Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Makna Ekspresi Jokowi dalam Pidato Kenegaraan Menurut Pakar

Pakar gestur dan mikro ekspresi ungkapkan ada beberapa emosi yang dirasa Jokowi pada momen pidato kenegaraan. Rasa tak nyaman mendominasi.

17 Agustus 2024 | 13.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato terkait Laporan Kinerja Lembaga-lembaga Negara dan Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT Ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jelang Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-79, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo alias Jokowi memberikan pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR di Gedung MPR/DPR di Jakarta, Jumat 16 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini merupakan kali terakhir presiden ke-7 Indonesia itu memberikan pidato kenegaraan yang menjadi ritual setiap merayakan kemerdekaan negeri zamrud khatulistiwa. Terkadang, sebuah pesan tak melulu terucap dalam kata, sering kali ia tersirat dalam ekspresi, intonasi, hingga gestur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pakar gestur dan mikro ekspresi dari pakar gestur & mikroekspresi dari Paul Ekman Intl, Manchester, Inggris, Monica Kumalasari mengungkapkan, ada beberapa emosi yang dirasa Jokowi pada momen itu. Rasa tidak nyaman mendominasi isi kepala dan hati beliau.

Monica menyebut, pidato Jokowi kali ini merupakan yang tersingkat dibanding tahun-tahun sebelumnya di momen yang sama. Tambah lagi, durasi pidato tersebut "jomplang" dengan durasi pidato yang disampaikan Ketua DPR Puan Maharani dan Ketua MPR Bambang Soesatyo.

“Ini merupakan sesuatu yang di luar kebiasaan beliau, dan juga di luar ekspektasi dari masyarakat karena ini adalah merupakan akhir dari masa jabatan beliau. Dalam konteks komunikasi, sesuatu yang dipercepat itu merupakan indikasi pada hal yang tidak nyaman,” kata dia pada Sabtu Agustus 2024. 

Pengamatan psikolog lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini kemudian diperkuat dengan hasil temuan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), yang menunjukkan rasa tidak nyaman dari ekspresi hingga gestur Jokowi. Emosi tersebut mendominasi hingga lebih dari 90 persen. “Dengan menggunakan bantuan tambahan analisa AI, keluar hasil ukuran beliau merasa uncomfortable (tidak nyaman) itu sebanyak 94,21 persen. Jadi, ini mendukung ketika saya mengatakan ini di luar kebiasaan pidato yang sangat singkat, karena beliau tidak nyaman,” kata Monica.

Hasil analisis kecerdasan buatan tersebut menunjukkan rasa takut dan sedih yang juga menjadi distributor emosi paling banyak dirasakan Jokowi pada penyampaian pidatonya. “Kalau kita lihat dalam distribusi emosi ini, jadi ada rentang waktu, emosi ini hampir muncul setiap saat, bahkan. Emosi rasa takut itu muncul karena ada suatu ancaman. Kita tidak tahu apa yang membuat beliau ini punya rasa takut, namun sedih ini dipahami, karena ini adalah akhir dari 10 tahun masa jabatan beliau,” Monica menambahkan.

Intonasi, nada, dan kata-kata

Selama pidato kenegaraannya, Jokowi hampir tidak menunjukkan tekanan-tekanan emosi, menyampaikanya dengan nada suara yang datar. Hal ini berbanding terbalik dengan pidato kenegaraan pada tahun lalu, yang penuh nuansa emosional, ungkap Monica.

Sebagian besar dari pesan yang disampaikan Jokowi dalam pidato kenegaraan kemarin adalah mengenai keberhasilan ekonomi dan pembangunan. Kata “membangun” acap kali dilontarkannya. “Kata dan diksi yang sering keluar adalah kata membangun, membangun, membangun. Contohnya membangun jalan desa, bandara, bendungan, jalan tol, dan sebagainya. Ini diucapkan berkali-kali, jadi ini adalah pesan yang ingin dibangun, branding yang ingin dibangun adalah, beliau ini bapak pembangunan,” ujar Monica.

Dari pidato yang lebih singkat dari biasanya, Monica menemukan satu topik pembahasan yang kembali dipersingkat saat disampaikan, yakni mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. “Pesan tersebut justru ingin dipercepat, dan tidak banyak informasi yang ingin disampaikan. Padahal, hal itu adalah yang merupakan komplain dan kritik dari masyarakat,” kata dia.

Meski Jokowi menyampaikan pesan dengan intonasi yang datar di hampir keseluruhan pidatonya, lanjut Monica, perubahan intonasi terjadi ketika Jokowi berpesan mengenai presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Intonasi menukik ke atas dan menjadi lebih tegas ini, menurut Monica, menunjukkan maksud kepada Prabowo untuk dapat melanjutkan misi pembangunan yang telah ia lakukan selama 10 tahun terakhir. “Suaranya kemudian menjadi lebih tegas, lebih lebih menukik ke atas. Ini adalah suatu bahasa penegasan. Jadi, keinginan beliau yang ingin digarisbawahi adalah untuk melanjutkan pembangunan beliau,” Monica menambahkan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus