Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Tampil Keren tanpa Rem

Sepeda fixie menyemarakkan riuh rendah kedemenan orang akan olahraga kayuh ini. Klubnya pun bertumbuhan.

13 Desember 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Taman Menteng di kawasan Jakarta Pusat telah menjadi ruang terbuka hijau kota tempat warganya melakukan berbagai aktivitas kreatif. Seperti yang terjadi Jumat malam pekan lalu, sembilan klub sepeda fixie untuk pertama kalinya berkumpul menggelar kompetisi para pengayuh sepeda tanpa rem yang mulai menjadi tren sekitar dua tahun belakangan. ”Digelar semacam turnamen adu kemampuan,” kata Gunawan Budisusilo, 27 tahun, penggelar acara temu klub yang rencananya digelar rutin.

Fixie bukan sepeda biasa. Sepeda jenis ini memiliki gerigi roda belakang terkunci mengikuti pedal. Jadi pedal terus berputar selama roda menggelinding. Fix gear—kepanjangan fixie—ini juga yang membuat sepeda bisa mundur jika dikayuh ke belakang. Sepeda fixie identik dengan sepeda tanpa rem serta tanpa gear atau gigi dinamis belakang. Ini yang membuat fixie sering mewakili gaya minimalis dan tidak ribet. Setiap Hari Bebas Kendaraan Bermotor digelar di Jakarta, misalnya, fixie telah menjadi salah satu ikon di antara festival sepeda di jalanan.

Dalam adu ketangkasan di Taman Menteng, beberapa klub yang berasal dari berbagai daerah di Jakarta hadir, antara lain Tremorzi, Sektor, Fire Snake, Cixie, Fufufu, Woof, dan Fix Bandit. Gunawan, yang berasal dari Fix Bandit, menggagas acara yang diberi judul I’m in Fix itu bersama rekannya, Aditia Windiko dari Fufufu, guna menyatukan para penggemar fixie. ”Ini kesempatan belajar bersama karena banyak yang belum tahu trik-trik sepeda fixie,” kata Gunawan.

Salah satu trik yang dibagikan malam itu adalah skid atau cara mengerem. ”Rem adalah teknik paling penting,” kata Gunawan. Sebab, mengerem fixie tidak sekadar dengan menahan pedal sehingga roda berhenti berputar. Yang harus dilakukan adalah mengurangi putaran pedal secara bertahap, dan badan pesepeda yang berdiri di pedal condong ke depan. Ini dilakukan agar beban di sepeda beralih ke depan sehingga pengereman lebih optimal. Ketika mencoba trik ini, ada beberapa pengayuh fixie yang terjatuh. Dari cara mengerem, masih ada beberapa turunan trik, misalnya long skid, mix skid, dan quick stop.

Trik lain yang bisa dibagi di antara para pencinta fixie adalah track stand. Ini merupakan teknik berdiri di atas sepeda selama mungkin dengan berbagai gaya, seperti menyeberangkan kaki atau melompati setang sepeda. Selain berbagi di sesi pelatihan, trik-trik tersebut dijadikan cabang yang dikompetisikan malam itu. ”Turnamen ini memang tidak resmi, sekadar berbagi keceriaan. Hadiahnya cuma kartu bergambar untuk diselipkan di jari-jari sepeda,” ujar Gunawan.

Pencinta fixie didominasi anak-anak muda dari sekolah menengah, mahasiswa, dan juga karyawan perusahaan yang masih di bawah 30 tahun. Penampilan mereka pun tak mirip pembalap serius—dengan kostum bersepeda lengkap—seperti pengendara sepeda balap yang mahal. Kaus oblong, celana jins, sepatu kets, dan jaket yang kadang disertai topi, itu sudah cukup.

Alasan mereka menyukai fixie adalah sepeda ini lebih modis dan bisa dimodifikasi sesuai dengan selera pemiliknya. Yang utama dan menjadi ciri khas fixie adalah bagian ban yang berwarna-warni: putih, kuning, merah, dan sebagainya. Ciri khas fixie lainnya adalah tidak ada kabel rem yang melintang di badan sepeda sehingga terlihat lebih sederhana. ”Lebih menarik karena sistem kerjanya beda dengan sepeda lainnya,” kata Aditia Windiko, salah seorang penggemar.

Aditia menggeluti fixie baru sekitar setahun belakangan. Sebelumnya, pria yang bekerja secara swadaya ini menggauli MtB atau mountain bike. ”Trik-trik fixie lebih unik,” ujar pemuda 27 tahun ini. Tidak aneh jika penggemar fixie juga bergaya agak ”gila” dan slengekan. Selebritas yang menggemari fixie pun tampak dari ”kelas”-nya, seperti Tora Sudiro, Vincent Rompies, dan Desta. ”Mereka semua menyukai fixie,” kata Rio, Manajer The Cash, grup musik tempat ketiganya bergabung.

Kultur bersepeda memang makin marak dengan kehadiran fixie. Menurut Aming, pemilik bengkel Rilo Bike di Pamulang, dalam seminggu ada sekitar 100 sepeda fixie baru dibangun atau diproduksi. ”Di Jakarta, fixie sudah menjadi tren,” katanya.

Salah satu filosofi penggemar fixie adalah back to old school, karena cara kerjanya mirip mengayuh sepeda teknologi lama—sebelum sistem rem digunakan. Menurut Gunawan, sejarah sepeda pertama kali menggunakan fix gear. ”Tapi sekarang sepedanya sudah lebih modis dan dimodifikasi dalam berbagai bentuk hingga menjadi tren tersendiri.”

Tito Sianipar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus