Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Cambridge - Hasil riset terbaru mengungkap bahwa larangan perkawinan sedarah sudah ada sejak era Paleolitikum awal (50-100 ribu tahun). Ilmuwan dari Cambridge University, Inggris, dan University of Copenhagen, mengungkapnya dari studi genetika.
Studi yang terbit dalam jurnal Science edisi 5 Oktober 2017 itu berusaha mengungkap DNA dari empat kerangka manusia yang ditemukan di Sunghir, situs paleolitik awal di Rusia. Dua kerangka yang terkubur di situs tersebut ditemukan dalam posisi yang biasa. Sedangkan dua lainnya dikubur dengan posisi ubun-ubun kepala saling berhadapan. Namun, genetika keempatnya tidak berhubungan sama sekali.
Dalam makam kerangka ditemukan dengan perhiasan di sekujur tubuh. Menurut tim, dalam studi berjudul "Ancient genomes show social and reproductive behavior of early Upper Paleolithic foragers" itu, perhiasan merupakan bentuk aturan pertukaran suku dalam perkawinan. "Bentuk upacara pernikahan modern," tulis tim dalam jurnal.
Baca:
Bingung Tentukan Lokasi Prewedding? Intip Pilihan Kahiyang Ayu
Mata Berkedut? Jangan GR Ada yang Kangen, Cek Kata Ahli Saraf
Apa artinya? Berdasarkan bukti tidak adanya keseragaman DNA dan perhiasan tersebut, tim mengambil kesimpulan telah adanya pernikahan beda darah atau beda suku. "Terlihat sekali perkawinan sedarah sangat dihindari," kata Eske Willerslev, peneliti genetika dari Cambridge, yang juga anggota studi.
Menurut dia, jika kelompok pemburu kecil saja melakukan perkawinan campuran secara acak, akan terlihat bukti perkawinan silang yang jauh lebih besar. Ilmuwan percaya bahwa orang-orang di Sunghir tinggal dalam kelompok yang cukup kecil, sekitar 25 orang, namun juga kurang terhubung langsung dengan komunitas yang lebih besar.
Sebagai perbandingan, urutan genomik manusia Neanderthal dari Pegunungan Altai yang hidup sekitar 50 ribu tahun lalu mengindikasikan perkawinan sedarah. Namun, hingga kini belum ada yang tahu mengapa kelompok Altai Neanderthal melakukan perkawinan inses. "Mungkin mereka terisolasi dan itu satu-satunya pilihan; atau mungkin mereka benar-benar gagal mengembangkan jaringan koneksi yang tersedia," katanya.
METRO.CO UK | SALMA HABIBAH | SDJ
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini