Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ketika GERD Menyerang Bayi

Keluhan naiknya asam lambung ke kerongkongan tak hanya dialami orang dewasa, tapi juga bayi. Perlu pemeriksaan lebih teliti.

18 Juli 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HASAN sering merasa cemas akan pertumbuhan anaknya, Ana. Pertumbuhan bocah perempuan yang kini berusia satu setengah tahun itu tertinggal dari teman-teman sepermainannya. "Sama temannya yang lebih muda pun dia tertinggal," kata Hasan—bukan nama sebenarnya—Kamis tiga pekan lalu.

Di usianya yang sekarang, Ana baru bisa berlari dan melafalkan satu-dua kata. Hasan menduga keterlambatan pertumbuhan anaknya lantaran kurangnya asupan nutrisi. Sebab, Ana selalu gumoh setiap kali makan atau minum. Akibatnya, sampai sekarang ia hanya bisa mengkonsumsi susu. Itu pun terpaksa disalurkan melalui slang yang langsung dimasukkan ke perut. "Karena, setiap kali mimik susu, keluar lagi lewat mulut dan hidung," ujar Hasan.

Menurut Hasan, dokter mendiagnosis Ana terkena gastroesophageal reflux disease (GERD), penyakit yang disebabkan oleh naiknya asam lambung ke kerongkongan. Ana mengalami gejala penyakit itu sejak ia berusia enam bulan. Kala itu ia menderita batuk pilek sampai kejang, sehingga dilarikan ke rumah sakit. Tapi obat-obatan untuk mengatasi batuk yang diberikan oleh dokter tak ada yang cocok.

Pulang dari perawatan, masalah justru semakin bertambah. Ana jadi selalu gumoh jika minum susu. Sampai akhirnya Hasan dan istrinya mencoba memeriksakannya ke dokter lain. Dari pemeriksaan endoskopi, dokter spesialis anak konsultan gastroenterologi yang menanganinya menyimpulkan Ana terkena GERD. "Sampai sekarang problem utamanya itu, enggak bisa minum dan makan," tutur Hasan.

GERD adalah penyakit yang umum terjadi di masyarakat, biasanya menjangkiti orang dewasa. Tapi tak tertutup kemungkinan bayi dan anak-anak juga terkena. Kondisi ini disebabkan oleh naiknya asam lambung ke kerongkongan, yang disebut reflux.

Kerongkongan alias esofagus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan mulut dan lambung. Lama-kelamaan asam yang naik ini mengakibatkan luka pada jaringan lunak atau mokusa yang melapisi kerongkongan. "Dinamakan GERD kalau saat dilakukan peneropongan atau endoskopi terlihat ada luka atau kerusakan mukosa," kata dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterologi, Dadang Makmun, Rabu pekan lalu.

Namun, menurut Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini, ada juga GERD yang tak menimbulkan kerusakan pada kerongkongan, yang disebut nonerosive reflux disease (NERD), tapi tetap menimbulkan keluhan. Yang paling khas adalah rasa terbakar pada dada dan naiknya isi lambung sampai ke mulut. Kadang-kadang disertai dengan rasa sakit saat menelan akibat luka yang ditimbulkan.

Efek luka ini juga bisa membuat kerongkongan menyempit karena muncul jaringan parut. Kalau sudah begini, kata Dadang, makanan pun jadi tak bisa masuk ke lambung. "Tiap kali makan dimuntahkan lagi," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia ini.

Menurut Dadang, ada perbedaan penyebab GERD yang terjadi pada orang dewasa dan bayi. GERD pada orang dewasa disebabkan oleh tiga hal, yakni kelainan katup kerongkongan bawah, terganggunya gerakan kerongkongan, dan masalah lambung.

Di kerongkongan terdapat dua lingkaran otot yang terletak di bagian atas dan bawah, yang disebut sphincter. Fungsinya seperti katup atau pintu otomatis bagi kerongkongan. Saat makanan atau minuman masuk ke mulut, katup bagian atas yang menjadi pintu masuk ke kerongkongan akan membuka. Pintu ini akan otomatis menutup setelah makanan atau minuman melewatinya dan masuk ke kerongkongan.

Ketika makanan atau minuman sudah masuk ke kerongkongan, katup bagian bawah yang berada dekat dengan lambung akan membuka dan kembali menutup setelah makanan atau minuman turun ke perut. Dengan begitu, isi perut tak naik lagi ke kerongkongan.

Masalahnya, katup tersebut bisa mengalami kelainan, yang disebut transient lower esophageal sphincter relaxation atau relaksasi katup bagian bawah sehingga membuka sementara. Katup bisa kembali terbuka padahal tak ada makanan yang sedang lewat di kerongkongan. Ini mengakibatkan isi lambung, seperti makanan, asam lambung, dan enzim-enzim yang ada di dalamnya, bisa kembali naik. Jika terlalu sering terjadi atau terlalu banyak asam yang naik dan lama bertahan di kerongkongan, lama-kelamaan bisa menimbulkan keluhan atau luka.

Sedangkan terganggunya gerakan kerongkongan mengakibatkan dorongan terhadap makanan agar turun menjadi lambat. Katup bagian bawah menjadi lebih lama terbuka dan bisa menyebabkan isi lambung kembali naik. Adapun masalah lambung berimbas pada semakin lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan perut. Makin lama lambung berisi, kemungkinan isi lambung naik kembali ke kerongkongan juga makin besar. Terlebih jika makanan yang dikonsumsi banyak memproduksi asam, seperti kopi.

Berbeda dengan orang dewasa yang tak normal, relaksasi katup bagian bawah yang terjadi pada bayi adalah hal yang lumrah. Menurut dokter spesialis anak konsultan gastroenterologi anak, Badriul Hegar Syarif, terbukanya katup sementara pada bayi bukan karena kelainan seperti halnya yang terjadi pada katup orang dewasa yang sudah sempurna.

Pada bayi, relaksasi katup sementara itu terjadi karena saluran cerna yang belum matang lantaran masih dalam pertumbuhan. Beberapa detik setelah makanan melewati kerongkongan dan katup bagian bawah menutup, katup tersebut akan membuka secara otomatis untuk beberapa saat. Lantaran tersingkap, isi lambung pun kembali naik (reflux). Kalau isi lambung terus naik sampai ke mulut dan dikeluarkan, itu disebut regurgitasi atau gumoh.

Gumoh adalah hal yang normal pada bayi. Hasil penelitian di Indonesia, Amerika Serikat, Australia, Jepang, Thailand, dan India menemukan bahwa 60-80 persen bayi berumur 1 bulan mengalami gumoh minimal 1-4 kali sehari. Seiring dengan bertambahnya usia, frekuensi gumoh juga akan berkurang. Pada usia 5-6 bulan, hanya 45 persen bayi masih gumoh. Lalu 3-5 persen masih akan gumoh pada usia 12 bulan. "Jadi gumoh sering terjadi pada bayi di bawah usia 12 bulan," ujar Hegar, Jumat pekan lalu.

Lalu kapan orang tua mesti khawatir terhadap gumoh ini? Menurut Hegar, orang tua mesti waspada jika perkembangan anak terganggu. Asam yang terlalu sering naik ke kerongkongan bisa menyebabkan luka sehingga bayi jadi rewel dan tak mau makan. Ujungnya, asupan gizinya kurang.

Menegakkan diagnosis penyakit GERD pada bayi tak segampang pada orang dewasa. Anak yang sudah besar dan orang dewasa bisa dengan mudah mengatakan keluhan mereka, seperti rasa terbakar pada dada. Maka dokter bisa langsung memberikan obat untuk menekan produksi asam lambung golongan proton pump inhibitor. Selain memberikan obat, dokter biasanya meminta mereka mengubah gaya hidup. Misalnya menurunkan berat badan dan tak mengkonsumsi makanan atau minuman yang meningkatkan produksi asam lambung, seperti kopi dan rokok. Pada bayi, yang tentu belum bisa menyampaikan keluhan, perlu pemeriksaan yang lebih teliti. "Sebab, keluhan rewel dan susah makan juga bisa disebabkan oleh masalah lain," kata Hegar.

Diagnosis bisa ditegakkan dengan melakukan endoskopi untuk melihat kondisi kerongkongan atau mengukur pH metri untuk menghitung jumlah naiknya asam lambung selama 24 jam. Kalau memang terbukti terkena GERD, barulah pengobatan untuk menekan produksi asam lambung diberikan.

Kalau gumoh tak menyebabkan perkembangan terganggu, orang tua tidak perlu panik atau sampai menghentikan ASI untuk diganti dengan susu formula. Hasil penelitian Hegar memperlihatkan bayi yang mendapat susu formula lebih sering mengalami gumoh dibanding mereka yang mendapatkan ASI eksklusif. "Jangan hanya karena bayinya sering gumoh, orang tua mengganti ASI dengan susu formula," tuturnya.

Nur Alfiyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus