Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mini tapi Bukan Mainan

Penggemar jip mini makin banyak. Namun tak boleh berkeliaran di jalan raya.

15 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Komunitas Mini Jeep Indonesia. Dok. Mini Jeep Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Imut dan unik. Ukurannya mini, namun bentuk mobil-mobil itu sangat mirip dengan jip Willys dan Landrover. Pabriknya, di Amerika dan Jepang, memang mendesain mobil-mobil tersebut menyerupai aslinya. Anda mungkin pernah menemui mobil seperti ini di tempat-tempat wisata, taman, boulevard kompleks di sekitar Jabotabek, atau beberapa kota lain.

Para pemilik dan pencinta mobil ini, yang tergabung dalam Komunitas Mini Jeep Indonesia, memang suka berkumpul. Komunitas itu terbentuk pada 2017. “Saya punya sejak 2016 tapi baru terbentuk komunitas 2017-an,” ujar Suryana Gandi, 35 tahun, pendiri Komunitas Mini Jeep Indonesia, kepada Tempo, pekan lalu.

Awalnya, ia melihat mobil mini ini di sebuah pameran otomotif di Amerika. Kemudian, ia pun membelinya. Ternyata beberapa teman tertarik dan memesannya. Ketika mereka membawanya sekadar jalan-jalan, rupanya orang-orang banyak yang melihat, memfoto dan memvideokannya. Banyak orang tertarik lalu menitipkan untuk dibelikan. Kini tak kurang 200 orang memiliki mobil seharga sekitar Rp 50 juta itu dan bergabung dalam komunitasnya.

Sebetulnya, pencinta mobil mini ini cukup banyak meski belum memiliki barangnya. Hal ini terlihat dari jumlah pengikut akun Instagram mereka, @minijeepindonesia, yang mencapai 26 ribu orang. Mereka berinteraksi untuk berbagi ide atau diskusi tentang aksesori, kemampuan mesin, atau desain.

“Justru dari diskusi di medsos ini menjadi masukan dan tantangan bagi kami. Jika ada yang ngoprek mesin atau ide aksesori biasanya kami muat ulang dan mendapat tanggapan,” ujar pria yang bekerja di bidang konstruksi ini.

Interaksi di media sosial memang menjadi aktivitas utama komunitas saat ini. Gandi mengakui agak sulit membuat acara gathering dan kumpul-kumpul anggota komunitas, mengingat tak semua berada di Jawa. “Susah bawanya, tidak boleh dikendarai lewat jalan raya. Lagi pula anggota terpencar-pencar.”

Beberapa kali mereka melakukan fun riding di Bandung, Bali, dan Surabaya. Dari Jakarta mereka bertujuh atau delapan anggota menyambangi para pemilik mobil di kota-kota itu, kemudian ngumpul-ngumpul dan sekadar jalan-jalan.

Gandi menjelaskan jip mini tidak dibolehkan dipakai di jalan raya karena belum diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas. Spesifikasi mesinnya 4 tak 110-125 cc, sama seperti motor bebek, tapi dengan bodi mobil kecil. Ia bercerita suatu ketika beberapa anggota jip mini ramai-ramai mengendarai mobilnya di jalan raya. Polisi hanya melihatnya.

Berbeda dengan di Jepang, dengan mesin 50 cc, mobil mini ini boleh dikendarai di jalan raya. “Di sini, paling hanya di kompleks dan tempat wisata. Pernah juga di jalan raya tapi dengan kawalan polisi,” tutur dia.

Ia juga menjelaskan banyak orang tertarik memiliki mobil mini ini karena unik serta bisa jadi identitas dan kebanggaan. Karena tak berkeliaran di jalan raya, mobil yang bisa dipacu hingga 50 km per jam ini menjadi perhatian pengunjung ketika mereka memenuhi undangan pameran-pameran otomotif.

Mini jeep ini berbahan bakar bensin, transmisi 3 (R-N-1-2-3) dengan material Body ABS injection mold, sasis tubular, dan suspensi independen. Sistem kemudinya rack steer dan pinion serta dilengkapi spion, ban, dan tangki cadangan. Perawatan pun mudah, seperti perawatan sepeda motor. “Asal rajin ganti oli, cek ke bengkel.”

Bagi para pemula, kata Gandi, biasanya mereka memberikan panduan perawatan dan memasang limiter di karburator untuk mengurangi kecepatan. Hal ini dilakukan demi pertimbangan keselamatan pengendara yang belum mahir. Anak-anak yang tertarik mengendarainya harus didampingi orang dewasa.

Saat ini, kegiatan komunitas lebih berfokus pada elaborasi aksesori, seperti wind shield, kaca depan, jok, dan cat. Mereka bekerja sama dengan bengkel jip Willys untuk penanganan mesin, bodi, dan cat. Tantangan untuk membuat mobil mereka lebih bagus tampilannya adalah mencari spare part dengan ukuran-ukuran tertentu. Biasanya jika ada yang ingin mengganti, komunitas akhirnya mengumpulkan dulu pesanan untuk dibelikan di pabrik.

Sebagian anggota komunitas juga gemar mengoprek performa mesin mobil ini. Ada yang suka ngoprek kapasitas mesin atau kaki-kaki atau tampilan dengan cat atau aksesori yang baru. Pengalaman itu mereka bagikan kepada anggota komunitas lain atau penggemar yang belum mempunyai mobilnya.

Jika ada anggota komunitas yang bosan akan miliknya, biasanya mereka akan menjualnya kepada sesama anggota. Harganya pun, kata Gandi, tak jatuh dan relatif stabil. “Bisa buat investasi juga.” ***

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIAN YULIASTUTI 

 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus