LIMA tahun lalu, kuman klamidia (chlamydia trachomatis) belum begitu sering disebut. Kuman penyebab dan penyebar penyakit kelamin ini kalah populer dibandingkan kuman gonokokus, penyebab penyakit kelamin GO. Tapi, sebuah studi di Amerika Serikat menyimpulkan, klamidia kini tercatat sebagai kuman penyebab penyakit kelamin lewat hubungan seks yang paling menonjol. Harian International Herald Tribune, awal Juni lalu, mcngungkapkan bahwa jumlah penderita klamidia di AS setiap tahun berkisar 3 sampai 10 juta orang. Atau sama dengan lima kali jumlah penderita GO. Padahal, klamidia mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar dalam memandulkan korbannya dibandingkan kuman GO. Pada penderita pria, klamidia menyebabkan peradangan kandung kemih dan bisa menjalar ke pelir. Pada wanita, kuman tadi lambat laun dapat merusakkan rahim. Tak hanya itu. Kuman ini juga bisa menular pada bayi dalam kandungan. Dan jika ini terjadi, bayi bisa meninggal dunia ketika lahir, atau membawa bibit penyakit mata atau radang paru -paru. Dan itulah kelebihan klamidia dibandingkan GO. Penyakit ini tak hanya kerasan di bagian kelamin, tapi juga suka 'ngendon di mata, atau paru-paru. Studi di AS itu juga mengungkapkan, dari jumlah kelahiran dua juta pada tahun lalu, sekitar 75.000 bayi yang lahir mengidap kuman klamidia di matanya, dan sekitar 30.000 bayi menyimpan penyakit itu di paru-paru. Uniknya lagi, menurut Julius Schachter, dokter ahli klamidia di Universitas California, kuman ini lebih suka menyerang para remaja putri di bawah dua puluh tahun. Studi itu menyimpulkan, remaja putri 10 kali lebih mudah kejangkitan klamidia daripada wanita setengah baya. Mengapa klamidia pilih kasih belum terungkapkan. Yang lebih repot, ditemukan fakta baru. Yakni, para penderita GO mempunyai kemungkinan menderita klamidia pula. Russel Alexander, dokter spesialis penyakit kelamin di Pusat Pengawasan Penyakit Federal, Negara Bagian Atlanta, misalnya, mengungkapkan bahwa 20%-25% pria penderita GO mengidap pula klamidia. Sedangkan 30%-40% wanita yang terserang GO menyimpan pula klamidia. TAPI itu data-data di AS. Di Indonesia, menurut Prof. Dr. Suria Djuanda, 62, ahli pcnyakit kulit dan kelamin di Jakarta, klamidia sudah pula berjangkit. Tapi belum ada data-data resmi. Sebab, katanya, tersamarnya gejala GO dan klamidia sering menyebabkan diagnosa yang salah. Tapi tak berarti, Indonesia tak menyadari bahaya klamidia. Setahun yang lalu, diamdiam Bagian Mikrobiologi RSCM menyiapkan laboratorium untuk mengembangkan kuman klamidia. "Tapi karena kekurangan satu pipet khusus penyedot klamidia, hingga sampai kini laboratorium itu belum berjalan," kata Djuanda pula. Yang kini boleh dikhawatirkan yakni gejala lebih ringan pada klamidia dibandingkan pada GO. Akan sangat berbahaya bila penderita klamidia didiagnosa sebagai penderita GO tingkat ringan, dan karenanya pengobatan tak akan berhasil. Atau, karena masa tunas kuman klamidia lebih lama, penderita datang ke dokter terlambat, sehingga sedikit menyulitkan pengobatan. Lampu kuning bagi para dokter?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini