Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sindrom Imposter Menganggap Diri Tak Pantas Meraih Prestasi

Gejala sindrom imposter ketika seseorang menganggap dirinya penipu yang tak pantas berprestasi dan meraih kesuksesan

4 Juli 2022 | 17.15 WIB

Ilustrasi depresi. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi depresi. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Ketika seseorang merasa tak pantas meraih kesuksesan sampai menganggap dirinya seorang penipu, karena tidak berhak mengakui segala prestasi dan keberhasilan berkemungkinan gejala sindrom imposter. Orang yang mengalami sindrom imposter juga sering diliputi keraguan diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sindrom ini bisa dialami siapa saja, bahkan orang terkenal, berbakat, dan sukses. Mengutip Verywell Health, sindrom imposter merupakan pola psikologis ketika seseorang percaya pencapaian yang diraih sendiri muncul sebagai hasil dari keberuntungan atau memanipulasi kesan orang lain, bukan melalui kerja keras atau kemampuannya.

Apa itu sindrom imposter?

Merujuk WebMD, pada 1978, psikolog Suzanne Imes dan Pauline Rose Clance pertama kali menggambarkan sindrom imposter terhadap wanita profesional berprestasi tinggi. Studi mereka terhadap 150 orang, wanita dengan sindrom ini terlepas dari bukti keberhasilan yang mereka raih, tidak memiliki pengakuan internal atas pencapaian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Fenomena ini berpengaruh besar terhadap keputusan dan tindakan. Laporan penelitian lainnya juba menemukan bukti kecemasan dan depresi di samping sindrom ini. Belakangan para ahli telah menemukan sindorm imposter umum dialami pria dan wanita di banyak bidang pekerjaan.

Gejala sindrom imposter

Sindrom imposter sering dikaitkan dengan gangguan kecemasan umum dan gangguan kecemasan sosial. “Secara klinis, saya tak melihat banyak orang dengan sindrom penipu yang tidak memiliki kecemasan,” kata Audrey Ervin, psikolog di Delaware Valley University.

Mengutip Psycom, keraguan diri mencirikan pengalaman masa lalu, saat ini, dan mendatang. Kemudian mengalami ketakutan secara terus-menerus akan ditemukan sebagai penipu, terlepas dari keberhasilan objektif.

Saat mencapai kesuksesan cenderung menghubungkannya dengan keberuntungan atau menggambarkan itu sebagai kebetulan. Mungkin pula merasa lega atau bahkan tertekan menggant kebahagiaan dan kebanggaan. Sindrom imposter muncul dengan berbagai campuran perasaan, pikiran, dan gejala lainnya, yaitu:

  • Takut akan ketahuan sebagai penipu.
  • Mempercayai pujian. Tapi menganggap pujian karena orang bersikap baik, bukan karena bersumber dari prestasi
  • Merasa tidak layak untuk sukses
  • Merasa pencapaian sebagai keberuntungan, bukan prestasi yang diraih
  • Merasa cemas atau depresi
  • Merasa kurang terlatih.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus