Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari Tuberkulosis Sedunia diperingati setiap 24 Maret. Tuberkulosis atau TBC bermula dari penemuan bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 1880-an, wabah TBC menyebar di Eropa dan Amerika. Pandemi ini mengakibatkan satu dari tujuh pasien pengidap Tuberkulosis meninggal. Saat itu masyarakat percaya kalau TBC adalah penyakit keturunan. Sebab yang mengalaminya masih dalam satu keluarga atau hidup serumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian seorang ilmuan bernama Robert Koch menemukan bakteri tadi sebagai pemicu penyakit TBC. Pada 1882 atau 140 tahun lalu, dia mengumumkan temuan tersebut dan mematahkan mitos penyebab Tuberkulosis yang tak berbasis ilmiah.
Atas jasanya, Robert Koch meraih Nobel dalam Fisiologi dan Kedokteran pada 1905. Setiap 24 Maret juga menjadi Hari Tuberkulosis Sedunia untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya mengenali gejala dan mengobati penyakit ini. Dengan temuan Robert Koch, maka terbukti kalau tuberkulosis bukan penyakit keturunan, melainkan masalah kesehatan yang ditularkan dari satu orang kepada orang lain.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis menyerang organ pernapasan, seperti paru-paru. Gejala yang muncul umumnya demam, pusing, batuk berdahak, nafsu makan berkurang, dan berat badan turun drastis. Waspada jika ada anggota keluarga yang mengalami gejala tersebut lebih dari dua pekan dan patut dicurigai mengalami tuberkulosis.
Pada tingkat lanjut, gejala tuberkulosis mengakibatkan pasien berkeringat di malam hari, padahal dia tak sedang beraktivitas fisik. TBC bisa terjadi pada semua umur, dari balita, anak-anak, dewasa, sampai lanjut usia. Seorang anak yang mengalami tuberkulosis biasanya tertular oleh orang dewasa di sekitarnya.
Pengobatan TBC membutuhkan kedisiplinan dan kesabaran. Jangan sampai putus minum obat, apalagi sampai terjadi TBC resisten obat. TBC resisten obat berarti bakteri sudah kebal terhadap obat antituberkulosis tingkat pertama akibat pasien tidak berobat dengan teratur. Gejala yang muncul juga bisa lebih berat dan berkepanjangan.
Baca juga:
Mengenal TB Laten, Penyakit TBC Tanpa Gejala
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.