Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Manado - Merebaknya virus corona tak membuat penduduk Tomohon khawatir mengkonsumsi daging kelelawar dan ular. Kelelawar diduga menjadi salah satu hewan perantara persebaran virus corona ke manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pedagang daging kelelawar dan daging ular di Pasar Beriman Tomohon, Sulawesi Utara, Ferry Parengkuan mengatakan permintaan daging ular dan kelelawar masih ada meski cenderung berkurang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Memang ada imbauan untuk berhenti (berjualan daging kelelawar dan daging ular), tapi pembeli juga tetap datang," kata Ferry yang telah berjualan daging kelelawar dan daging ular selama 32 tahun, Kamis 13 Februari 2020. Daging kelelawar dan daging ular yang dia jual didatangkan dari Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Satu kilogram daging kelelawar yang sudah dibakar djual sekitar Rp 60 ribu. Dalam sepekan, Ferry menjual sekitar 100 kilogram daging ular phyton. Selain daging ular dan kelelawar, pedagang Pasar Beriman Tomohon juga menjual daging anjing, kucing, tikus, dan sebagainya.
Seorang pelanggan Ferry, Freddy memborong satu kilogram daging ular dan daging kelelawar. Daging itu akan disantap bersama keluarga. Warga Kalutay, Kelurahan Kakaskasen, Tomohon ini mengatakan tak khawatir dengan virus corona saat mengkonsumsi daging kelelawar dan ular.
Daging kelelawar panggang yang sudah dibersihkan akan diolah menjadi hidangan khas Minahasa. TEMPO | Ronny Adolof Buol
"Kami memasaknya dengan sangat baik. Dibakar, direbus, digoreng, baru dimasak dengan santan dan bumbu yang sangat banyak," kata Freddy. "Jadi kami yakin kalau ada virus, pasti sudah mati itu." Tak hanya diolah sebagai bahan makanan di rumah-rumah, sejumlah restoran di Tomohon, khususnya yang menyuguhkan masakan Manado juga masih menjual menu daging kelelawar.
Freddy menunjukkan bagaimana dia mengolah daging kelelawar dan daging ular hingga menjadi hidangan yang lezat. Daging kelelawar dan ular yang dibeli di pasar sudah dalam kondisi dibakar atau dipanggang. Sampai di rumah, dia mencuci daging itu berulang kali kemudian direbus hingga mendidih.
"Khusus untuk daging ular, merebusnya cukup lama sampai sekitar dua jam. Berkali-kali diganti airnya karena daging ular itu alot," kata Freddy. Daging ular dan daging kelelawar yang sudah direbus tadi kemudian digoreng dengan minyak kelapa. Daging itu lalu ditumis dengan bumbu tradisional, seperti cabe, bawang merah, bawang putih, lengkuas, sereh, daun jeruk, daun bawang, kunyit.
Bumbu untuk masakan daging kelelawar dan daging ular di Minahasa. TEMPO | Ronny Adolof Buol
Setelah bumbu meresap ke dalam daging, barulah dimasukkan santan kepala dan tunggu sampai mendidih. "Masakan dua daging ini harus benar-benar pedas. Cabai yang kami gunakan bisanya lebih dari seliter," kata Freddy. Proses memasak yang berulang kali dipanaskan itu membuat orang Minahasa yakin makanan dari daging satwa eksotis ini aman dikonsumsi.
"Bagaimana virus corona akan hidup, kalau memasaknya beberapa kali begini. Lama pula," kata Suhandri, yang ikut menyantap hasil olahan daging kelelawar dan daging ular.