Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Singapore Airlines SQ321 yang terbang dari London menuju Singapura mengalami turbulensi parah pada Selasa, 21 Mei 2024. Insiden itu membuat satu orang tewas di tempat dan puluhan lainnya luka-luka. Pesawat Singapore Airlines Boeing 777-300ER mengalami turbulensi hebat hingga terpaksa mendarat darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, pada pukul 15.45 waktu setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Turbulensi menjadi salah satu hal yang ditakuti dalam penerbangan jarak jauh. Fenomena alam ini bisa lebih dari sekadar mengganggu karena terbukti memakan korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Turbulensi hebat dapat menggetarkan pesawat dengan sangat keras hingga pesawat naik dan turun sebanyak 100 kaki (30 m) meter dalam satu waktu. Insiden ini tidak dapat diprediksi karena terkait dengan cuaca. Para ahli memperingatkan bahwa perubahan iklim yang juga mengubah pola cuaca membuat turbulensi parah mungkin akan lebih sering terjadi.
Interior pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 digambarkan setelah pendaratan darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, 21 Mei 2024. REUTERS/Stringer
Mengenal turbulensi
Turbulensi dirasakan sebagai guncangan di dalam kabin yang tingkatnya beragam. Pada tingkat yang parah, ini bisa membuat barang-barang-barang berjatuhan, penumpang terpelanting, dan masker oksigen darurat keluar.
Dilansir dari Daily Mail, David Birch, kepala Pusat Aerodinamika & Aliran Lingkungan di Universitas Surrey, mengatakan bahwa ini semua disebabkan oleh aliran udara.
“Ketika Anda mengalami turbulensi di sebuah pesawat, hal ini terjadi karena pesawat tersebut terbang ke wilayah udara yang terganggu, dipenuhi pusaran air," katanya, seperti dikutip Selasa, 21 Mei 2024.
Jika kapal di laut menerjang ombak, pesawat didorong oleh udara yang bergerak. Gangguan tersebut diurutkan berdasarkan skala dari ringan, yang menyebabkan sedikit perubahan ketinggian yang tidak menentu, hingga parah, di mana pesawat terombang-ambing dengan keras dan hampir tidak mungkin dikendalikan.
Hal ini tidak hanya membuat penerbangan menjadi tidak nyaman, namun juga dapat menyebabkan kerusakan struktural pada pesawat dan bahkan membahayakan penumpang.
Penyebab turbulensi
Udara berombak yang dirasakan sebagai turbulensi bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Birch menjelaskan, turbulensi dapat disebabkan oleh fenomena alam seperti pola angin normal di atmosfer, atau karena hentakan pesawat lain di dekatnya.
Salah satu penyebab paling umum dari turbulensi parah adalah turbulensi mekanis, yang sangat umum terjadi di sekitar pegunungan dan penghalang fisik lainnya. Ketika angin menerpa pegunungan, maka akan terbentuk seperti gelombang. Arus udara yang pecah ini menciptakan udara bergejolak yang mengguncang pesawat saat mencoba melewatinya.
Namun, beberapa turbulensi dahsyat disebabkan oleh badai petir yang menciptakan arus vertikal besar dari udara yang ganas.
Menurut Layanan Cuaca Nasional, arus ini dapat menyebabkan pesawat naik atau turun antara 600 dan 1.830 meter sekaligus.
Selain itu, turbulensi pesawat komersial juga bisa karena arus kuat yang disebut aliran jet.
Paul Williams, profesor ilmu atmosfer di Universitas Reading, mengatakan bahwa ini juga disebut turbulensi udara jernih.
"Hal ini mungkin sulit untuk dihindari karena tidak muncul pada radar cuaca di dek penerbangan," kata dia.
Kronologi Singapore Airlines Turbulensi Parah
Singapore Airlines meninggalkan Bandara Heathrow Inggris pada Senin malam pukul 22.17 waktu setempat dengan 211 penumpang dan 18 awak.
Namun, penerbangan tersebut mengalami turbulensi ekstrem saat berada di dekat ruang angkasa Myanmar, wilayah yang saat ini sedang dilanda badai petir tropis ekstrem.
Laporan cuaca penerbangan menunjukkan bahwa badai petir yang mencapai ketinggian 51.000 kaki saat ini tersebar di wilayah barat Thailand.
Menurut laporan, pesawat tersebut diyakini turun mendadak selama beberapa menit dalam turbulensi ekstrem di ketinggian 31.000 kaki.
Ada kemungkinan bahwa meningkatnya arus udara akibat badai tropis menyebabkan turbulensi hebat yang memaksa pesawat jatuh.
Inilah salah satu alasan mengapa penumpang diminta untuk menyimpan semua tas di loker di atas atau di bawah kursi. "Benda-benda ini berpotensi berbahaya jika kabin terguncang," kata Birch. "Demikian pula, jika Anda tidak mengenakan sabuk pengaman, Anda bisa terluka sama seperti saat Anda berada di dalam mobil bahkan dalam tabrakan kecil," dia menambahkan.
Menurut Otoritas Penerbangan Federal (FAA), terdapat 163 orang cedera serius akibat turbulensi antara 2009 dan 2022.