Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Terima Kasih Untuk Bau Napas

Uap napas yang kurang sedap baunya, membantu diagnosa dini berbagai penyakit. Seperti gangguan liver, radang lambung kronis. Namun para dokter masih ragu menggunakan uji napas ini.

15 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAPAS tak sedap ternyata bukan monopoli ulahnya jengkol atau petai. Juga bukan lantaran gigi kurang terawat. Berbagai studi klinik mutakhir menyimpulkan bahwa uap napas yang semerbak baunya dapat membantu diagnosa dini berbagai penyakit. Misalnya, orang itu mengidap sakit lambung atau gangguan liver. Udara yang diembuskan dari hasil pernapasan diperkirakan mengandung sekitar 400 macam zat kimia. Ini dipaparkan Profesor Michael Phillips dari New York Medical College dalam majalah Scientific American terbitan akhir Juli lalu. Sejak ilmuwan masyhur Lavoisier dan Laplace menyimpulkan bahwa napas merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida, temuan itu tampaknya mengilhami ide munculnya pengukuran zat metabolik lainnya sebagai suatu diagnosa gangguan penyakit. Misalnya, untuk mendeteksi gangguan pencernaan. Sebagai contoh pada penderita diare. Keadaan ini timbul akibat usus penderita tidak mampu menyerap makanan secara normal. Akibatnya, hampir seluruh gula dalam makanan nyelonong terus sampai usus besar. Padahal, di usus besar terdapat bakteri yang mencerna gula dan menghasilkan gas hidrogen. Gas hidrogen tersebut beredar bersama darah dan bermuara di paru-paru. Gas itu kemudian akan berembus keluar dalam sistem pernapasan. Munculnya gas hidrogen lewat pernapasan menandai adanya gangguan pencernaan. Pankreas merupakan organ berikutnya yang sering dikaitkan dengan uji napas ini. Jay A. Perman dari Johns Hopkins University School of Medicine mengambil sample beberapa anak yang menderita cyctic fibrosis -- suatu komplikasi fatal yang kerap menyerang pankreas dan paru-paru. Anak-anak tersebut mula-mula ia beri tepung beras dengan dosis tertentu. Ternyata anak-anak yang menderita gangguan pankreas akan gagal menghasilkan amilase (enzim pemecah bahan tepung) dalam kadar cukup. Akibatnya, penderita pankreas akan kelebihan karbohidrat. Itu akan ditunjukkan dengan uap napasnya yang mengandung gas hidrogen. Di samping gas hidrogen, deteksi gangguan pankreas juga dengan menggunakan isotop karbon 14. Gangguan pankreas akan ditunjukkan dengan menurunnya kadar 14-CO2 yang terkandung dalam udara yang diembuskan lewat napas. Dengan menggunakan karbon 14, gangguan lambung yang umum terjadi, seperti borok lambung (peptic ulcer disease) dan radang lambung kronis, juga dapat didiagnosa lewat tes napas secara dini. Selama ini, kedua penyakit yang diakibatkan infeksi Helicobacter pylori ini biasa terlambat terdeteksi. Karena, untuk memastikan penyebabnya, biasanya dokter akan menggunakan endoskopi, yaitu alat yang dimasukkan lewat mulut ke lambung pasien. Cara itu dinilai kurang praktis dan mengganggu. Barry J. Marshall dari Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Virginia, AS, membuktikan bahwa diagnosa gangguan lambung lewat uji napas tampaknya bisa dijadikan pilihan para dokter. Untuk diagnosa itu, pasien diminta makan urea yang mengandung atom karbon 14. Bakteri yang ada di dalam lambung akan menguraikan urea. Zat buangan yang terbentuk adalah 14-CO2, yang akan keluar bersama udara napas. Perkembangan diagnosa lewat pernapasan ini tampaknya merangkak naik. Kini cara itu bisa mendeteksi gangguan pada liver. Padahal, selama ini pertanda bahwa sebuah liver rusak akibat hepatitis, misalnya, kerap tidak mampu dikenali secara dini. Dan baru terdeteksi jika penderita memberikan tanda khas, seperti warna kuning pada mata dan kuku. Padahal, saat itu, biasanya 50% sel-sel livernya sudah mengalami kerusakan. Dengan metoda pernapasan, gejala itu sejak awal bisa terdeteksi. Yaitu, dengan menguji proses demetilase nitrogen di dalam mikrosom liver. Pada liver yang sehat, proses demetilasenya akan melepaskan sejumlah tertentu karbon dioksida. Dan proses ini akan mengalami gangguan, jika liver mengalami usikan sekecil apa pun. Untuk mendeteksi kerusakan liver, dokter bisa memberikan komponen yang bisa memberikan sinyal, seperti aminopyrine, phenacetin, atau galaktosa yang mengandung atom karbon 14. Jika dalam uap napas seseorang terdapat penurunan kadar 14-CO2, dapat dipastikan livernya terganggu. Di samping itu, ada cara lain untuk mendeteksi gangguan liver. Misalnya, dengan mendeteksi keluarnya kandungan kimia demetil sulfida dari udara pernapasan. Pada liver yang rewel, biasanya ditandai dengan terganggunya proses metabolisme sulfur sehingga kandungan napasnya akan membawa demetil sulfida. Pada prakteknya, dokter ragu-ragu menggunakan uji napas ini sebagai salah satu diagnosa. Kendati begitu, dengan perbaikan sistem dan teknik, tidak mustahil metoda tes lewat pernapasan ini bakal menjadi penting dalam jangka panjang. "Hanya, metoda yang meliputi penampungan dan analisa sampel yang masih tergolong rumit dan mahal," kata Phillips. Karena itu, agar uji napas ini menjadi rutin dalam pemeriksaan, perlu diprioritaskan penyederhanaan dan evaluasi klinik. Gatot Triyanto dan Bambang Purwantara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus