Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tips Kesehatan

6 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gerak Badan Bagus untuk Mata

Tak ada ruginya rajin gerak badan, biarpun cuma naik-turun tangga dan berjalan mondar-mandir di ruangan kantor. Aktivitas fisik ringan itu berguna untuk menjaga kesehatan mata. "Gaya hidup aktif dapat mengurangi risiko gangguan mata yang menjadi pemicu kebutaan di masa tua," kata Michael Knudtson, peneliti dari University of Wisconsin School of Medicine and Public Health, pekan lalu.

Sejalan dengan bertambahnya umur, fungsi mata cenderung menurun dengan adanya proses degenerasi makula, yakni area kecil di tengah retina. Kondisi yang disebut age-related macular degeneration (AMD) ini diawali dengan gejala mata rabun dan dipungkasi dengan terjadinya kebutaan.

Nah, menurut Knudtson, aktivitas fisik bermanfaat melawan proses degeneratif ini. Kemungkinan terbentuknya pembuluh darah abnormal pada makula, penyebab perdarahan dan rusaknya penglihatan, dikurangi dengan adanya gerakan fisik.

Riset Knudtson dimulai pada tahun 1988 dengan 3.900 responden pria dan wanita usia 43-86 tahun yang tinggal di Beaver Dam, Wisconsin, AS. Seluruh responden menjalani pemeriksaan kesehatan dan diamati aktivitas fisiknya. Kondisi kesehatan responden juga secara rutin diamati saban tahun selama 15 tahun.

Hasilnya, seperti dilansir British Journal of Ophthalmology edisi terbaru, responden yang memiliki gaya hidup aktif terbukti 70 persen lebih sedikit mengalami kejadian AMD. n

Sehat Mental karena ASI

Ini satu lagi kelebihan air susu ibu (ASI). Bayi yang diberi ASI tak hanya fisiknya tumbuh lebih sehat, tapi juga akan menjadi anak-anak yang lebih bahagia dengan mental yang sehat. Kuncinya, menurut tim periset dari Institut Telethon untuk Penelitian Kesehatan Bayi, Australia, adalah pemberian ASI eksklusif plus, minimal enam bulan.

"Mereka terbukti memiliki risiko lebih kecil mengidap masalah mental seperti perilaku agresif, antisosial, atau depresi," kata Dr Wendy Oddy, anggota peneliti, seperti dilansir Pediatric News pekan lalu.

Kesimpulan itu didapat setelah tim peneliti meng-ikuti proses tumbuh-kembang lebih dari 2.500 anak di Australia Barat. Riwayat perkembangan kesehatan responden diikuti secara periodik saat responden berusia 2, 6, 8, dan 10 tahun. Total, pengamatan memakan waktu 16 tahun.

Mari kita simak data kelompok bayi yang diberi ASI kurang dari enam bulan. Pada usia dua tahun, menurut riset ini, bayi pada kelompok ini memiliki 52 persen risiko menghadapi masalah mental. Risiko serupa meningkat menjadi 55 persen saat bayi pada grup ini berusia enam tahun, dan menjadi 61 persen ketika mereka berumur delapan tahun.

Lalu, pada usia 10 tahun, risiko terpapar masalah kesehatan mental tercatat lebih tinggi 37 persen pada bayi de-ngan ASI yang bukan eksklusif plus. "Ini bukti bahwa faktor bioaktif ASI berperan penting dalam perkembangan otak bayi yang sangat cepat pada tahun pertama kehidupan," kata Oddy.

Penyakit-penyakit Setelah Bercerai

Perceraian tak hanya mem-buat sakit hati tapi juga sakit betulan, terutama bagi pi-hak perempuan. Awalnya memang hanya berupa gangguan kesehatan mental, seperti kesengsaraan psikologis. Namun, di kemudian hari, kondisi fisik yang bersangkutan cenderung terus menurun. Walhasil, berbagai penyakit, mulai dari flu, radang tenggorokan, sampai gangguan jantung dan kanker, jadi gampang mampir.

Adalah Fred Lorenz, peneliti dari Universitas Iowa, Amerika Serikat, yang meneliti kaitan perceraian dengan kesehatan. Bersama timnya, ia meneliti 416 wanita pedesaan di Iowa, 102 di antaranya telah bercerai dari suaminya. Pengamatan dilakukan selama sepuluh tahun, sejak awal 1990-an, demikian dilaporkan Journal of Health and Social Behavior, yang dikutip Associated Press, pekan lalu.

Tim peneliti menemukan, pada fase-fase awal, perempuan yang bercerai mengalami kesengsaraan psikologis tujuh persen lebih tinggi dibanding wanita yang masih rukun dengan pasangannya. Beda tipis memang, cuma tujuh persen. Pada tahap awal ini kondisi fisik perempuan yang bercerai dan yang tidak juga relatif sama.

Namun, sepuluh tahun kemudian, kondisinya berubah. Perempuan yang bercerai 37 persen lebih banyak dihinggapi berbagai penyakit yang menyerang fisik. Hal ini, Lorenz menduga, muncul akibat hujan masalah psikis dan fisik setelah perceraian seperti lilitan masalah keuangan dan keruwetan kepengurusan anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus