Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Penyebab Sindrom Imposter dan Cara Mengatasinya

Taylor Swift mengaku menderita Sindrom Imposter. Apa itu? Berikut penyebab dan gejala.

22 Juni 2022 | 11.43 WIB

Ekspresi penyanyi Taylor Swift saat berbicara setelah menerima Gelar Doktor Kehormatan Seni Rupa dalam upacara kelulusan Universitas New York (NYU) di Yankee Stadium di wilayah Bronx, New York, 18 Mei 2022. Taylor Swift mendapatkan gelar doktor kehormatan ini berkat lembaga pendidikan dan museum yang didirikannya, Taylor Swift Education Center di Country Music Hall of Fame and Museum di Nashville, Tennessee. REUTERS/Shannon Stapleton
Perbesar
Ekspresi penyanyi Taylor Swift saat berbicara setelah menerima Gelar Doktor Kehormatan Seni Rupa dalam upacara kelulusan Universitas New York (NYU) di Yankee Stadium di wilayah Bronx, New York, 18 Mei 2022. Taylor Swift mendapatkan gelar doktor kehormatan ini berkat lembaga pendidikan dan museum yang didirikannya, Taylor Swift Education Center di Country Music Hall of Fame and Museum di Nashville, Tennessee. REUTERS/Shannon Stapleton

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Penyanyi Taylor Swift mengungkapkan menderita Sindrom Imposter atau sindrom penipu. Perasaan tersebut muncul terutama saat dia memulai debut sutradara film pendek "All Too Well: The Short Film".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Rasanya saya mengalami Sindrom Imposter dan berkata, 'Tidak, kamu tidak melakukan hal itu'. Orang lain melakukan itu, bahkan pergi ke sekolah untuk penyutradaraan," kata Taylor Swift dalam percakapan panel dengan sutradara Mike Mills, dikutip dari dari Pinkvilla.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Istilah Sindrom Imposter pertama kali digunakan oleh psikolog Suzanna Imes dan Pauline Rose Clance pada 1970-an. Sindrom Imposter mengacu pada pengalaman internal yang percaya seseorang tidak kompeten seperti orang lain. Meskipun biasanya diterapkan secara sempit pada kecerdasan dan pencapaian, definisi ini memiliki kaitan dengan perfeksionisme dan konteks sosial.

Sederhananya, sindrom penipu merupakan suatu keadaan ketika orang merasa menjadi palsu. Orang-orang yang berjuang dengan sindrom penipu percaya mereka tidak layak mendapatkan prestasi dan penghargaan tinggi yang sebenarnya mereka pegang, menganggap pencapaian hanya karena keberuntungan semata.

Sindrom Imposter dapat mempengaruhi siapa saja tanpa memandang status sosial, latar belakang pekerjaan, tingkat keterampilan atau keahlian. Namun, pengidap Sindrom Imposter sering kali berhasil dengan baik, seperti halnya mereka mungkin memegang jabatan tinggi atau banyak gelar akademis.

Diketahui ada sekitar 25-30 persen orang berprestasi tinggi mungkin menderita Sindrom Imposter. Adapun, hal yang menyebabkan sindrom tersebut termasuk ciri-ciri kepribadian yang sebagian besar mendorong Sindrom Imposter. Mereka yang mengalami hal tersebut berjuang dengan efikasi diri, perfeksionis, dan neurotisisme.

Penting bagi penderita untuk melawan keadaan tersebut sebab Sindrom Imposter dapat menghambat potensi pertumbuhan dan makna dengan mencegah orang mengejar peluang baru untuk pertumbuhan secara pribadi, baik dalam kaitannya di tempat kerja, hubungan, atau hobi. Menghadapi Sindrom Imposter dapat membantu orang terus tumbuh dan berkembang.

DIAH RETNO ANDANI | PINKVILLA | VERRYWELLMIND | PSYCHOLOGYTODAY

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus