Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasien Ruang Bougenville kamar 11, Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, punya cerita panjang dan berliku. Dede, nama si pasien, pernah jadi buruh tani, pengemis, ikut pertunjukan orang-orang aneh, dan menjadi ”bintang” di My Shocking Story, sebuah serial dokumenter di Discovery Channel. Laki-laki 37 tahun yang hanya lulusan sekolah dasar itu juga diceraikan istrinya.
Semua itu terjadi karena dua hal: kutil dan kemiskinan. Banyak sekali kutil di tubuh kerempeng Dede. Terutama pada kedua tangan dan kakinya, sudah terbebat sulur-sulur cokelat kehitaman mirip akar pohon. Bagian wajah dan tubuh juga hampir rata ditumbuhi pentul-pentul kehitaman. Dede takut bila kutil-kutil itu ”memakan” habis wajahnya.
Dede adalah penduduk Kampung Bunder, Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Cihampelas, sekitar 40 kilometer ke barat Kota Bandung. Rumahnya sangat sederhana, terbuat dari tembok dan kayu, namun bersih. Pohon pete, pepaya, dan kelapa tumbuh di halaman.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Dede dibantu orang tuanya. Menurut cerita beberapa orang yang hidup di sekitar Dede, sehari-hari, laki-laki berambut gondrong itu hanya duduk di amben kayu di teras rumah, merokok, makan, tidur dan buang hajat. ”Kadang dia mengeluhkan bagian tubuh yang ditumbuhi kutil. Katanya, terasa panas dan berat,” cerita Caca, pemuda 26 tahun, tetangga Dede.
Kedua tangan Dede memang sudah tidak dapat berfungsi. Untuk makan, dia harus disuapi. Mandi juga dimandikan. Tidak mungkin Dede bekerja seperti umumnya orang lain. Yang paling mungkin, Dede mencari nafkah dengan cara menarik rasa iba orang. Untuk itu Dede mengemis di halaman Masjid Agung, Bandung.
Di ”tempat kerja” Dede itulah Hanny Purwanto, pemilik Hanny Enterprise, perusahaan event organizer bertemu Dede. Itu terjadi beberapa tahun silam. ”Saat itu, kutilnya belum sebanyak sekarang,” kata Hanny.
Kemudian Hanny punya ide membuat acara tentang orang-orang unik. Karena sudah tidak ditemukan di halaman masjid, Hanny dan timnya mendatangi rumah Dede di kampung Bunder. ”Mau nggak ikut saya? Nanti saya kasih uang,” demikian tawaran Hanny kepada Dede, sekitar akhir 2006. Menurut Hanny, Dede menyatakan bersedia. ”Daripada ndak pernah pergi ke mana-mana,” kata Hanny menirukan jawaban Dede.
Pada awal 2007, Dede dan beberapa orang unik lainnya, seperti manusia bersisik dan manusia raksasa, mengadakan pertunjukan dengan menyewa sebuah tempat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Dedelah yang dijadikan maskot. Pamflet promosi disebarkan ke mana-mana. Tiket masuk Rp 10 ribu, sedang bila ingin dipotret bersama Dede tarifnya Rp 50 ribu. Menurut Hanny, selama 10 hari pertunjukan di TMII, penonton yang datang banyak sekali.
Sayangnya, pertunjukan di TMII rugi. Walau begitu, Dede, menurut Hanny, tetap memperoleh Rp 1 juta, ditambah tips yang langsung diberikan kepada Dede oleh penonton. Sedangkan dari pertunjukan serupa di Bandung, Dede mendapat uang Rp 1,5 juta.
Sebuah kebetulan kadang memang bisa mengubah nasib seseorang. Foto Dede terpampang di majalah Bizarre edisi Maret 2007, majalah dari Inggris yang berisi ficer dan berita aneh dari seluruh dunia. Kebetulan salah seorang produser dari Fox Television Studios, rumah produksi yang membuat serial My Shocking Story di Discovery Channel melihatnya. Orang tersebut kemudian menelepon Kresna Astraatmadja, wartawan di Jakarta yang biasa menjadi penghubung (fixer) dengan media luar negeri, pada April 2007. Kresna diminta mengecek apakah foto di Bizarre itu benar atau rekayasa. Kresna pun sempat bertemu Dede.
Akhirnya, Dede diputuskan masuk sebagai satu dari 13 seri My Shocking Story. Selain tentang ”Manusia Pohon”, ada juga tentang seseorang yang wajahnya ”dimakan” tumor, ibu yang super-pendek, dan lain-lain. Karena serial ini memuat kasus-kasus ekstrem kedokteran, maka pihak Discovery juga mencarikan dokter yang ahli dalam bidangnya. Nah, dokter yang menangani Dede dan ikut dalam pembuatan film dokumenter itu adalah Dr. Anthony Gaspari dari Universitas Maryland, Amerika Serikat. Gaspari adalah ahli penyakit-penyakit kulit yang aneh.
Gaspari yang empat hari bergaul dengan Dede telah mengambil sampel darah, jaringan kulit, dan segala hal yang dibutuhkan untuk pemeriksaan medis untuk penyembuhan Dede (lihat boks: Bukan Kutil Biasa). Gaspari pun siap mengobati Dede bila dia bisa dibawa ke AS. Dia juga sudah menyerahkan hasil pemeriksaan terhadap Dede pada 12 September lalu. Hasil itu dibacakan Kresna kepada Ateng, ayah Dede. ”Ketika itu Dede menolak bertemu dengan saya, mungkin karena dia mendengar soal uang yang dia terima terlalu sedikit, dan ribut-ribut di media massa bahwa Dede dimanfaatkan Discovery,” kata Kresna.
Soal ”kehebohan” itu sendiri bermula setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melihat tayangan di Discovery pada 15 November lalu. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pun diberi pesan Presiden untuk menangani kasus Dede. Lalu Menteri Siti juga mempersoalkan sampel yang diambil dokter asing tanpa izin dan menganggap Dede hanya dimanfaatkan saja. Menkes khawatir spesimen itu akan digunakan untuk kepentingan komersial.
Untunglah, akhirnya pihak Departemen Kesehatan tahu bahwa Gaspari tidak punya niat lain kecuali menolong Dede. Dokter itu bahkan bersedia menandatangani pernyataan tidak akan menggunakan sampel untuk kepentingan komersial. Gaspari bahkan bersedia bekerja sama dengan dokter Indonesia untuk menyembuhkan Dede.
Meskipun di pihak Depkes urusan sudah clear, masalah ini, termasuk tentang uang yang diterima Dede dari Discovery, US$ 500, sekitar Rp 4,7 juta, telanjur ramai.
Menurut Kresna yang ikut ketika pihak Discovery mengontrak Dede melalui Hanny, nilainya lebih dari 10 kali US$ 500. ”Nah, yang US$ 500 langsung diberikan ke Dede,” kata Kresna yang menolak menyebut nilai pasti kontrak Discovery dengan Hanny Enterprise.
Sedangkan menurut Hanny, nilai kontrak dengan Discovery, sekitar Rp 70 juta-an—jumlahnya mirip dengan perkiraan yang diberikan Kresna. ”Ini untuk tiga kali kunjungan mereka ke Indonesia,” tuturnya. Sedangkan Hanny sendiri mengaku telah memberi uang dari jatah kontrak kepada Dede secara bertahap sejumlah Rp 4 juta.
Selain soal uang, Dede juga menjadi selebriti mendadak. Menurut cerita Ateng, setiap hari rumahnya di Kampung Bunder didatangi berbagai macam orang, termasuk wartawan. Beberapa petugas kesehatan dari Kabupaten Bandung menengok Dede di rumahnya, Rabu dua pekan lalu. Keesokan harinya, giliran rombongan Camat Cihampelas mendatangi rumah di kampung Bunder.
Sehari setelahnya, petugas dari RS Hasan Sadikin menelepon Ateng dan mengatakan akan menjemput Dede. Hari itu juga Dede diboyong ke RS Hasan Sadikin. Menteri Siti juga menengok Dede, Minggu dua pekan lalu.
Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan tak ketinggalan menjenguk Dede, Kamis silam. Danny memberi uang kepada Dede. ”Besarnya Rp 25 juta dari saya pribadi,” katanya. Gubernur juga memerintahkan kepada bawahannya untuk memberi beasiswa kepada dua anak Dede, laki-laki dan perempuan: Entis, 18 tahun, dan Entang, 16 tahun, yang baru menikah. Tim khusus dokter dari berbagai disiplin dibentuk untuk menangani kasus Dede.
Dede sebenarnya pernah dirawat di RS Hasan Sadikin pada 1996 selama sekitar 1,5 tahun. Dede juga sudah diobati dan dioperasi. ”Tapi 40 hari pascaoperasi, muncul lesi (jaringan abnormal berupa bintil-bintil) baru,” kata Dr. Rachmatdinata, ahli kulit dan kelamin RS Hasan Sadikin, sekaligus ketua tim dokter yang menangani Dede. Tapi, dia pulang karena merasa tidak ada harapan.
”Gara-gara orang bule ini Dede akhirnya diobati lagi,” kata Hanny. Mungkin Dede, pasien Ruang Bougenville nomor 11 itu, kali ini merasa punya harapan lebih baik.
Bina Bektiati, Dianing Sari, Erick Priberkah Hardi (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo