Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pemulung di Saluran Napas

Mengambil benda yang tersangkut di saluran pernapasan tak lagi harus dengan operasi.

17 Februari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warning: Choking hazard—Small parts. Not for children under 3 years". Bagi orang tua yang memiliki anak kecil, peringatan yang terdapat dalam kemasan mainan anak itu harus diterima tanpa syarat. Jika dilanggar, bisa-bisa komponen kecil dalam mainan tersebut terlepas, lalu diambil dan ditelan oleh si anak. Yang terjadi kemudian, anak tersedak, lantas benda kecil itu tersangkut di tenggorokan atau malah ngendon di cabang saluran napas di paru-paru. Jalan napas terganggu. Dalam kasus yang lebih parah, saluran napas anak bisa tertutup sehingga nyawanya terancam.

"Masuknya benda asing ke saluran napas anak sering kami tangani. Bukan hanya dari mainan, melainkan juga dari makanan, berupa kacang atau biji-bijian," kata Wahju Aniwidyaningsih kepada Tempo di Hotel Borobudur, Jakarta, dua pekan lalu. Dokter spesialis paru dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Persahabatan Jakarta itu ditemui setelah berbicara tentang Advances in Interventional Pulmonology in NSCLC (Non-Small Cell Lung Cancer). "Kami ini pemulung benda-benda kecil yang tersangkut di saluran napas," ujarnya sembari tertawa.

Pulmonologi intervensi merupakan salah satu topik dalam Pertemuan Ilmiah Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 2013. Pulmonologi adalah spesialisasi di bidang pernapasan. Maka pulmonologi intervensi adalah tindakan invasif (insisi atau sayatan) minimal dalam penanganan gangguan di saluran napas. Istilah intervensi ini dipakai untuk membedakannya dengan operasi yang memakai sayatan besar. Intervensi ini dimungkinkan dengan kemajuan teknologi kedokteran, terutama dalam 10 tahun terakhir.

Salah satu prosedur pulmonologi intervensi yang dipakai untuk mengambil benda asing di saluran pernapasan adalah bronkoskopi. Ini adalah tindakan dengan menggunakan alat bernama bronkoskop, yang sekilas bentuknya mirip cemeti. Di ujung slang fleksibel yang dimasukkan ke saluran napas terdapat lampu dan kamera mikro sehingga bisa melihat benda yang ada di lokasi itu. Di slang alat yang sama tersedia saluran khusus untuk masuknya kateter mikro yang dipakai dokter buat mengambil benda asing yang menyangkut di saluran napas.

Dulu, jika ada benda asing yang tertelan dan tak bisa diambil oleh pencapit, dokter harus mengoperasi. Bisa dibayangkan berapa hari pasien harus menjalani rawat inap dan berapa duit yang mesti disiapkan keluarganya. Dengan pulmonologi intervensi, bedah besar tak perlu dilakukan, sehingga risiko dan waktu pun bisa dikurangi. "Dalam sejumlah kasus, untuk mengambil benda asing di saluran napas cuma butuh waktu tujuh menit," kata dokter Boedi Swidarmoko, ahli paru dan saluran pernapasan senior di RS Persahabatan. "Setelah beres, ya, pasien bisa segera pulang."

Sayangnya, layanan bronkoskopi seperti itu belum bisa dinikmati secara merata di Indonesia. Di negeri ini, ahli pulmonologi intervensi masih sangat kurang, belum genap 30 orang. Mereka tersebar di Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, Padang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Makassar.

Untuk itulah Boedi terus menularkan keahliannya dengan melakukan berbagai kunjungan ke daerah. Dengan cara itu, setidaknya dokter paru di daerah bisa mendapat gambaran dasar. Adapun untuk mendapat brevet ahli, dokter tersebut perlu belajar tentang pulmonologi intervensi selama empat semester.

Kalaupun ada rumah sakit yang sudah bisa melakukannya, tak semua dokter paham ada cara ini. Hal itu pernah terjadi di Rumah Sakit M. Hoesin, Palembang. Saat itu, seorang pasien hendak dibedah karena ada benda asing di saluran pernapasannya. Beruntung, sebelum tindakan bedah dilakukan, dokter anastesinya ingat ada dokter M. Yusuf Hanafia Pohan, ahli pulmonologi intervensi, yang bertugas di sana. "Belum banyak yang tahu bahwa RS M. Hoesin bisa menangani kasus serupa tanpa operasi," ucapnya. Akhirnya, pasien yang ketelak jarum pentul itu selamat dari tajamnya pisau bedah, dan cukup menjalani prosedur bronkoskopi.

Dwi Wiyana


Dari Jarum sampai Peluit

DI Indonesia, berapa persisnya kasus benda asing masuk ke saluran pernapasan memang belum ada datanya. Namun di Amerika Serikat, pada 1986, kasus ini menjadi penyumbang tujuh persen angka kematian anak di bawah empat tahun. Pada 1996, sebanyak 12 persen kasusnya disumbang oleh masuknya komponen mainan. Empat tahun kemudian, tercatat lebih dari 17 ribu kunjungan ke unit gawat darurat akibat kasus benda asing yang masuk ke saluran napas.

Dalam sebulan, menurut dokter Boedi Swidarmoko, ahli paru dan saluran pernapasan senior di Rumah Sakit Persahabatan, ada 5-6 kasus seperti itu. Sebagian besar adalah anak-anak, terutama mereka yang berusia di bawah tiga tahun dan gemar memasukkan benda apa pun ke mulutnya (fase oral).

Ada juga orang dewasa yang tak sengaja menelan potongan ujung bolpoin, menelan patahan giginya sendiri yang patah akibat kecelakaan, atau menelan bor dokter gigi yang terlepas saat penanganan gigi. Di Indonesia, benda asing yang kerap tertelan adalah jarum pentul. Kasus ini paling sering terjadi pada perempuan yang sedang membenahi jilbabnya dan menggigit jarum yang hendak dipasang. Karena korban terkejut atau bersin, jarum pentul yang digigit tersebut masuk ke tenggorokan atau paru.

Selain makanan, seperti kacang dan biji-bijian, di Papua pernah ada kasus anak yang tersedak peluit. Anak itu dilarikan ke RS Persahabatan, Jakarta, dengan penerbangan darurat dan sempat membiru karena jalan napasnya lama terganggu. Bahkan Boedi pernah menangani kasus anak berusia satu tahun yang menelan sekrup. Untuk menarik keluar, dia harus berhati-hati agar permukaan yang tajam di bagian kepala sekrup tidak melukai saluran napas pasien. l


Selesai dalam Hitungan Menit

Keberadaan alat bronkoskop serat optik lentur membuat dokter ahli intervensi pulmonologi bisa cepat mengambil benda asing yang tersangkut di saluran napas, baik di tenggorokan maupun di paru. Dalam sejumlah kasus, dokter Boedi Swidarmoko dari Rumah Sakit Persahabatan cuma butuh waktu tujuh menit.

Pasien yang tak sengaja menelan benda dari logam perlu di-roentgen agar posisi benda tersebut diketahui persis. Jika tak ada riwayat menelan benda logam, misalnya diduga tersedak kacang atau benda organik lain yang tak terlacak oleh roentgen, pasien bisa langsung menjalani bronkoskopi.

Setelah pasien dibius lokal, dokter memasukkan slang bronkoskop melalui mulut atau hidung hingga menjangkau benda asing yang hendak diambil. Jalannya slang yang bagian ujungnya berkamera dan lampu itu bisa dipantau lewat monitor komputer.

  • Dokter memasukkan kateter mikro yang ujungnya bisa berupa penjepit, sendok, atau jaring untuk mengambil benda asing. Kateter dilesakkan melalui saluran khusus yang ada di dalam bronkoskop.
  • Setelah dijepit (bisa juga disendok atau dijaring), benda asing ditarik dan dikeluarkan bersamaan dengan slang bronkoskopi.
  • Benda asing disimpan dalam wadah.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus