Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Benyamin "anak modern"

Profil benyamin. sanjungan dari beberapa seniman. karya dan sikap hidupnya. animo masyarakat terhadap lagu maupun filmnya.

1 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH Bing tiada, setelah Kwartet Jaya pecah, setelah Gudel berhenti pada langkah kecil, sering ditanyakan pada siapa lagi kita letakkan harapan sebagai penghibur kita semua. Banyak grup bermunculan di ibukota. "Surya Grup" misalnya. Tapi ada seorang yang jauh lebih menampakkan potensi, karena dia berjuang sendiri. Setidak-tidaknya bahaya laten berupa perpecahan yang selalu melanda "grup" yang baru saja sukses, tidak jadi momoknya. Dan orang itu adalah Benyamin. Lengkapnya: Benyamin S. Ia sudah tegak di antara kita, meskipun dimulai dengan banyak ganjelan. Tatkala seorang penyanyi dan pelawak dari kampung dinobatkan sebagai aktor terbaik pada tahun 1973, banyak orang melongo. Sedikit sekali yang benar-benar percaya, bahwa sebuah film komedi yang bernama Intan Berdun telah sanggup menyulap seorang penyanyi "gambang keromong" menjadi orang yang berhak menerima kehormatan yang diidamkan oleh setiap Bintang Film itu. Benyamin - sang aktor - barangkali membuka juga telinganya pada waktu itu. Tetapi hatinya tetap tenang. Ia terus membuka mulutnya untuk mengucurkan lagu "pop" Betawi dengan lirik-lirik yang menyentuh hati masyarakat kelas bawah. Sementara itu tangannya mulai sibuk menandatangani kontrak film, untuk muncul dalam beberapa dagelan-dagelan konyol. Kombinasi ini ternyata merupakan alat yang efektif sekali untuk menjadi orang yang populer dan kaya. Tiba-tiba saja anak bungsu keluarga Syuaib ini, sekarang sudah menempati sebuah rumah baru di Pondok Labu yang berharga sekitar Rp 100 juta. Tak kurang dari itu banyak orang menyangkakan permainannya dalam film Si Doel Anak Modern amat meyakinkan. Memang, Benyamin lebih dianggap sebagai seorang badut biasa. Tapi kini mungkin mulai terpikir juga apa yang ada sebenarnya di balik banyolan-banyolannya yang sederhana Sebab jelas ia tak lagi cuma badut. Setidaknya ia kini menjadi seorang produser yang antara lain menghasilkan film Koboi Ngungsi dan Hipies Lokal Pada masa Rachmat Kartolo dipuja karena kecengengan dalam lagu "Patah Hati", Benyamin masih menjadi anggota rombongan yang berbunyi "cuap-cuap". Ia menempuh jalan yang cukup panjang sebelum mengecap enaknya macam sekarang. Anak nomor 8 yang lahir dengan pertolongn dukun Saodah ini (5 Maret 1939) pernah bercita-cita untuk menjadi pilot. Setengah jam bergaul dengan dia sudah bisa terasa bahwa pilot gagal ini tidak hanya mengandelkan spontanitas dan lirik-lirik lagu yang bisa menukik cabul. Tapi juga punya "wawasan" tentang hidup. Ia tidak hanya tangkas, tukang sabet yang cerdik dari kenyataan sehari-hari yang kecil, tetapi juga manusia yang berpikir. Ambisinya untuk mencuat sebagaimana seorang artis tidak sempat mematok dia jadi semata-mata robot penangkap duit. Ada gagasan moral yang selalu dicoba untuk dipeliharanya. Kalau kita katakan bahwa dia moralis, barangkali terlalu mengagetkan. Tetapi sesungguhnyalah dia tidak acuh tak acuh dan blo'on sebagaimana yang mungkin terkesan dari wajahnya. Barangkali perlu disebutkan di sini bahwa setelah tamat SMA (Taman Madya) bagian C, ia pernah menjadi mahasiswa Universitas Sawerigading jurusan Management sampai hampir tingkat II. Kendati pada masa kecilnya tak pernah bermimpi akan jadi penyanyi dan bintang film, caranya mengutarakan kariernya pada saat ini, tidaklah dramatis. Benyamin memandang dengan biasa saja dan bercerita, betapa ibunya tidak berkenan memberi dia izin jadi pilot. Dengan kepintarannya sebagai tukang bola ia berhasil diterima sebagai pegawai PPD (Perusahaan Pengangkutan Djakarta) sebagai kondektur. Sebulan ia melayani rute Banteng-Jalan Minangkabau, Manggarai lalu berhenti. Ia tidak puas ijazah SMA-nya disamakan dengan SD. "Kerja saya suka brantem sama penumpang", kata Benyamin. Tahun 1961 ia tercatat sebagai pegawai PN Asbes Semen selama 7 tahun. Tapi kemudian tatkala ada rasionalisasi ia keluar. "Saya keluar, saya nggak mau dipindah ke DKI untuk mulai dari nol lagi. Saya berhenti kerja, lalu ngandelin dari musik saja", kata Ben selanjutnya. "Saya nggak pikir, apakah saya bisa hidup atau nggak, pokoknya jalan terus!" Kekerasan hati ini tidak dibarengi oleh kekonyolan, tapi perhitungan. Waktu itulah dia mengendarai DKW Humell milik kantor menyerahkan lagu "Nonton Bioskop" di studio DIMITA pada Bing Slamet. Almarhum Bing pada waktu itu hanya berkata: "Gua tahu lu bisa nyanyi, coba aja nyanyi". Benyamin tak berpikir lagi. Ia masuk ke studio. Kemudian lahirlah sebuah LP Pop Betawi yang berisi "Teisennya", "Kembang Jatoh", "Asal Mogok Genjot". Lagu yang disebutkan terakhir lahir karena DKW-nya mogok-mogok melulu di tengah jalan. "Asal mogok genjot", kata Ben sambil ketawa. Caranya menulis lagu, yang bisa lahir di mana saja, barangkali dapat jadi gambaran hahwa orang ini telah berusaha tampil apa adanya. Kekasaran dalam lirik-liriknya, irama yang diketemukannya, dan kadangkala ke sentimentilan yang mencuat keluar dari lagu-lagunya, di samping merupakan ekspresi yang jujur juga merupakan satu cara supaya bisa komunikatif. Dengan mengandelkan segi-segi yang murah dalam lagu-lagu itu kemudian Ben mencoba menitipkan sedikit pesan moral. Banyak orang dengan tidak sengaja hafal lagu-lagunya. Barangkali mula-mula karena tertarik oleh kemungkinan-kemungkinannya untuk memberi asosiasi cabul, tapi lama-lama ternyata Ben berusaha mengingatkan pada sesuatu tanpa kesan mendikte. Sampai di sini orang mau tak mau jadi berpikir bahwa di balik segala kejenakaan Benyamin yang spontan, tersimpan disiplin yang baik untuk melempengkan kenyataan yang timpang sehari-hari. Maka tak heranlah berkata seorang Mus Mualim: "Hanya satu yang tidak diketahui orang tentang Benyamin. Dia menghidupkan lagu Betawi yang nyaris mati, itu jasanya. Sebaiknya memang kepadanya diberikan penghargaan". Benyamin sendiri tak bisa berkata-kata terhadap hal ini. Barangkali ia tidak tahu benar apakah dia menggali atau mengacaukan kebudayaan Betawi. Seperti dinyatakannya sendiri, setelah ia tidak berhasil menjadi pilot, cita-citanya yang lain yakni menunaikan ibadah ke Tanah Suci. Dan itu telah terlaksana haru-baru ini. Kini ia Haji dan ayah dari anak laki-laki. Dan ia sekarang lebih banyak memikirkan hari depan anak-anaknya, di samping sibuk main flm dan rekaman manakala ada kesempatan, dengan grup pengiringnya yang bernama The Bebi's. Dengan didampingi oleh Noni, isterinya yang dinikahnya waktu tamat dari SMA (waktu dia berumur 19 tahun sedangkan Noni 17 tahun) Benyamin jadi salah seorang artis yang paling sibuk kini di Ibukota. Tahun ini (1976) saja ia sempat menolak beberapa film, karena tak mungkin bisa dilayaninya lagi. Sedangkan tahun depan (1977) hampir sepanjang tahun telah penuh. Toh ia masih merencanakan melakukan beberapa tour ke daerah. Ia menulis lagu, juga kini mulai menulis cerita untuk film-fllm yang digarapnya sendiri. Selain itu ia membiarkan juga putera sulungnya Beib Habani (17 tahun) mendirikan band yang kini sudah menghasilkan dua buah kaset lagu-lagu, yang tak jauh warnanya dari lagu-lagu Ben sendiri. Anak-anaknya yang lain Bob Benito (14), Beim Triani (12), Beno Rachmat (10) dan Benny Pendawa (7) ada kemungkinan juga akan men8ikuti jejaknya, sebagai penyanyi atau pemain film.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus