Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gagal jantung adalah spektrum penyakit yang disebabkan jantung gagal berfungsi, yakni memompa darah ke seluruh tubuh. Gagal jantung menyebabkan kebutuhan sel-sel dan organ tubuh lain tidak bisa terpenuhi hingga berujung pada kematian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 2016, jumlah orang Indonesia yang didiagnosis hipertensi dan diabetes di puskesmas paling banyak adalah usia 35-59 tahun. Sedangkan pada 2015, pasien usia 45-64 tahun paling banyak rawat inap di rumah sakit akibat penyakit jantung koroner.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yang perlu diwaspadai, gagal jantung yang paling banyak menyerang usia produktif atau usia kerja. Ketua Pokja Gagal Jantung Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Siti Elkana Nauli, pun menyatakan pentingnya deteksi dini untuk mencegah akibat yang fatal.
Nauli menjelaskan di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, gagal jantung paling banyak menyerang usia 45 tahun ke atas. Sedangkan di Amerika dan Eropa, gagal jantung baru dialami pada rata-rata usia di atas 65 tahun.
“Di sinilah pentingnya skrining sedini mungkin untuk tiga faktor risiko yang kita punya karena rata-rata tidak datang langsung ke kardiolog atau dokter spesialis jantung,” katanya.
Tiga faktor risiko yang dimaksud adalah hipertensi, diabetes, dan jantung koroner. Ketiga penyakit tersebut merupakan faktor utama yang memiliki potensi tinggi terhubung dengan gagal jantung. Menyorot fakta masih banyak pasien dengan diagnosis salah satu atau ketiga faktor risiko tersebut tidak dirujuk untuk diperiksa dokter spesialis jantung, Nauli mengkhawatirkan pasien gagal jantung terlambat ditangani.
“Kalau yang sudah terdiagnosis gagal jantung, pasien itu harus kita tangani dengan cepat. Jadi, tidak istilahnya kalau misalnya kanker sudah stadium empat baru diobati, mau berbuat apa lagi? Sudah tidak bisa diatasi,” ujarnya. “Namun kalau kita atasi sedini mungkin, hasilnya akan lebih baik.”
Pemeriksaan biomarker NTpro-BNP
Sebelumnya, pada kongres Asia Pacific Society of Cardiology (APSC) 2023 di Singapura, pertengahan Juli, Nauli mengatakan salah satu metode untuk mendeteksi dan membedakan gagal jantung dengan penyakit lain adalah pemeriksaan biomarker NTpro-BNP di rumah sakit. Meski diutamakan untuk pasien dengan faktor risiko gagal jantung, pemeriksaan NTpro-BNP juga dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi yang berisiko terjadinya gagal jantung di kemudian hari pada orang tanpa gejala.
“Biomarker itu dapat memprediksi berapa lama pasien dengan faktor risiko tersebut dapat jatuh pada gagal jantung. Selain itu juga dapat mengetahui apakah terapi dan perawatan yang dilakukan sudah benar atau belum,” jelasnya.
Selain sering diabaikan dan dianggap lumrah, Nauli menyebut keterlambatan penanganan gagal jantung dapat berakibat fatal mengingat tingkat kelangsungan hidup yang kecil.
“Pasien gagal jantung umumnya dalam lima tahun kemungkinan dia hidup itu hanya 50 persen, sedangkan pasien kanker itu bisa hidup hingga 10 tahun. Kalau pasien gagal jantung bertahan lebih dari lima tahun itu jarang,” paparnya.
Pilihan Editor: Saran Menu Makan untuk Jantung Sehat