Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Cabut gigi adalah metode alternatif untuk mengatasi sakit gigi dan tidak ada jalan lain untuk mengobati gangguan pada gigi. Secara ilmiah, dilansir dari Buku Ajar Praktis Bedah Mulut pencabutan gigi adalah proses pengeluaran gigi dari alveolus ketika suatu gigi yang dicabut tersebut tidak dapat dilakukan perawatan lagi.
Pencabutan gigi bisa dikatakan sebagai bedah minor dalam bidang kedokteran gigi dengan melibatkan jaringan keras dan jaringan lunak pada rongga mulut.
Dilansir dari Tempo, setidaknya terdapat empat kondisi pasien yang perlu cabut gigi.
- Penyakit gusi
Radang jaringan gusi dapat memperluas rusaknya jaringan di sekitar gigi dan jika dibiarkan terus menerus akan membuat gigi goyang. - Gigi tidak beraturan
Gigi yang tidak beraturan akan membuat rongga mulut terlihat sesak dan dicabutnya gigi akan berfungsi untuk memperluas rahang agar bisa bergeser. - Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan gigi berlubang dan akan meluas pada lapisan gigi paling dalam sehingga akan menyebabkan saraf gigi mati. - Risiko infeksi
Kondisi penyakit tertentu membuat seseorang akan mudah terpapar infeksi. Oleh karena itu, risiko gigi berlubang yang diakibatkan infeksi diperlukan pencabutan gigi sebagai alternatif.
Di sisi lain, seluruh rencana perawatan pada tindakan pencabutan gigi perlu didasari dari pemeriksaan kondisi pasien. Beberapa kondisi pasien misalnya penyakit sistemik, umur pasien, keadaan akar gigi, dan kondisi penyakit lainnya.
Dilansir dari Webmd, setidaknya terdapat beberapa penyakit yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk mencabut gigi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
- Memiliki riwayat endokarditis bakterial
- Mengidap penyakit hati
- Mengidap penyakit jantung
- Memiliki gangguan kekebalan tubuh
Komplikasi yang sering ditemui pasien setelah pencabutan gigi adalah perdarahan, pembengkakan, rasa sakit, dry socket, fraktur, sampai dislokasi mandibula. Dislokasi mandibula adalah gangguan sendi rahang yang menyebabkan tulang rahang bergeser atau dislokasi.
Meskipun begitu, cabut gigi yang sesuai ketentuan dokter gigi tidak akan mendapatkan risiko kebutaan atau kematian seperti mitos yang kerap beredar. Hal ini diungkapkan oleh dokter gigi Try Utomo Insan Putra. “Gigi dan rahang dipersarafi oleh saraf trigeminal yang berbeda dengan sistem saraf mata. Jadi jelas itu pencabutan gigi bakal menyebabkan kebutaan hanyalah mitos,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Tempo.
Kendati demikian, terdapat beberapa kasus yang dapat menimbulkan kematian akibat pencabutan gigi. Itu pun terjadi akibat dari sanitasi yang buruk dan penanganan yang salah. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mencabut gigi, perlu pemeriksaan kesehatan secara umum terlebih dahulu kepada dokter gigi.
Setelah melakukan pencabutan gigi, Dokter gigi Oktri Manessa menjelaskan beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengurangi rasa sakit, antara lain:
- Dokter gigi biasanya menawarkan pasien untuk menggigit kassa steril secara bergantian setiap 15 menit
- Pasien sebaiknya minum air dingin agar darah membeku dan tidak boleh mengonsumsi makanan atau minuman yang panas
- Pasien jangan terlalu sering meludah dan kumur-kumur
- Pasien tidak boleh menyentuh bekas luka pencabutan
- Pasien tidak diperbolehkan mengisap bekas luka
- Pasien hanya diperbolehkan mengunyah makanan di sisi yang berlawanan dari bekas pencabutan
- Berhenti merokok dan meminum alkohol
- Sikat gigi harus secara perlahan
- Mengonsumsi obat-obatan yang telah diresepkan dokter agar bekas luka cabut gigi cepat sembuh dan gusi tertutup kembali.
Pilihan Editor: Cabut Gigi Bisa Bikin Buta, Mitos atau Fakta?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini