Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Waspadai Gangguan Perkembangan Janin Akibat Rokok

BKKBN menyebut paparan asap rokok dapat mempengaruhi perkembangan janin jadi lebih lambat.

5 Agustus 2022 | 12.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi wanita hamil merokok. babycarejournals.co

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Data Riskesdas 2018 menyebutkan 22,6 persen bayi lahir dalam keadaan panjang badan kurang dari 48 centimeter dan 29,5 persen lahir prematur. Masalah lain yang timbul yakni merokok setidaknya telah membunuh 290 ribu orang setiap tahun dan memicu timbulnya 33 penyakit terkait dengan total kematian 230.862 orang pada 2015. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut paparan asap rokok dapat mempengaruhi perkembangan janin jadi lebih lambat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pengaruh rokok itu terbukti, semua sepakat dari hasil, katakanlah meta analisa atau statistik review. Itu semua menunjukkan bahwa pengaruh rokok adalah janin tumbuh lambat. Secara ilmiah antara rokok dan pertumbuhan janin, ini sudah terbukti dan sangat signifikan,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasto menuturkan ibu hamil yang terpapar atau merokok akan menjadi perokok pasif yang mempengaruhi jalannya distribusi nutrisi atau oksigen pada janin. Hal itu akan memperbesar kemungkinan terjadinya kekerdilan pada anak (stunting) karena bayi bisa lahir dalam kondisi prematur ataupun berat badan lahir rendah (BBLR), yang merupakan faktor-faktor penyebab stunting.

Rokok juga menjadi penyebab terjadinya kematian terbesar akibat penyakit tidak menular. Adapun, kerugian makro mencapai Rp 596,61 triliun. Dengan demikian, Hasto meminta seluruh anggota keluarga yang merokok dapat lebih menjaga ibu dan anak di rumah dengan cara tidak berada di dekat mereka saat merokok.

“Kalau melarang orang merokok itu hampir pasti kita gagal. Tapi kalau mencegah orang merokok kemungkinan sukses besar. Oleh karena itu, sebaiknya kita mencegahnya lewat perokok baru atau anak-anak ini,” jelas Hasto.

Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC) IAKMI, Sumarjati Arjoso, ikut menjelaskan bahwa terjadi peningkatan jumlah perokok pada anak di bawah 18 tahun. Dari data yang dimiliki, tiga dari empat orang telah merokok sejak berusia di bawah 20 tahun. Pada 2013 prevalensi perokok anak di Indonesia mencapai 7,20 persen namun meningkat signifikan di 2019, yakni 10,70 persen.

“Jika tidak dikendalikan, prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16 persen di 2030,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Ede Surya Darmawan, meminta pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang zat adiktif supaya perlindungan terhadap anak dari produk rokok semakin diperkuat. Ede menyebutkan sejumlah aturan yang perlu diperhatikan yakni pembuatan aturan larangan menjual rokok secara ketengan alias batangan, pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok di berbagai media, baik di luar atau dalam ruangan, juga media.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus