Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kanker dan tumor seolah-olah menjadi takdir bagi keluarga Labudiala. Setelah enam saudaranya meninggal karena kanker tulang dan kanker usus, dua anaknya terenggut jiwanya oleh tumor otak dan kanker darah. "Maka saya tak kaget saat dokter mengatakan saya kena kanker usus," kata Labudiala di kediamannya di kawasan Condet, Jakarta Timur, 8 Juli lalu.
Vonis kanker usus diterima Budi—demikian sapaan Labudiala—tiga tahun lalu. Beruntung, pensiunan pegawai Badan Pertanahan Nasional ini mengetahui penyakitnya lebih dini, saat baru stadium III. Tak ingin bernasib sama dengan saudara dan anaknya, pada tahun yang sama Budi memutuskan menjalani operasi.
Merasa tak cukup dengan bedah perut dan pemotongan usus, seusai operasi, Budi wira-wiri ke toko obat Cina. Berbagai ramuan berharga puluhan juta rupiah diminumnya untuk meminimalkan penyakit yang membuatnya mengalami diare berkepanjangan itu. Terakhir, lelaki 71 tahun ini mencoba ekstrak daun sirsak, yang diberikan Lili Indrawati, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. "Badan jadi enak," katanya. "Makan enak, tidur pun enak."
Ekstrak daun sirsak diberikan Lili sewaktu dia meneliti pengaruh daun ini terhadap kanker kolorektal atau kanker usus besar, tahun lalu. Kala itu dia ingin menjawab pertanyaan banyak orang tentang khasiat daun yang pohonnya banyak tumbuh di pekarangan rumah itu. Di Internet, daun bernama ilmiahAnnona muricataini disebut-sebut mengandung zat antikanker. "Sebagai dokter, saya tak bisa menjawab kalau tak ada percobaan ilmiahnya," katanya.
Dalam penelitian untuk meraih gelar doktor ini, Lili memberikan ekstrak daun sirsak kepada pasien kanker usus besar yang menjalani terapi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dan Yayasan Kanker Indonesia. Dari sekian banyak kanker, tumor ganas yang bersarang di usus ini dipilihnya lantaran angka kejadiannya meningkat di banyak negara, terutama Asia.
Penyakit tersebut juga merupakan satu dari lima kanker yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Alasan lain, letaknya yang berada di sistem pencernaan dinilai membuat efek daun sirsak lebih maksimal jika dibanding jenis kanker lain.
Dokter ilmu gizi ini memberikan dua kapsul ekstrak daun sirsak dengan dosis 300 miligram per hari kepada 15 pasien. Sebagai pembanding, dia memberikan plasebo dari gula jagung kepada 15 pasien lain. Setelah delapan pekan, darah mereka diambil, serumnya kemudian diteteskan kecell lineatau sel kultur yang dikembangkan untuk penelitian.
Hasilnya, serum yang berasal dari pasien kanker stadium dini (stadium I-III) yang mengkonsumsi ekstrak ini, pertumbuhan sel kankernya terhambat sebesar 17 persen. Sedangkan pada pasien yang sudah mencapai stadium IV, ternyata tak ada pengaruh. "Pada mereka tak menghambat," katanya. Adapun untuk pasien yang mengkonsumsi plasebo, sel kanker justru meningkat.
Lili kemudian menyandingkan hasil ini dengan penelitiancell line-nya yang tak menggunakan serum. Ekstrak daun sirsak dan plecebo langsung diteteskan kecell line. Hasilnya serupa: ekstrak daun sirsak terbukti menghambat pertumbuhan sel kanker. Kesimpulannya, kata Lili, ekstrak daun sirsak memang memicu bunuh diri sel kanker.
Sebelumnya, diketahui, pada sel normal, sel terprogram membunuh dirinya sendiri dan tergantikan oleh sel yang baru. Sedangkan pada sel kanker, program bunuh diri rusak sehingga sel tetap bertahan hidup dan membelah diri terus-menerus. Inilah yang mengganggu tubuh.
Nah, kata Lili, daun sirsak ternyata membuat program bunuh diri tersebut bangkit kembali. Sel kanker membunuh dirinya sendiri sehingga perkembangannya terhambat. Kabar baiknya, program bunuh diri ini cuma menyerang sel kanker. Sel normal yang ada dalam tubuh tak terganggu dan berfungsi dengan baik. "Hasil penelitian juga menunjukkan ekstrak ini terbukti aman buat lever dan ginjal."
Lantaran cuma mampu menghambat 17 persen pada kanker stadium dini, Lili berkesimpulan ekstrak daun sirsak hanya bisa dijadikan obat penambah atau komplementer. Pengobatan utamanya, pasien tak boleh alpa menjalani operasi, kemoterapi, atau radioterapi.
Sinyal sebagai pengobatan penambah ini diyakini para pasien yang diuji coba Lili. Kebanyakan dari mereka merasa kondisi tubuhnya lebih baik saat mengkonsumsi suplemen daun sirsak ini. Nafsu makan mereka bertambah, rasa tersiksa akibat kanker pun berkurang.
Hanya, saat awal meminum ekstrak ini, para pasien mengeluhkan pusing. Menurut Lili, ini terjadi lantaran kadar gula darah pasien melorot akibat kemampuan daun sirsak menurunkan gula darah. Untuk menyiasatinya, Lili menyarankan mereka mengkonsumsi makanan atau minuman yang manis agar gula darah kembali normal.
Meski khasiat daun sirsak sudah santer terdengar lama, onkologis Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta Barat, Ramadhan Karsono, tak pernah menyarankan pasiennya mengkonsumsi ekstrak daun ini, bahkan sebagai obat komplementer. Sebabnya, belum ada penelitian yang membuktikan ekstrak daun ini memang bisa menyembuhkan kanker.
Selama ini daun sirsak dikenal sebagai antikanker hanya lewat penelitian terhadapcell line. Padahal, untuk menjadi obat, suatu bahan tak cukup hanya diteliti di dalam tabung kaca. Mesti ada pembuktian perbedaan kondisi kanker di tubuh manusia. Inilah yang sampai sekarang belum dilakukan.
Masalahnya, kata Ramadhan, banyak orang yang kadung percaya daun sirsak memunculkan mukjizat menyembuhkan kanker. Mereka mudah yakin dengan informasi yang beredar di Internet atau omongan dari mulut ke mulut tanpa melakukan pengecekan terhadap penelitiannya. Termasuk yang dialami puluhan pasiennya.
Mereka rata-rata "kabur" dari pengobatan utama setelah divonis menderita kanker dan mencoba mencari pengobatan alternatif sendiri, seperti obat herbal. Misalnya menggunakan daun sirsak atau tanaman mahkota dewa. Awalnya para pasien ini merasa kondisinya memang lebih baik. Tapi lama-lama, Ramadhan mengisahkan, bukannya sehat, kanker mereka malah semakin parah.
Akhirnya mereka kembali mengunjungi rumah sakit setelah kondisinya memburuk. Kadang, kata Ramadhan, bahkan kankernya sudah mencapai stadium IV.
Walhasil, penyembuhan yang dilakukan menjadi tak maksimal karena sel kanker sudah menyebar ke bagian tubuh lain. Saat dioperasi, dari pengamatannya, darah para pasien yang mengkonsumsi obat herbal juga lebih lama membeku dibanding mereka yang tak mengkonsumsi. "Mereka kemudian malah menyalahkan dokter karena tak berhasil sembuh."
Menurut Ramadhan, banyak tanaman yang semula disebut mampu mengobati kanker justru malah menjadi toksik. Mahkota dewa, misalnya, sempat ngetren karena disebut sebagai penyembuh kanker. Iklannya pun gampang ditemukan di Internet. Tapi penelitian menunjukkan tanaman itu ternyata justru menjadi racun tubuh. Maka dia mewanti-wanti pasiennya, boleh menggunakan pengobatan komplementer asalkan tak melupakan pengobatan utama. "Itu tak boleh ditinggal."
Lili juga meyakini hal yang sama. Meski hasil penelitiannya menunjukkan daun sirsak mampu menghambat sel kanker, menurut dia, masih perlu uji coba lanjutan untuk mengetahui kemungkinan adanya kandungan racun. Termasuk penelitian tentang rebusan daun sirsak yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Tapi, buat Labudiala, fakta bahwa kondisinya yang membaik sudah cukup untuk membuktikan keampuhan daun sirsak ini. "Tolong, kasih tahu Bu Lili, saya minta dikirimi obatnya lagi...."
Nur Alfiyah
17% Ekstrak daun sirsak hanya bisa dijadikan obat penambah atau komplementer lantaran cuma mampu menghambat 17 persen pada kanker stadium dini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo