Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah mencabut aturan wajib masker di kendaraan umum mulai Jumat lalu.
Sebagian besar pengguna angkutan umum memilih setia bermasker.
Ahli kesehatan menilai masker perlu terus dipakai untuk menghindari polusi dan penyakit lain.
Beberapa orang tanpa masker terlihat berseliweran di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada Senin, 12 Juni 2023. Empat petugas keamanan di gerbang juga menampakkan wajah ramahnya. Namun mereka menjadi golongan minoritas di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari pengamatan Tempo pada siang itu, sebagian besar pengguna jasa angkutan umum massal tersebut memakai masker. Ferdiansyah, di antaranya. Saat ditemui di pintu keluar stasiun, pria berusia 26 tahun itu memilih terus mengenakan masker meski mengetahui penggunaannya tidak lagi menjadi syarat wajib melakukan perjalanan. "Sudah jadi kebiasaan, susah dilepas," kata dia kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak Jumat, 9 Juni lalu, mengenakan masker tak lagi menjadi kewajiban pengguna transportasi. Satuan Tugas Covid-19 menerbitkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan Transisi Endemi yang memperbolehkan tidak menggunakan masker bagi pelaku perjalanan dalam dan luar negeri, pelaku kegiatan berskala besar, dan kegiatan di fasilitas publik. Dua hari setelahnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta melansir edaran serupa untuk MRT Jakarta dan Transjakarta, dua moda transportasi yang dikelola pemerintah provinsi.
Penumpang di dalam kereta MRT di Jakarta, 12 Juni 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Wiku Adisasmito, juru bicara penanganan Covid-19, mengatakan aturan baru ini didasari pelonggaran kebijakan yang telah berlaku di banyak negara lain. "Beberapa negara sudah enggak mensyaratkan vaksin juga," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ini mengatakan kebijakan baru itu juga mempertimbangkan kondisi penanganan Covid-19 di Indonesia dan dunia yang makin terkendali. "Kekebalan masyarakatnya tinggi. Survei serologi (tes darah untuk melihat kekebalan terhadap virus) kan 99 persen per Januari lalu," kata Wiku. Rata-rata persentase kesembuhan di dunia sepanjang 2023 sebesar 96 persen. Sejak 1 Januari hingga 8 Juni 2023, jumlah kasus positif turun 31 persen. "Itulah mengapa kami melakukan penyesuaian aturan ini."
Pemerintah tetap menganjurkan pemakaian masker bagi warga yang sakit, menggunakan hand sanitizer, dan menjaga jarak. "Karena tetap berisiko," ujar Wiku.
Masker menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak pandemi Covid-19 mulai membekap dunia pada awal 2020. Kewajiban penggunaan masker diterapkan Satgas Covid-19 pada April 2020. Ketakutan akan virus corona membuat masyarakat melakukan panic buying—membeli hingga kalap—sehingga masker menjadi barang langka.
Kini, saat Covid-19 mulai terkendali, segala sekat pembatas mulai menjadi longgar, termasuk penggunaan masker di ruang publik dan fasilitas umum. Meski demikian, banyak orang seperti Ferdiansyah yang tetap bermasker.
Selain menjadi bagian dan kebiasaan yang kadung melekat, menggunakan masker bagi Ferdiansyah menghindarkannya dari polusi udara. "Apalagi kita tinggal di Jakarta," ujarnya. Menurut dia, memakai masker juga menjadi bagian dari tanggung jawab sosial. "Saya tidak ingin orang tertular sakit atau menjadi risih karena saya tidak pakai masker."
Dari pengamatan Tempo di sejumlah halte MRT dan Transjakarta, kemarin, mayoritas pengguna tetap menempelkan masker di wajah mereka. Fio Shifa Fatinia, mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Singaperbangsa Karawang, mengatakan masker merupakan barang wajib di tasnya. "Sehari biasanya saya pakai dua, pagi dan sore," kata dia.
Perempuan berusia 20 tahun tersebut tidak berkeberatan mengeluarkan uang lebih untuk membeli masker karena membuatnya merasa lebih aman dan sehat. "Saya justru risih dengan orang yang tak pakai masker, lalu batuk atau bersin di tempat umum," ujarnya.
Pengguna jasa tidak bermasker di stasiun MRT Jakarta, 12 Juni 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Erlina Burhan, dokter spesialis paru, mengatakan penggunaan masker masih dibutuhkan, terutama bagi kelompok rentan. Dia yakin masker telah banyak membantu menurunkan kadar keparahan Covid-19. "Tingkat pencegahannya terhadap penyakit sebesar 50 persen," kata dia.
Meski bermasker tak lagi diwajibkan, Erlina berharap pengguna kendaraan umum tetap mengenakannya. Sebab, selain melindungi dari virus, masker efektif melindungi pemakainya dari ancaman gangguan pernapasan akibat polusi udara
Dicky Budiman, epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, mengatakan hingga kini dampak Covid-19 masih tetap serius, terutama bagi kelompok tertentu yang rawan. "Terlebih mereka yang imunitasnya cenderung menurun karena terinfeksi," kata Dicky.
Menurut dia, pemerintah perlu menerapkan strategi komunikasi tertentu soal risiko Covid-19 agar masyarakat tatap waspada. "Untuk kita memang aman. Tapi untuk kakek kita, bapak, atau anak kita yang menderita penyakit tertentu, kita bisa saja membawa virus yang tidak menimbulkan gejala tapi berbahaya," ujarnya.
Dicky mengatakan dunia semakin rentan terhadap beragam wabah akibat perubahan iklim, pertambahan penduduk, dan faktor lain. "Masker adalah satu alat yang terbukti mudah dan murah untuk melindungi kita dari segala ancaman buruk yang ditebarkan melalui udara," ucapnya.
Melindungi Sejak Lama
ILONA ESTERINA PIRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo