ERA antibiotik kini semakin marak, dengan munculnya antibiotik baru produksi Bayer, yang dikenal dengan nama Ciprofloxacin. Di Indonesia, obat ini beredar sejak pertengahan Agustus lalu, setelah mendapatkan izin Ditjen POM dua bulan sebelumnya. Dengan demikian, dalam tahun ini saja paling tidak sudah tiga antibiotik baru dipasarkan di negara kita, yakni Cefadroxil (antibiotik yang sekaligus memperbaiki sistem kekebalan tubuh), Augmentin, dan Ciprofloxacin sendiri. Maka, semakin banyak pilihan untuk mengobati infeksi yang penyebabnya adalah bakteri. Tidak seperti jamur dan virus, misalnya, bakteri memang tergolong mikroorganisme yang mudah dihantam dengan antibiotik. Jangan lupa, bakteri tertentu hanya bisa dibunuh oleh antibiotik tertentu pula. Namun, bakteri juga mudah kebal terhadap antibiotik -- misalnya karena penggunaan yang sembrono. Ketika penisilin ditemukan Alexander Flemming, 60 tahun lalu, agaknya tak ada bakteri yang tidak bisa dibunuhnya. Tapi tak lama kemudian, banyak bakteri yang jadi kebal. Dan repotnya, kekebalan ini diturunkan pada anak cucu bakteri itu. Maka, produsen obat selalu berusaha menemukan antibiotik baru untuk menggantikan antibiotik lama yang telah berkurang daya bunuhnya. Adapun Ciprofloxacin adalah senyawa turunan 4-Quinolone, sejenis antibiotik yang menurut berbagai penelitian mampu memberantas sebagian besar kuman penyebab infeksi saluran napas bagian bawah, termasuk bronkus dan paru. Sebabnya tak lain karena Quinolone bisa melakukan penetrasi yang baik ke dalam jaringan paru. Kerja Ciprofloxacin unik: ia membunuh dengan cara menghambat enzim DNA-girase sang bakteri. Dari berbagai penelitian, Ciprofloxacin yang rada mahal itu -- dijual dengan harga Rp 2.600 per tablet -- terbukti lebih efektif dibanding beberapa antibiotik kelompok sefalosporin, misalnya. Juga, ia sama efektifnya dengan antibiotik amoksisilin, kotrimoksasol, doksisiklin, dan ampisilin. "Tapi dibanding ampisilin, efek samping Ciprofloxacin lebih kecil. Lagi pula, dosisnya lebih mudah ditolerir," kata dr. Bimbing Utomo Kusnan, ahli paru RS dr. Karyadi, Semarang, yang sempat membuat studi pendahuluan pada penderita infeksi saluran napas bawah, dengan menggunakan Ciprofloxacin. Meski penelitian di Semarang itu tak menggunakan kontrol -- sehingga validitasnya kecil -- Kusnan bisa saja benar. Dari banyak penelitian yang sebelumnya dilakukan di Amerika, Eropa, dan Jepang, terbukti bahwa Ciprofloxacin sangat efektif untuk berbagai bakteri, baik yang menyerang saluran napas, saluran cerna, maupun saluran air seni. Obat baru yang pemunculannya membutuhkan dana lebih dari 300 milyar rupiah ini, misalnya, sangat peka terhadap Hemofilus dan Stafilokokus, termasuk pula pada anak cucu Stafilokokus yang kebal penisilin dan kebal metisilin. Selain itu, ia juga peka sekali terhadap Neiseria gonore (penyebab GO), tapi tak mempan untuk membunuh penyebab radang saluran kemih akibat kuman non-GO seperti Klamidia trakomatis. Kusnan, yang menyarankan penelitian lebih lanjut terhadap obat ini di Indonesia, berpendapat bahwa Ciprofloxacin adalah salah satu obat berbentuk tablet yang punya kekuatan seperti obat suntik. Mudah menggunakannya, sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi karena suntikan atau karena perawatan di rumah sakit (infeksi nosokomial). Alhasil, sambutan terhadap obat baru ini hangat pula. Di beberapa temu ilmiah di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, para dokter ikut membahasnya. Dr. Hernomo Kusumobroto, ahli penyakit dalam FK Unair, misalnya, menganggap kehadiran antibiotik baru akan memberi lebih banyak alternatif penyembuhan. "Lagi pula, ia akan sangat peka, sebab kuman penyebab infeksi itu tidak mudah kebal karenanya," kata Hernomo pada Herry Mohammad dari TEMPO. Kendati demikian, tetap disarankan agar tidak buru-buru mengganti antibiotik dengan yang baru, sejauh obat lama masih efektif. Juga, jangan memakainya semau sendiri. "Antibiotik bisa jadi obat yang mujarab kalau digunakan secara tepat dan benar. Tapi ia akan jadi malapetaka bila penggunaannya gegabah," ujar Direktur RS dr. Sutomo Surabaya, dr. Karjadi Wirjoatmodjo. Syafiq Basri, Heddy Lugito, dan Ida Farida
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini