ILMU kedokteran menyuruk ke dunia sel-sel jaringan. Ilmu praktis ini lalu terkesan bergeser semakin mendekati ilmu-ilmu murni, sarat dengan penelitian dan penemuan-penemuan. Namun, penemuan baru dalam dunia medis bukan cuma menandakan kemajuan ilmu pengetahun. Kini juga berpeluang bisnis industri farmasi. Dua kepentingan yang berbeda ini kemudian menimbulkan dilema. Para peneliti, yang mulanya punya dedikasi ilmu, semakin sadar penemuan mereka bisa mendatangkan kekayaan. Belakangan, ilmuwan malah mau memalsukan kebenaran ilmu demi kepentingan. Kenyataan yang mencemaskan inilah terungkap akhir September lalu. Di Amerika Serikat telah terjadi sejumlah pemalsuan dalam penemuan-penemuan baru di bidang biomedis. Kecurangan yang agaknya sudah berlangsung lama itu, menurut majalah The Economist edisi bulan lalu, dibongkar sebuah Komite Kongres. Mulanya Komite itu berniat mengontrol NIH (National Institutes of Health), lembaga penelitian kesehatan pemerintah. NIH dinilai mengeluarkan dana tunjangan terlalu besar di bidang biomedis, yaitu 8 milyar dolar per tahun. Selain itu, badan ini juga terlalu percaya pada ilmuwan karena penelitian biomedis NIH melibatkan 60% perguruan tinggi di AS. Lemahnya kontrol lembaga ini membuahkan berbagai kecurangan. Pemalsuan penelitian bahkan terjadi pada dua penemuan baru yang tergolong membuahkan loncatan besar dalam dunia kedokteran: Krim Retin-A yang disebutkan mampu menghilangkan kerut kulit wajah dan TPA (tissue plasminogen activator) yang diklaim bisa mengatasi akibat stroke. Retin-A sebenarnya bukan penemuan baru. Obat jerawat yang ditemukan ahli kulit Albert Kligman menjelang 70-an mendapat izin edar pada 1971. Di tahun 1988, Kligman mengklaim menemukan khasiat baru Retin-A. Krim ini disebutkannya mengandung vitamin A sintetis. Senyawa ini, setelah diteliti, mampu merangsang pertumbuhan sel jaringan bawah kulit. Maka, ia bisa menghilangkan kerut-kerut muka akibat ketuaan maupun bekas luka (TEMPO, 26 Maret 1988). Penemuan baru yang mengejutkan itu dipublikasikan Journal of the American Medical Association (JAMA), Januari 1988. Dampak bagi Retin-A yang memang sudah beredar sebagai obat jerawat itu mengalami "boom". Sejak Februari 1988, penjualannya mencapai sejuta tube sebulan. Setelah boom terjadi Kligman, menyangkal penemuan barunya bermaksud menaikkan omset Retin-A. "Saya tak pernah membayangkan akan menjadi kaya, membeli pesawat terbang atau kapal pesiar," katanya ketika itu. Ia menyatakan menyumbangkan royalti yang didapatnya dari penjualan Retin-A kepada Universitas Pennsylvania, tempat ia melakukan penelitian. Benarkah semua pernyataan itu ? Dalam pelacakannya, Komite Kongres menemukan hubungan bisnis antara Kligman, penulis publikasi di JAMA, dan produsen Retin-A. Kemungkinan besar hubungan ini berbentuk penyertaan saham. Inilah kekayaan Kligman yang bukan dari jumlah pembayaran royalti. Harga saham perusahaan yang memproduksi Retin-A di bursa efek naik tajam setelah Februari 1988. Laporan penelitian dan publikasi ilmiah di JAMA ditemukan pada penyidik mengandung penggelapan fakta. Pada penelitian Kligman sebenarnya terdapat sisi yang meragukan. Namun, dalam publikasi di JAMA, kejanggalan dalam penelitian ini dilenyapkan. Komite Kongres lalu memutuskan mengkaji ulang khasiat Retin-A menghilangkan kerut wajah. Hasil penelitian yang dilakukan kelompok independen dengan biaya NIH menunjukkan kemampuan Retin-A menumbuhkan sel-sel jaringan sangat meragukan. Di balik itu terdapat tanda senyawa kandungannya justru mempromosikan tumbuhnya sel-sel kanker. Pemalsuan penelitian TPA lebih gila lagi. Campuran cairan infus produk rekayasa genetik ini diklaim mampu mengatasi akibat stroke. Penemuan ini yang diumumkan awal tahun lalu sempat dianggap revolusi dalam ilmu kedokteran (TEMPO, 25 Mare~t 1989). Stroke, penyumbatan pembuluh darah otak yang menimbulkan cedera otak, memang penyakit mengerikan yang belum bisa ditaklukkan. Siapa penemu TPA tak pernah jelas karena penelitian TPA yang dilakukan sejak tahun 1983 melibatkan 13 universitas dan 5 laboratorium bebas. Entah bagaimana semua hasil penelitian itu menyatakan TPA bisa mengatasi akibat stroke. Bila diberikan di bawah satu jam, setelah stroke terjadi, bahkan bisa menghilangkan sama sekali akibat stroke. TPA akhir tahun lalu mendapat izin edar. Komite Kongres yang melakukan pelacakan kembali menemukan praktek kecurangan. Yang sudah terungkap 14 peneliti utama TPA terbukti memiliki saham Genentech, produsen TPA. Belum jelas apakah mereka membelinya atau menerimanya cuma-cuma. Tapi paling tidak, menurut seorang penyidik, mereka mendapat peluang membeli dengan discount khusus. Genetech tak akan segan-segan memberikan saham. Harga TPA jadi sepuluh kali lipat streptokinase, obat yang hampir sejenis setelah penelitian klinis selesai. Ternyata, kemampuan TPA mengatasi akibat stroke sangat meragukan. Sebaliknya, malah mempunyai risiko menimbulkan pendarahan otak yang lebih luas. Namun, dalam hasil penelitian risiko ini diungkapkan sebagai tidak penting. "Memang ada beberapa hal yang masih harus dikaji," kata John D. Meier, seorang peneliti, ketika itu. "Tapi yang penting kemampuan TPA untuk mengatasi stroke memang terbukti." Pemalsuan itu tak cuma di laboratorium. Dalam percobaan klinis, risiko fatal TPA itu nyata-nyata disembunyikan. Dalam perjanjian dengan sukarelawan, yang mau jadi kelinci percobaan, risiko ini tidak dicantumkan. Hingga kini Komite Kongres masih terus melakukan pelacakan. Ada dugaan masih banyak kecurangan yang akan terbongkar. Bila semua penyidikan ini terbukti, penelitian biomedis saat ini tak lebih dari biro research and development industri. Inikah yang namanya "kemajuan" dalam ilmu kedokteran? J~im S~upangkat~
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini