BUAH-buahan dan sayuran tetap menjadi primadona sebagai bahan makanan untuk memerangi kolesterol. Dokter Ishwarlal Jialal, pada pertemuan ahli jantung di Amerika Serikat, belum lama ini menyimpulkan, vitamin C, E, dan beta karoten (pro vitamin A) bisa menghambat serangan kolesterol. Vitamin yang banyak bersembunyi dalam makanan alami seperti di sayuran dan buah-buahan itu sangat efektif mengusir penyebab penyakit jantung koroner tersebut. "Vitamin C yang paling efektif. Namun, vitamin E dan beta karoten juga efektif," kata Jialal seperti dikutip kantor berita Reuters, Rabu pekan lalu. Penebalan dan pengerasan dinding arteri yang merupakan salah satu faktor utama dalam kematian karena penyakit jantung, tampaknya nyaris berhenti pada pasien yang meningkatkan konsumsi vitamin C, vitamin E, dan beta karoten. "Hasil kajian ini menunjukkan, lebih banyak mengkonsumsi vitamin ternyata lebih baik," kata ahli jantung dari Pusat Kesehatan Universitas Texas, Dallas, Amerika Serikat, itu. Vitamin tersebut dapat memperlambat kerusakan dinding arteri yang disebabkan oleh kolesterol. Tampaknya, tidak ada efek samping memakan vitamin pada tingkat yang wajar. Namun, ia belum berani menganjurkan para dokter untuk memulai meresepkan vitamin, sebelum diadakan penelitian lebih lanjut. " Apa yang saya katakan adalah hasil pendahuluan yang menunjukkan kami harus melanjutkan dengan uji coba klinis pada skala penuh," katanya. Dalam garis besarnya, ada dua bentuk kolesterol. Kolesterol yang berkerapatan rendah (Low Density Lipoprotein, atau LDL) dan kolesterol kerapatan tinggi (High Density Lipoprotein, atau HDL). LDL adalah kolesterol yang "jahat". Bila kadarnya meningkat, timbullah penimbunan yang meningkatkan risiko arterosklerosis. Sebaliknya, HDL adalah kolesterol "baik" yang berperan menggaruk penimbunan lemak pada pembuluh darah dan jantung. Sehingga peningkatan HDL dengan sendirinya mengurangi risiko arterosklerosis. Bentuk kolesterol LDL inilah yang ditemukan pada dinding arteri orang dengan penyakit koroner yang lanjut. Pengerasan arteri bisa diperlambat bila oksidasi LDL diperlambat. Dan itu bisa dilakukan dengan makan vitamin. Untuk itu, tiga bulan Jialal melakukan penelitian pada 24 orang. Pada 12 orang tiap hari diberikan 800 unit vitamin E. Sedangkan 12 orang lainnya mendapat placebo. "Mereka yang mendapatkan vitamin E memperlihatkan penurunan tingkat oksidasi LDL secara berarti," katanya. Dokter Kisyanto, ahli jantung di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, sepakat dengan hasil penelitian sejawatnya itu. Sebab, katanya, vitamin C, E, dan beta karoten selama ini dikenal sebagai kelompok zat antioksidan. Dengan demikian, oksidasi LDL dapat dijinakkan dengan vitamin itu, sehingga penembalan pembuluh darah oleh kolesterol "jahat" itu dapat dicegah. Selama untuk menggaruk LDL memang bisa dilakukan dengan Obat-obatan. Namun, kata Kisyanto, kalau pasiennya belum parah, obat itu sebaiknya tidak digunakan. Sebab, obat anti kolesterol biasanya dapat menyebabkan rasa mual dan gangguan pada lambung. Untuk itu, upaya menurunkan LDL biasanya dengan olahraga teratur dan tidak mengumbar makanan berlemak. Lain lagi dengan hasil penelitian Eric Rimm, salah seorang tim riset dari Sekolah Kesehatan Masyarakat di Universitas Harvard, Boston, AS. Tim ini selama dua tahun telah memeriksa 50 ribu orang berusia 55-60 tahun, yang biasa minum minuman beralkohol. Hasilnya: bagi yang biasa minum minuman beralkohol misalnya, minum bir sekitar 500 cc per hari, kemungkinan terkena serangan jantung bisa turun 25%. "Penelitian itu bagi yang sudah menjadi pecandu alkohol, bagi yang belum pernah jangan turuti penelitian kami," kata Rimm mengingatkan. Hasil penelitian tersebut dibenarkan ahli jantung dari RS Hasan Sadikin Bandung, Ernijati Sjukrudin. Sebab, konsumsi alkohol dalam jumlah sedang, yaitu kurang dari 31 gram ethanol per hari, dapat mengecilkan partikel LDL sehingga mengerem penebalan pembuluh darah. Namun harus hati-hati, sebab minum minuman beralkohol membawa risiko besar. Apalagi kalau si peminum sampai teler, biasanya akan mengakibatkan stroke, jantung, tekanan darah tinggi, dan merusak lever. Oleh karena itu, kata Ernijati, lebih baik jangan minum alkohol. Apalagi penelitian Eric Rimm itu dilakukan di negara yang kondisi lingkungannya berbeda dengan di Indonesia. Gatot Triyanto, Ida Farida, Toeti Kakiailatu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini