PELAKSANAAN Keluarga Berencana (KB) di Indonesia dinilai bersih
mengerem ledakan penduduk. Malahan Dr. Rafael M. Salas, Direktur
Pelaksana UNFPA (badan Pers yang mengurusi kependudukan),
menilai Indonesia adalah contoh yang baik dam haI suksesnya
pelaksanaan KB di Pedesaan.
Buktinya, menurut Salas yang memperoleh gelar doktor kehormatan
dari Universitas Indonesia Sabtu pekan lalu, hasil survei
fertilitas dunia menunjuki, penurunan fertilitas di Bali sampai
30% dan di Jawa 13% dalam 10 tahun terakhir. Karena itu,
tambah Dr. Salas, "dalam tahun-tahun terakhir ini Indonesia
menonjol dibanding negara-negara berkembang lainnya di bidang
kependudukan,"
Mungkin benar begitu. Tapi yang pasti untuk pelaksanaan KB
petugas-petugas telah menyusup ke pelosok-pelosok. Mengetuk
rumah-rumah penduduk, dicela, diusir, setelah terseok-seok
berjalan kaki.
Suparti, 29 tahun, menjadi petugas KB, untuk empat buah desa di
Kecamatan Donorejo, Pacitan, Jawa Timur. Dengan gaji Rp 25 ribu
sebulan, setiap hari ia berjalan kaki menjelajah 6 sama 20 km
untuk mencari akseptor. Tapi setiap kali ia muncul, ibu-ibu
rumahtangga langsung menutup pintu, pura-pura pergi ke kebun.
Ada juga yang mengaku sedang hamil. Dua tahun lamanya ia harus
menghadapi penduduk yang ketakutan disambar KB.
Di tahun 1973, Suparti memergoki lagi seorang ibu yang jauh-jauh
sudah menutupkan pintu rumah. Karena prihatin melihat kemiskinan
wanita itu, sementara anaknya banyak, Suparti tetap mencoba
mengetuk pintunya berulang-ulang. Setelah berhasil, Romium,
pemilik rumah itu, mengaku sedang hamil. Suparti tak percaya.
Melalui lurah, wanita yang sudah beranak empat itu dibawa ke
BKIA. Begitu mau diperiksa bidan, Romium lari pulang, langsung
mengunci kamarnya.
Suparti segera mengejarnya, karena ingin tahu sebab sebenarnya.
Tapi begitu pintu rumah berhasil dibuka, petugas ini ternganga.
Romium yang malang sudah mengikat leher dan tergantung di atas
langit-langit rumah. Pertolongan segera diberikan. Untung masih
belum terlambat. "Lebih baik saya mati timbang ikut KB," kata
Romium kemudian.
Suparti hanya bisa menahan napas. "Kalau ia mati gantung diri,
orang akan bilang saya memaksa," kata Suparti pada TEMPO. Ia
masih tetap tidak mengerti kenapa orang tak suka KB. "Barangkali
karena malu auratnya dilihat -- di sini masih banyak yang
fanatik," katanya lebih lanjut.
Sekitar dua tahun yang lalu, Suparti mengincer Nyonya Kemplung,
berusia 30 tahun, ibu dari tujuh orang anak. Setiap kali
dikunjungi, pintu rumahnya terkatup. Satu ketika Suparti
berhasil memergokinya di kebun. Langsung diajak omong-omong
tentang KB. Tapi istri modin (penghulu desa) itu tetap tidak mau
mundur dari prinsipnya: menolak KB.
Di hadapan lurah, wanita itu bicara lebih keras lagi. "Kalau
pemerintah tidak rela saya punya anak banyak, lebih baik saya
cerai saja," katanya. Lurah tak bisa berbuat lain kecuali
membiarkan warganya itu beranak sebanyak-banyaknya -- sampai ia
sadar sendiri.
Rebutan Ikan
Nyonya Komariah Ismail, petugas KB di kampung pantai Bangkalan,
Madura, punya pengalaman lebih seram. Ketika ia mendatangi
sebuah rumah nelayan yang banyak anak, suaminya muncul dengan
berang. Lelaki yang baru turun dari laut itu menggenggam sebuah
clurit. Tiga orang PLKB (Petugas Lapangan KB) yang mendampingi
Nyonya Komariah gemetar. "Sebagai sesama Madura, saya mencoba
menjinakkan lelaki itu," kata sang nyonya.
Untungnya, sementara Komariah memberikan penjelasan, kelima anak
nelayan itu bertangisan memperebutkan ikan di piring. "Nah kalau
begini kan tak bagus punya anak banyak," kata Komariah
memanfaatkan kejadian itu. Nelayan itu terdiam. Kemudian dengan
lemah-lembut Komariah meneruskan penerangannya. Walhasil,
lelaki itu kemudian meletakkan celuritnya -- dan sampai sekarang
ia membiarkan isrinya ikut KB.
Di tahun-tahun awal KB digalakkan, fasilitas seperti mikroskop,
belum ada di daerah operasi KB. "Selama fasilitas masih belum
ada, saya bekerja ganda untuk KB," kata Nyonya Komariah. "Malam
saya mencari katak, siang mencari akseptor." Kenapa? Sebab
kataklah yang digunakan mengetes air seni akseptor untuk
mengukur keampuhan pil yang dipakai.
Di Desa Kamal, masih di Madura, terjadi sebaliknya. Seorang
nyonya datang sendiri pada Komariah, minta dipasangi IUD. Tentu
saja dengan senang hati dipenuhi. Tapi esoknya, suami wanita itu
muncul membawa celurit mencari Komariah. "Saya waktu itu tak
berani keluar, takut terjadi pertengkaran," kata Komariah.
Seorang bidan kemudian keluar menangani lelaki yang berang di
ruang tunggu Puskesmas itu. "Kalau bapak tak setuju tak apa-apa,
IUD itu bisa dibuka lagi," kata bidan. Lelaki itu segera tenang
kembali. Apalagi setelah benda itu benar-benar disingkirkan.
Daerah Lingkungan Ampel di Surabaya, juga wilayah alot bagi
petugas KB. "Mereka umumnya memang dilarang oleh suaminya," kata
Nyonya Wiwiek Setianingsih yang bertugas di BKIA RS Al-Irsyad.
Setiap kali ia datang, banyak penduduk yang lari, menghindar ke
sawah sambil pura-pura membawa cangkul. Umumnya masyarakat di
sana menyangka praktek KB malahan akan membawa penyakit. Apalagi
pernah ada berita, seorang wanita mati kena kanker rahim, akibat
memasang IUD.
Di Ampel sering diadakan pertemuan di kantor RW untuk penerangan
KB. "Tapi yang disuruh datang malah babunya," kata Suparto,
kepala bagian KB di Kecamatan Semampir.
Dan ada pula yang mengaku, "untuk menenteramkan para perawat
yang manis dan pandai membujuk itu, saya terima saja pil KB,
padahal sampai di rumah saya buang," kata seorang ibu rumah
tangga yang sudah punya anak lima orang.
Di Yogyakarta, Kecamatan Bangunapan, ada seorang petugas KB
bernama Dalipan. Lelaki usia 32 tahun ini menerima honor Rp
22.500 sebulan. Istrinya dengan tiga orang anak, membuka warung
untuk keperluan sehari-hari. Untuk memberi contoh pada
masyarakat yang berhubungan dengan tugasnya, ia melakukan
tindakan yang cukup dahsyat. "Istri saya mandulkan sejak tiga
tahun yang lalu," kata Dalipan. Tapi apa yang terjadi? Tak
seorang pun yang sudi mengikuti jejak istri PLKB ini.
Setiap melakukan tugas, Dalipan selalu melibatkan kepala dukuh.
"Sebab kalau sendirian saya merasa kalah wibawa berada di tengah
calon akseptor," katanya terus-terang. Ia tak menyebut berapa
target akseptornya perbulan, tapi setiap hari ia mengunjungi
rata-rata 25 buah rumah. Kini usahanya lebih banyak membina --
artinya bukan merintis lagi. Karena itu, sebagian tugasnya
sekarang adalah menanyakan apakah persediaan kondom seorang
suami masih ada.
Di Klinik KB Pasar Sentral Ujungpandang, dr. Marie Tunaedi (34
tahun) mengungkapkan, banyak wanita yang ingin masuk KB
dihalangi pihak suami. "Kebanyakan tahan gengsi, dikira masuk
KB tidak mampu membiayai anak-anaknya," ucapnya.
Marie, alumnus UNHAS itu, sering berhadapan dengan keluhan bahwa
benang spiral terlalu panjang, sehingga mengganggu suami. Bahkan
ada suami yang mengancam akan menceraikan istrinya, setelah
memergoki spiral istrinya kepanjangan. Untuk kedamaian
suami-istri itu, segera spiral nakal itu dibenahi.
Pil dinyatakan sebagai favorit di kawasan sana. Sayangnya kurang
aman, karena banyak ibu yang lupa menelannya. "Terutama kalau
suami bepergian ke luar kota, si istri biasanya berhent minum
pil. Baru minum setelah suaminya pulang. Celakanya, sang suami
kadangkala pulang mendadak," kata dokter itu dengan
tersipu-sipu.
Nyonya Rosmini, 35 tahun, di Klinik Puskesmas Kecamatan Wajo
Sulawesi Selatan, tak bosan-bosan membuka kurus soal kondom.
"Kami biasanya pakai jari tangan sebagai contoh" katanya
sambil memegang-megang jari telunjuknya. "Tapi terakhir
biasanya kami ingat ingatkan, ini bukan untuk dipasang di
tangan," sambungnya sambil tersenyun simpul.
Setiap hari Rosmini keluar-masuk kampung, sepanjang 5 km. Karena
sepeda motor sering macet, mereka banyak jalan kaki sambil
menenteng peralatan KB. Dulu sempat mendapat tantangan dari
para dukun yang merasa mata pencahariannya terancam. Tapi
setelah dukun sendiri dilatih dan dikursus, akhirnya partner.
Kesulitan yang biasanya dihadapi hanyalah isu bahwa alat
kontrasepsi bisa nyebabkan kanker. Spiral dikatakan bisa lari
masuk dan menusuk jantung. Kabar bohong itu hanya dapat
dihilangkan setelah berkali-kali diberi penjelasan. Apalagi
kalau dibawakan akseptor yang berhasil, pengalaman-pengalamana
langsung bisa menggalakkan keberanian calon akseptor.
Yang pantas dicatat, Rosmini sendiri belum masuk KB. Anaknya
sudah tiga, tapi dua di antaranya meninggal. Yang masih hidup
kini baru berusia 10 tahun. Dulu, ia memang memasang spiral
tapi kemudian dilepas. Sebab ia masih menginginkan punya
seorang anak lagi.
Disarungi Bu Yayuk
Sementara itu di Bali, yang dinyatan sebagai salah satu daerah
yang sukses melakukan KB, bukannya tak ada sulitan. Gusti Agung
Gde Winanga, 33 tahun, PLKB Desa Angantaka, Bang, mengeluh.
"Pekerjaan ini bukan ringan. Meyakinkan wanita yang sudah tua,
amat sulit, karena mereka masih berpegang pada semboyan lama,
banyak anak banyak rezeki."
Lelaki yang beroperasi di atas sepeda merek "Mister" ini pernah
disemprot orang ibu yang sudah memiliki sembilan orang anak.
"Hah, meski anak saya banyak, apa anak saya pernah minta makan
kepada kamu?" katanya dengan ketus sambil langsung meninggalkan
Winangsa. Petugas ini biasanya tak menjawab. Ia akan pergi ke
rumah wanita yang lain.
Pengalaman para petugas KB memang macam-macam. Kalau tidak
berhadapan dengan ancaman kekerasan, sering diperolok-olok. Sri
Rahayu, 45 tahun, petugas di Klinik KB Komando Resort Militer
Wirabima Pakanbaru, satu ketika berhadapan dengan peserta
ceramah yang semuanya lelaki. Seusai ceramah, ketika
meninggalkan asrama, para anggota batalyon yang diceramahinya
berteriak-teriak, "Awas, disarungi Bu Yayuk!" Kelakar ini
merembet. Ke mana saja ibu yang beranak empat ini pergi, ia
segera diolok-olok.
Di Sumatera Barat, daerah yang juga dinyatakan berhasil
melaksanakan KB, juga banyak olok-olok. Di situ petugas
kebanyakan alumni IAIN -- umurnya mubaligh yang mengkampanyekan
KB sambil berdakwah. M. Nasir Nasun, 30 tahun, salah satunya.
Sarjana Muda lulusan Fakultas Tarbiyah ini terpaksa harus
menahan sabar. Seringkali kalau ia mengeluarkan spiral dari
dalam tasnya untuk didemonstrasikan para ibu yang dihadapinya
cekikikan mirip super mi!" bisik mereka sambil menahan ketawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini