SEBAGAI pegawai baru di Kejaksaan Agung, sambil berputar-putar
ke segenap tingkat di gedung berlantai lima itu, ia sempat
"melapor" ke bagian kepegawaian. Nama Haji Ismail Saleh SH,
lahir di Pati, 7 September 1926, NRP ... NIP ....
Di bagian penyensuran ia sudah memberi amanat, agar petugas
cepat-cepat menyelesaikan tugasnya. Belakangan dikatakannya,
kecepatan sensur sangat penting, menyangkut kepentingan
masyarakat luas. Buku dan barang cetakan lain yang perlu segera
dilarang, katanya, harus cepat diumumkan. Majalah atau koran
asing yang harus segera dibaca masyarakat, juga harus cepat
diloloskan.
Amanat yang lain? "Pembinaan terhadap watak dan integritas moral
penegak hukum adalah lebih tinggi dibanding kemampuan
intelektual," katanya. Citra kejaksaan yang ia inginkan ialah
dapat menyangkal tuduhan selama ini Jaksa adalah oknum yang
patut ditakuti -- lebih menonjol sebagai penuntut dari pada
pembela masyarakat dari ancaman kejahatan.
Sebagai penuntut umum, katanya, pertama-tama jaksa harus dapat
menuntut dirinya sendiri. Supaya jak benar-benar berarti "bijak"
dan sa adalah "rasa" -- bijak dan rasa. "Saya juga menginginkan
jaksa tidak mengkomersialkan pekerjaannya, hukum dan keadilan --
dengan membuat orang yang salah jadi benar atau sebaliknya."
Seperti juga rekan seperguruan PTHM, Mudjono, ia menganggap
penyelesaian perkara menjadi prioritas. Tak disebutkan setinggi
apa perkara-perkara yang numpuk di kanor-kantor kejaksaan.
Perintah pertama kepada para Kepala-Kepala Kejaksaan Tinggi
dari berbagai daerah yang memperkenalkan diri kepadanya juga
tentang penyelesaian perkara.
Pelayanan hukum, katanya, tak boleh ditunda-tunda -- menyangkut
aspek-aspek kemanusiaan yang tak pantas diabaikan. Kondite
pejabat kejaksaan akan diukurnya juga dari keterampilannya
menyelesaikan perkara. Cara ini diharapkan dapat menyambuk
para jaksa.
Sambil menjabat di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal),
sebagai penjabat ketua, bapak dari dua orang putri dan seorang
putra ini, masih tetap sebagai Sekretaris Kabinet (sejak 1978).
Dia seorang yang cepat dalam bekerja, dan di mana ada
ketidak-beresan, Presiden mengirimnya sehagai "Mr. Fix-it"
(tukang bikin beres). Tapi Mayjen ini juga mengecap karir
sebagai oditur, 1962, di Jakarta, sambil kuliah di PTHM. Dalam
bidang "penyidikan" juga pernah. Yaitu ketika menangani krisis
Pertamina. Dan dengan menjadi Jaksa Agung kini, otomatis ia juga
bertugas mengendalikan tim anti penyelundupan, Tim 902, dan
mengetuai Tim Pemberantasan Korupsi (TPK)
Kedua tim tadi akan terus dimanfaatkan. Dan, "saya tidak
mengadakan tim-tim baru." Sedangkan beherapa perbedaan yang
terkadang timbul antara tim-tim yang ada dengan instansi macam
beacukai dan Opstib, tak dinilainya sebagai "benturan".
Pengalaman melakukan pendekatan dengan berbagai pihak, semasa
menjabat Sekretaris Kabinet, tampaknya akan diatasinya, "kalau
ada yang namanya benturan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini