Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tak jarang orang yang suka marah-marah dikaitkan dengan penderita hipertensi atau tekanan darah tinggi. Namun benarkah demikian? Dokter spesialis saraf Amanda Tiksnadi tidak menyetujuinya. Ia menjelaskan bahwa hal tersebut hanya mitos belaka. “Itu kepercayaan masyarakat yang salah,” katanya dalam acara Media Gathering di Jakarta pada Kamis, 20 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amanda menjelaskan bahwa memang, orang yang suka marah-marah akan meningkatkan adrenalin. Adrenalin tersebut menyebabkan pembuluh darah mengecil sehingga tekanan darah meningkat. Meski begitu, fenomena ini tak berbeda dengan aktivitas naik dan turun tangga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Panitia 14th Scientific Meeting Indonesian Society of Hypertension itu, ketika seseorang melakukan aktivitas yang meningkat, memang akan meningkatkan tekanan darah. Namun, bukan berarti hal-hal tersebut bisa menyebabkan hipertensi. Sebab ada perbedaan waktu dari lama lonjakan tekanan darah itu dialami. “Kalau aktivitas meningkat, tekanan darah tinggi terjadi selama beberapa saat dan fluktuatif. Sedangkan hipertensi itu tekanan darah tingginya terus-terusan dan sulit turun,” katanya.
Walau begitu, Amanda tetap mengingatkan agar masyarakat tidak marah atau berolahraga berlebih. Sebab peningkatan pada tekanan darah yang berkelanjutan bisa memicu pecahnya pembuluh darah. “Pada akhirnya menyebabkan hipertensi juga,” katanya.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA