Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Saya terapkan taktik napoleon...

Wawancara tempo dengan benyamin tentang menyanyi, lagu betawi, mengarang lagu, serta main film. juga tentang sikap hidupnya.

1 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bawah ini wawancara dengan Benyamin yang dilakukan di tempat kediamannya yang baru di Pondok Labu. Ini adalah gedung beton dengan halaman seluas lebih dari 500 mÿFD dengan perlengkapan sebuah ~VW Beetle, Peugeot Coklat sebuah VW Combi, meja bilyard dan Ensiclopaedia Britanica Rumah ini tampaknya tenang dan orang-orangnya rukun. Tanya: Mengapa ar~da menyanyikan pop Betawi? Jawab: Bersamaan dengan masa konfrontasi Malaysia, lagu ngak-ngik-ngok diganyang. Lagu-lagu Minang kemudian mengorbit. Dalam hati saya timbul pertanyaan, lagu Betawi 'kan banyak? Saya kan orang Betawi, kenapa nggak bisa? Kemudian lagu-lagu itu saya gali. Tadinya sih cuma ngarang lagu, misalnya saja "Ade-Ade Saja" dan "~ujan Cerimis" Kemudian Bing memberi kesempatan. T: Bagaimana caranya anda bisa mengarang lagi begitu banyak? J: Inspirasi timbul di mana saja, kapan saja. Sering di kakus jadi. Pada hal kebanyakan orang kan bengong di kakus. Lagu "Lampu Merah" lahir di perempatan jalan, lagu "Si Jampang" dikarang waktu anak saya main gambar tempel di baju kaosnya. T: Lirik-link anda sering menjurus jadi jorok, apa disengaja? J: Kadang disengaja, kadang tidah. Biar kayak pisau mata dua. Naa, tinggal asosiasi kita saja, sebab pikiran orang 'kan selalu menjurus ke sana. Kalau kita belajar Etnologi, manusia 70% cenderung berbuat kejahatan, naa yang cenderung ini saya ambil. Mereka tidak sadar, asal kita sendiri jangan sampai menjurus ke sana. Manfaatnya, kayak lagu "Lampu Merah", dia kan akhirnya tahu peraturan lalu lintas. Saya nggak berani bikin lagu yang sifatnya mendikte. Sebab saya sendiri nggak mau dinasehati, makanya saya kasih humor saja, supaya ingat. Sebab harus kita akui pikiran manusia itu kriminil. Lagipula sifat orang Indonesia kan humoristis, biar di rumah berkelahi. di jalanan bertemu teman bercanda. Ini sifat dari Sabang sampai Merauke. T: Untuk siapa anda menyanyi? J: Saya pikir dulu saya nyanyi untuh lokal Jakarta, ternyata sekarang sampai luar negeri. Tanya deh mahasiswa yang baru pulang dari luar negeri pasti punya lokasi, eh, koleksi kaset saya. Baili lia di Jerman atau London. Saya tidak bcrpikir untuk golongan manakah saya nlenyanyi. Saya mencoba mengetrapkan lagu-lagu Betawi - kayak lagu-lagu Minang. T: Apa anda punya guru? J: Guru dalam spirit almarhum Bing Slamet. Waktu Bing nyanyi saya tanya pada diri sendiri kapan saya bisa nyanyi kayak dia. Gua nggak mau nyanyi kalau nggak kayak dia. Saya sering berkunjung ke rumahnya. Bing sering pesan: "Kalau kita mau nyanyi jangan malu-malu dan jangan lupa asal mula". T: Kenapa anda sering main film-film konyol? J: Ibarat dalam lagu, kita bedakan ada lagu yang serius dan rusak-rusakan. Jadi ada pemisahan menurut kemauan produser dan sutradara. Kalau misalnya filmnya dibikin brengsek seperti Biang Kerok, mau nggak mau saya mesti main begitu. Kalau diminta lagi kayak si Doel saya berusaha menyesuaikan bagaimana kemauan Syumanjaya (sutradara). Jangan lupa si Doel skenarionya saya baca beberapa kali. Di film lainnya, begitu saya tahu jalan ceritanya, saya improvisasi saja. T: Apa karier anda tidak mempengaruhi kehidupan keluarga anda? J: Tidak. Sebab isteri saya dapat mengerti dan membantu saya. Itu sebabnya saya jarang pergi sama-sama dengan dia khawatir kalau-kalau ada perlakuan dari orang-orang terhadap saya yang tidak bisa diterimanya. Cuma satu hal yang saya takutkan dalam hal ini, efek terhadap anak. Dalam film perasaan orang awam sudah ngecap: "Oh Benyamin itu begitu!" Saya takut kalau dalaun hati anak-anak itu lalu bilang: "Oh bapak lu begitu". Untuk ini saya selalu berikan mereka kebesaran hati, itu hanya dalam film. Pada isteri saya bilang: Saya tidak bercita-cita untuk jadi bintang, itu terbawa hidup saja. T: Apa anda banyak membaca atau punyaa hobi lain? J: Ya. Saya baca buku karangan Hamka. Dan saya senang filsafat. Filsafat hidup saya: dalam jejak kita harus menengok ke belakang, musuh yang utama adalah diri sendiri. Saya senang membaca riwayat hidup orang-orang besar. Bismarck dan Napoleon misalnya. Saya terapkan taktik Napoleon dalam lagu. Menurut dia sebelum kita tanyakan rencana kita pada seorang Jenderal lebih baik tanyakan dulu pada seorang Kopral. Jadi dalam lagu, sebelum saya tanyakan pendapat orang pinter tentang lagu saya, saya tanya dulu anak saya sendiri. T: Bagaimana sikap anda terhadap kritik atau kecemburuan orang terhadap sukses anda? J: Sebetulnya dulu saya tukang ribut, fisik, orang ngeliatin saja nggak boleh. Tapi sekarang lain. Di dunia ini tak semua orang benci pada kita tapi juga tidak semuanya senang sama kita, itu kan baik buat balans. Menghadapi serangan saya lebih banyak diam, karena saya ibaratkan sebagai bantingan bola bekel, makin keras bantingnya makin keras juga mumbulnya. Dulu pernah ada kasus Persoalan Bintang Mirip, ada orang yang mirip saya yang mau menantang ngadu akting, ada tulisan yang sifatnya menyerang menjelek-jelekkan, tapi tidak saya ladeni. Belakangan orangnya datang sendiri secara baik-baik tanya mengapa saya tidak balas. Saya bilang pada dia: "Kamu kan sebagian kecil dari embel-embel yang diadu oleh orang. Kalau saya layani itu kan ngotor-ngotorkan mulut saja". Bagi saya andaikan ada orang berbuat kesalahan lalu datang pada kita, kita jangan memberi hukuman, biarkan hati kecilnya yang menghukum dirinya sendiri. T: Kadangkala terselip pula lagu sentimentil dalam alum anda, apa anda punya masa lalu yang menyedihkan? J: Karena saya senang pada Percy Sledge, di samping senang yang jantan-jantan seperti Marlon Brando, Kirk Douglas dan Charles Bronson. Terus terang barangkali karena saya anak bungsu kurang sekali yang menyedihkan. Tapi itu terbawa sampai sekarang, saya suka ngambek. Kepada isteri saya juga begitu, saya kira saya lebih manja daripada dia. T: Apa harapan anda untuk masa datang? J: Dulu saya bercita-cita jadi penerbang, sekarang apalagi cita-cita saya kalau bukan membesarkan anak. Tapi di depan Ka'bah saya minta supaya orang Indonesia semuanya disiplin dalam segala hal. Tapi saya sadar semuanya tidak bisa diminta saja, tapi harus dijalankan. T: Bagaimana dengan pasangan baru Herlina Effendy, puas? J: Saya merasa paling cocok dengan Ida. Lina Effendy dalam penyesuaian. Insya Allan bisa, tapi harus usaha cari bentuk. Ida kan sampai 5 tahun, dari tahun 1971 sampai kawin. Bahkan kemarin dulu setelah kawin masih mau saya ajak ke Ujung Pandang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus