Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Nyut-nyut bisa berbahaya

Ikatan dokter ahli saraf indonesia cabang semarang mengadakan simposium tentang nyeri kepala. keluhan yang banyak dihadapi dalam praktek dokter dan penyebabnya sukar ditentukan.

25 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YUT . . . nyut . . . nyut. Dengan ekspresi meringis, Bagio tampak menahan sakit, sambil memegangi kepalanya. Setelah makan obat, kepala tegak dan wajahnya seketika cerah. Adegan pelawak S. Bagio dalam sebuah iklan ini menggambarkan, nyeri kepala itu sebagai keluhan biasa, yang cukup ditanggulangi dengan obat antinyeri. Padahal, dalam prakteknya, seorang dokter tidak selalu mudah menentukan jenis dan penyebabnya. Malah sering, nyeri kepala pada anak-anak dicurigai sebagai alasan untuk tidak masuk sekolah, atau untuk menarik perhatian orangtuanya. Lalu dibiarkan, tak mendapat perhatian serius. Ini berbahaya. Sebab, nyeri kepala pada anak-anak dapat merupakan petunjuk dini adanya tumor otak, meningistis tuberkulosa, atau penyakit darah leukemia. Permasalahan yang menyangkut seluk-beluk nyeri kepala ini Sabtu pekan lalu didiskusikan oleh Ikatan Dokter Ahli Saraf Indonesia (IDASI) cabang Semarang. Simposium sehari itu dihadiri sekitar 400 dokter, dengan menyajikan 20 makalah. Nyeri kepala atau sakit kepala merupakan keluhan yang banyak dihadapi dalam praktek dokter. Sialnya, menurut Prof. Mahar Mardjono, penyakit ini tidak dapat dinilai secara obyektif oleh seorang dokter. Dalam makalahnya, guru besar neurologi FK UI ini menyebutkan, sifat dan intensitas nyeri selain ditentukan faktor penyebab tertentu, juga dipengaruhi oleh kepribadian penderita, dan faktor-faktor psikologis. Pada umumnya, rasa nyeri kepala timbul karena rangsangan pada selaput otak dan pembuluh-pembuluh darah di dasar tengkorak. Rangsangan itu timbul akibat dilatas. pembuluh-pembuluh darah intrakranium atau distensi arteri-arteri ekstrakranium. "Tekanan langsung pada saraf-saraf otak yang mengandung serabut-serabut rasa nyeri juga dapat menimbulkan nyeri," begitu tertulis dalam makalah Mahar. Penyakit yang membuat pusing penderitanya ini sering timbul ketika batuk, bersin, atau penderita mengeluarkan tenaga fisik. Juga karena keadaan toksis, seperti akibat infeksi, minuman keras, dan keracunan CO. Biasanya diikuti dengan gejala muntah-muntah -- jika sudah mencapai tahap kronis. Karena sifatnya yang bervariasi dan dapat timbul karena berbagai keadaan ini, tak heran jika nyeri kepala menimbulkan masalah dalam diagnosis dan penanggulangannya. Ini kesan yang diperoleh Dokter Sudomo. "Karena itu, tiap kasus nyeri kepala harus ditangani serius," ujarnya. Membuat diagnosa, diakui oleh Dokter Nuryanto, tidak mudah. "Tapi, kalau dokter mampu mengadakan anamnesis lengkap, serta memeriksa fisik dengan baik, akan didapat gambaran yang jelas," katanya di sela-sela simposium. Pada umumnya, nyeri kepala adalah jenis penyakit yang berproses lambat. Pengenalan terhadap keluhan pasien, menurut Prof. Sri Djokomuljanto, sangat penting. "Meskipun sebagian besar tidak mempunyai dasar organik, sebagian mempunyai potensi yang membahayakan dan merupakan tanda satu penyakit dasar tertentu," ujar guru besar penyakit dalam dari FK Undip itu. Di Unit Rawat Jalan Bagian Penyakit Saraf RS Dr. Kariadi Semarang, selama setahun, 1986, diadakan penelitian tentang nyeri kepala. Hasilnya, dari 5.955 pasien yang diperiksa, terdapat 1.502 atau 25% penderita dengan keluhan nyeri kepala. Dari jumlah itu, 15% adalah wanita dan selebihnya lelaki. Kesimpulannya, wanita punya kecenderungan terkena nyeri kepala lebih tinggi, dibanding lelaki. Terutama pada wanita usia 21-30 tahun. "Pada usia itu, waktunya mereka memasuki rumah tangga baru, sehingga banyak mengalami stress," kata Dokter Rony Yoesianto, staf bagian Laboratorium Neurologi, FK Undip, Semarang. Pengobatan nyeri kepala tak mudah. Sering, seorang pasien berpindah-pindah dokter untuk mencari tempat yang cocok, tapi tetap tak tertolong. Bahkan, Sudomo Hadinoto memperkirakan, di Jawa Tengah saja terdapat sekitar 4 juta penderita. G.T. Laporan Bandelan Amarudin (Biro Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus