Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Memang Meninggal, Kata Dokter

Bayi a hoat telah membiru ketika dibawa ke dokter sml toruan. tak berubah setelah pertolongan dengan pemijatan dan pernafasan buatan, dibuatkan keterangan kematian, bayi tersebut ternyata masih hidup.(ksh)

21 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSOALAN dr SML Toruan yang lnenuliskan surat kematian untuk seorang pasien bayi yang kemudian ternyata masih hidup (TEMPO 17 Desember 1977), tanggal 2 Jamlari telah sampai ke Departemen Kesehatan. Dalam laporannya kepada Irjen Depkes, Kepala Dinas Kesehatan DKI dr Herman Soesilo mengakui: "Satu-satunya kesalahan yang telah dibuat dr SML Toruan adalah bahwa ia membuat pernyataan tertulis tentang kematian bayi tanpa mengadakan pengecekan kembali 4 jam setelah pemeriksaan pertama. Ini sebenarnya diwajibkan menurut peraturan kesehatan. Tapi kesalahan tersebut diakui oleh dr SML Toruan dan dia sangat menyesal." Menurut Herman Soesilo, SML Toruan pada hakekatnya tidak menyebabkan cedera atau celaka pada bayi tersebut. Begitu pun tidak menimbulkan kerugian kepada orangtuanya. Malahan sebaliknya "kemungkinan besar bayi tersebut telah berhasil hidup kembali oleh karena ihtiar dr SML Toruan dengan cara pernafasan buatan dan massage." Ketika pasien yang bernama A Hoat dan berumur 51 hari itu sampai di poliklinik bagian anak-anak RSCM, para dokter yang memeriksanya memang melihat bekas tangan yang memerah di bagian dada dan belakang pasien. Dalam laporan ke Departemen Kesehatan itu, tak lupa pula Herman menyatakan kepercayaannya "bahwa berita yang dimuat di surat kabar dan majalah TEMPO tidak diprakarsai oleh orangtua bayi. Oleh karena kami yakin mereka sebagai orangtua sudah pasti merasa bersyukur kepada Tuhan. Oleh karena itu dengan sendirinya tidak akan ada niat Harian Kompas yang untuk pertama kali memuat berita itu tanggal 7 Desember tidak punya sponsor untuk menulis dari siapa pun. Kebetulan dua orang wartawannya sedang nongkrong menamatlorganisasi pengobatan di bagian anak RSCM, Jakarta. Mereka bertemu dengan ibu A Hoat dan nasib yang mereka alami tentu saja menarik untuk diberitakan. Dr SL Toruan sendiri sudah dihubungi oleh wartawan tapi sayang sekali dokter itu katanya tak berwenang memberikan keterangan, kecuali peristiwa itu terjadi di praktek pribadinya. Sedangkan kesalahan itu justru berlangsung di Puskesmas FK UKI, Cawang. Dan keadaan ini memang membuat cerita mengenai peristiwa tadi agak kurang berimbang. Seakan-akan dr Toruan berada dalam posisi bersalah dan tak sempat membela. Tak Terdengar Ibu A Hoat sndiri, yang menceritakan nasib anaknya mengatakan bahwa setelah dokter menyatakan anak itu meninggal, ia masih berusaha meminta dokter, secara sendiri maupun dengan bantuan suster, supaya memeriksa anaknya yang masih bernafas. Tapi Toruan menolak untuk melihat sekalipun bayi masih berada di ruangan periksa. Dalam laporannya tanggal 21 Desember kepada Herman Soesilo, Toruan menyanggah cerita si ibu. "Tidak benar kalau kami menolak untuk memeriksa bayi itu kembali. Karena setelah orangtua dan bayinya meninggalkan kamar periksa, kami samasekali tidak mengetahui dan tidak diberi tahu kejadian apa yang terjadi pada bayi tersebut di luar kamar periksa. Sampai pekerjaan kami selesai hari itu." Jalannya peristiwa yang malang tapi menggembirakan itu, menurut Toruan diawali dengan masuknya sepasang suami-isteri yang menggendong bayi masuk ke kamar periksanya. Bayi yang mereka bawa, katanya dalam laporannya, tampak sakit berat. Seluruh tubuh cyanose (biru pucat) dan tak terlihat adanya gerakan pernafasan. Segera dia lakukan cardiac massage (memijat jantung) dan pernafasan buatan. Setelah tindakan ini dikerjakan beberapa lama ia lakukan pula auskultasi (mendengar) jantung. Pijat jantung dan pernafasan buatan dilakukan lebih giat lagi, katanya. Terus-menerus selama beberapa menit. "Akan tetapi usaha-usaha gerakan pernafasan spontan dari bayi tidak terlihat. Denyut jantung pun tetap tidak terdengar. Oleh karena itu saya menganggap bayi sudah meninggal." Laporan tersebut dia buat dengan tanda-tangan saksi suster Ida Sipahutar, petugas administrasi poli Taruli, siswa perawat Lasimin dan mahasiswa co-asisten senior Remy Leimena.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus