Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin redaksi Kompas, Ninuk Mardiana Pambudy mengatakan wartawan senior Arswendo Atmowiloto berperan besar mewarnai media di Kelompok Kompas Gramedia (KKG). “Dia sosok yang berpikir bebas, sesuai dengan pembawaannya yang memang enak diajak bicara apa saja,” kata Ninuk kepada Tempo melalui pesan Whatsapp, Jumat, 19 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wartawan senior dan sastrawan Arswendo Atmowiloto wafat pada Jumat petang, 19 Juli 2019 karena kanker prostat di rumahnya, Kompleks Kompas, Jalan Damai, Pesanggrahan, Jakarta. Sebelumnya, Arswendo sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ninuk menjelaskan, Arswendo Atmowiloto bekerja keras membentuk majalah remaja HAI dan Tabloid Monitor yang saat itu sangat popular. “Meskipun Monitor juga yang membuat almarhum terkena masalah dan sempat masuk penjara,” ujarnya. Arswendo pernah tersandung kasus penghinaan Nabi Muhammad lantaran membuat polling tokoh favorit di Tabloid Monitor.
Menurut Ninuk, sebagai institusi, Kompas merasakan kehilangan besar dengan kepergian Arswendo yang merupakan orang dengan talenta berbakat serba bisa. Ia menyebut salah satu karya besar Arswendo sebagai sastrawan adalah novel Keluarga Cemara yang berkali-kali dibuat serial dan terakhir film.
Jenazah Arswendo Atmowiloto saat ini disemayamkan di rumah duka, Kompleks Kompas B-2, Jalan Damai, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan. Jenazah akan dimakamkan besok di Sandiego Hills, Karawang, Jawa Barat pada Sabtu, 20 Juli 2019. Jenazah akan dibawa ke tempat peristirahatan terakhir setelah digelar misa requiem sekaligus pelepasan jenazah di Gereja St. Matius Penginjil, Paroki, Bintaro, Pondok Aren pada pukul 10 pagi.