Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Menunggu Meledaknya Bom Di Dada

Lembaga Obat dan Makanan (FDA) di AS melarang penggunaan kantong silikon pada bedah plastik payudara. Karena gel, bahan pengisi kantong silikon, bila menyebar bisa menimbulkan peradangan.

25 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAYUDARA silikon menipu pria. Inilah judul artikel di majalah The Economist pertengahan pekan lalu. Maksudnya jelas. Pria sering terkecoh pada penampilan sebagian wanita. Kelihatannya sintal, tapi sebetulnya ada yang palsu. Namun, jika lembaga obat dan makanan (FDA) di AS, Senin pekan lalu, melarang penggunaan kantong silikon (silicon bag) pada bedah plastik payudara, itu tak ada hubungannya dengan penipuan tadi. "Soalnya, kami tidak yakin silikon aman bagi kesehatan," kata Dr. David A. Kessler, Komisioner FDA, seperti dikutip koran The New York Times, (TNYT) pekan silam. Larangan itu bukan tidak berdasar. Informasi terakhir, seperti dilaporkan majalah Time, gel, yang dulu dipercaya aman, memberi efek samping yang serius. Gel, bahan pengisi kantong silikon itu, memang tak berbahaya selama terbungkus rapi dalam kantong. Kalau kantong berbentuk buah dada itu bocor, gel menyebar ke sekitar jaringan payudara sehingga menimbulkan peradangan. Lebih buruk lagi, gel itu dapat menyebar ke paruparu, hati, dan kelenjar getah bening. Dapat dibayangkan derita sakit yang dialami akibat peradangan itu. Selain itu, gel diketahui dapat menjadi pemicu kerusakan sistem pertahanan tubuh. Akibatnya, muncul beberapa penyakit, seperti scleroderma (kulit menebal dan kaku), rheumatoid artritis (peradangan pada sendi), dan lupus erythematosus (penyakit yang menyebabkan cacat tubuh). Efek samping itu, menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dapat terjadi dalam jangka pendek atau panjang. Bahkan, ada yang baru ditemukan setelah menggunakan kantong silikon 21 tahun. Temuan baru itu bagaikan bom waktu, yang menunggu meledak. Pekan-pekan ini, efek negatif silikon gencar disiarkan media di AS, Kanada, dan Eropa. Sheila Swanson, 49 tahun, yang tiga tahun silam menjalani implantasi payudara setelah kedua payudaranya diangkat karena kanker (mastektomi), mengaku panik mendengar kabar itu. "Saya sangat ketakutan dan jadi emosional. Bagaimana mungkin saya harus menjalani pembedahan lagi," ujarnya dengan bibir gemetar. Begitu juga seorang pasien Dr. Richard Warren. Wanita itu, seperti dikutip koran The Vancouver Sun, Kanada, setelah menonton tayangan korban silikon di televisi, menjadi panik. Seraya menangis, ia minta agar dokter mengangkat silicon bag, yang ditanam tiga tahun lalu. Warren berhasil menenangkannya karena risiko pengangkatan jauh lebih besar daripada membiarkan tetap di dalam. Itu pun dengan syarat jika tidak ada keluhan. Ketakutan Sheila, mungkin, mewakili ketakutan dua juta wanita lain di AS, yang sejak 1960-an telah merelakan dadanya disusupi silikon. Dari jumlah tadi, 80% minta dioperasi untuk memperbesar payudara dan yang 20% dengan alasan rekonstruksi karena mastektomi. Bedah plastik populer sejak 1967. Ketika itu penari striptis AS, Carol Doda, membuka rahasia kemontokannya. Itu, katanya, berkat jasa 20 suntikan silikon. Kini, jika keluhan muncul, itu pulalah harga kecantikan. Beberapa tahun terakhir ini, FDA semakin gencar dikritik, diprotes, bahkan dituntut. Lembaga, yang berwenang memberi izin pengedaran obat dan keputusannya jadi anutan di dunia ini, dianggap tidak tanggap pada keluhan para konsumen dan lamban mereevaluasi. Padahal, sejak 1985 ada 2.000 keluhan yang dilayangkan. FDA dituduh sengaja tutup mata setelah ditekan pihak produsen dan ahli bedah plastik karena implantasi itu menyangkut bisnis jutaan dolar. Sementara itu, perkara silikon makin meruapruap. Bahkan, menjadi debat seru di tingkat Pemerintahan Federal (TEMPO, 4 Januari 1992). Apalagi setelah seorang wanita berhasil memenangkan tuntutan US$ 7,34 juta dari Dow Corning Wright, produsen silicon bag terbesar di AS Desember tahun silam. Dosa silikon pun makin jelas menyusul. Tuntutan serupa kini antri di pengadilan. Menurut TNYT, mestinya pencegahan dapat dilakukan sejak dini. Pada 1988, Dow Corning Wright pernah mengadakan uji coba efek polyurethane, bahan pelapis untuk melindungi kantong silikon dari goresan, pada tikus. Hasilnya, polyurethane terbukti menyebabkan kanker. Tapi, perusahaan itu baru April tahun silam menarik produknya dari pasaran. Tindakan ini juga diikuti perusahaan serupa, Bristol Myers. Kini, tampaknya FDA tak punya pilihan. Tindakan harus segera diambil untuk mencegah korban jatuh lebih banyak. Apalagi peminat implantasi payudara, yang umumnya kalangan selebritis itu, terus meningkat. Di AS saat ini ada 15.000 ahli bedah plastik. Dan selain Dow Corning tadi, masih ada tiga produsen silicon bag yang juga berskala besar. Ini artinya, implantasi bukanlah perkara sulit. Selama satu setengah bulan ini, kata Kessler, FDA akan mengumpulkan informasi tentang efek silikon dari para ahli, untuk menentukan tindakan selanjutnya. Selama penyelidikan itulah baik dokter maupun produsen diminta menghentikan penggunaan dan pasokan silikon. Sampai cara aman penggunaannya ditemukan. "Dari data sebelumnya, silikon aman sebagai bahan implantasi. Namun, jika kini menunjukkan lain, kami tentu akan menghentikan penggunaannya," kata Dr. Norman Cole, presiden American Society for Plastic and Reconstructive Surgery, tentang anjuran itu. Langkah itu segera diikuti para dokter di Spanyol, Kanada, Inggris dan Prancis. Bagaimana keadaan di Indonesia? "Kami masih menunggu pemberitahuan resmi dari FDA," kata Bisono, dokter ahli bedah plastik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Di sini, katanya, juga beredar produk dari Dow Corning Wright. Tapi, ia lebih banyak menggunakan produk Jepang karena dengan kualitas sama dengan Dow, harganya lebih murah. Departemen Kesehatan sendiri, menurut Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, Slamet Soesilo, tidak mengizinkan penggunaan silicon bag. "Diduga, silikon yang digunakan di Indonesia adalah tentengan dari luar negeri," katanya. Apa komentar produsen? "Kami kecewa dan tak sependapat dengan pernyataan FDA," kata Robert T. Rylee, salah satu direktur Dow Corning Wright. Menurut Rylee, seharusnya sebuah pernyataan bukan muncul dari isu dan tekanan dari masyarakat, melainkan dari sebuah pembuktian ilmiah. Sampai sekarang memang belum ada yang melakukan uji klinis -- uji laboratorium pada manusia. Uji klinis itu seharusnya menjadi tanggung jawab produsen. Sudah atau belum uji klinis dilakukan, sejak Selasa pekan lalu, Dow Corning Wright telah menghentikan produksinya. Berarti, perusahaan ini menyisihkan US$ 25 juta untuk membayar karyawannya, yang kehilangan pekerjaanya. Sri Pudyastuti R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus