaktua (Cacatua alba), African grey (Psittacus erithacus), dan nuri (Loriini) di sana.

Semua burung paruh bengkok milik Joel—beo tak termasuk—bisa diajak bermain di luar kandang. Kunci untuk menjinakkan burung adalah merawatnya sejak piyik. Saat burung belum bisa makan secara mandiri, pemilik seperti Joel menyuapinya dengan bubur formula. Proses ini membuat burung menganggap pemilik sebagai keluarganya. "Setelah itu, dia akan nurut," kata Joel, 48 tahun.

Semanut-manutnya burung, ada saja saat dia ingin bebas. Burung Joel pernah terbang keluar dan menclok di pohon di luar rumahnya, mengabaikan sang pemilik yang memanggil-manggilnya. Joel pun terpaksa menghabiskan hari dengan menunggu, termasuk makan dan minum, di bawah pohon, sampai burung itu pulang sendiri menjelang gelap.

Falk/cockatiel/parkit Australia (Nymphicus hollandicus) dan parkit lokal (Conuropsis carolinensis) bermain bersama kucing peliharaan. TEMPO/Reza Maulana

Hewan Peliharaan Berumur Panjang

Memelihara burung paruh bengkok merupakan komitmen jangka panjang. Parkit (Melopsittacus undulatus)—spesies terkecil di ordo itu—punya harapan hidup selama lima sampai delapan tahun. Sementara itu, cockatiel bisa menemani pemiliknya hingga 15 tahun.

Seekor nuri kepala hitam (Lorius lory) malah telah menjadi bagian dari keluarga Rachajeng Intan Ericka sejak 1996. Burung yang dipanggil Uri Geviar itu merupakan pemberian kerabat. Saat datang, dia masih piyik dan belum berbulu. "Kami taruh di kardus, dilapisi seprai supaya hangat," kata Rachajeng, 38 tahun.

Setelah nuri itu makin besar, keluarga Rachajeng menempatkannya di dalam kandang, sebagaimana burung lain dipelihara. Namun Uri Geviar memaksa keluar dari sela jeruji dan membuatnya tercekik. Keluarga Rachajeng pun tak sampai hati mengurungnya lagi. "Sejak itu, kami enggak pernah kandangin dia," ujarnya.

Kini, setelah 26 tahun, nuri tersebut terus menghibur keluarga Rachajeng. Satu-satunya hal yang bikin mereka keki adalah tahi dijatuhkan tanpa permisi. Untuk itu, Rachajeng dan anaknya selalu siap dengan pel dan tisu basah.

REZA MAULANA | ANGGI ROPININTA (MAGANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus