DI bawah ini wawancara dengan Benyamin yang dilakukan di
tempat kediamannya yang baru di Pondok Labu. Ini adalah
gedung beton dengan halaman seluas lebih dari 500 mÿFD dengan
perlengkapan sebuah ~VW Beetle, Peugeot Coklat sebuah VW
Combi, meja bilyard dan Ensiclopaedia Britanica Rumah ini
tampaknya tenang dan orang-orangnya rukun.
Tanya: Mengapa ar~da menyanyikan pop Betawi?
Jawab: Bersamaan dengan masa konfrontasi Malaysia, lagu
ngak-ngik-ngok diganyang. Lagu-lagu Minang kemudian mengorbit.
Dalam hati saya timbul pertanyaan, lagu Betawi 'kan banyak?
Saya kan orang Betawi, kenapa nggak bisa? Kemudian lagu-lagu
itu saya gali. Tadinya sih cuma ngarang lagu, misalnya saja
"Ade-Ade Saja" dan "~ujan Cerimis" Kemudian Bing memberi
kesempatan.
T: Bagaimana caranya anda bisa mengarang lagi begitu banyak?
J: Inspirasi timbul di mana saja, kapan saja. Sering di kakus
jadi. Pada hal kebanyakan orang kan bengong di kakus. Lagu
"Lampu Merah" lahir di perempatan jalan, lagu "Si Jampang"
dikarang waktu anak saya main gambar tempel di baju kaosnya.
T: Lirik-link anda sering menjurus jadi jorok, apa disengaja?
J: Kadang disengaja, kadang tidah. Biar kayak pisau mata dua.
Naa, tinggal asosiasi kita saja, sebab pikiran orang 'kan selalu
menjurus ke sana. Kalau kita belajar Etnologi, manusia 70%
cenderung berbuat kejahatan, naa yang cenderung ini saya ambil.
Mereka tidak sadar, asal kita sendiri jangan sampai menjurus ke
sana. Manfaatnya, kayak lagu "Lampu Merah", dia kan akhirnya
tahu peraturan lalu lintas.
Saya nggak berani bikin lagu yang sifatnya mendikte. Sebab saya
sendiri nggak mau dinasehati, makanya saya kasih humor saja,
supaya ingat. Sebab harus kita akui pikiran manusia itu
kriminil. Lagipula sifat orang Indonesia kan humoristis, biar di
rumah berkelahi. di jalanan bertemu teman bercanda. Ini sifat
dari Sabang sampai Merauke.
T: Untuk siapa anda menyanyi?
J: Saya pikir dulu saya nyanyi untuh lokal Jakarta, ternyata
sekarang sampai luar negeri. Tanya deh mahasiswa yang baru
pulang dari luar negeri pasti punya lokasi, eh, koleksi kaset
saya. Baili lia di Jerman atau London. Saya tidak bcrpikir
untuk golongan manakah saya nlenyanyi. Saya mencoba mengetrapkan
lagu-lagu Betawi - kayak lagu-lagu Minang.
T: Apa anda punya guru?
J: Guru dalam spirit almarhum Bing Slamet. Waktu Bing nyanyi
saya tanya pada diri sendiri kapan saya bisa nyanyi kayak dia.
Gua nggak mau nyanyi kalau nggak kayak dia. Saya sering
berkunjung ke rumahnya. Bing sering pesan: "Kalau kita mau
nyanyi jangan malu-malu dan jangan lupa asal mula".
T: Kenapa anda sering main film-film konyol?
J: Ibarat dalam lagu, kita bedakan ada lagu yang serius dan
rusak-rusakan. Jadi ada pemisahan menurut kemauan produser dan
sutradara. Kalau misalnya filmnya dibikin brengsek seperti Biang
Kerok, mau nggak mau saya mesti main begitu. Kalau diminta lagi
kayak si Doel saya berusaha menyesuaikan bagaimana kemauan
Syumanjaya (sutradara). Jangan lupa si Doel skenarionya saya
baca beberapa kali. Di film lainnya, begitu saya tahu jalan
ceritanya, saya improvisasi saja.
T: Apa karier anda tidak mempengaruhi kehidupan keluarga anda?
J: Tidak. Sebab isteri saya dapat mengerti dan membantu saya.
Itu sebabnya saya jarang pergi sama-sama dengan dia khawatir
kalau-kalau ada perlakuan dari orang-orang terhadap saya yang
tidak bisa diterimanya. Cuma satu hal yang saya takutkan dalam
hal ini, efek terhadap anak. Dalam film perasaan orang awam
sudah ngecap: "Oh Benyamin itu begitu!" Saya takut kalau dalaun
hati anak-anak itu lalu bilang: "Oh bapak lu begitu". Untuk ini
saya selalu berikan mereka kebesaran hati, itu hanya dalam film.
Pada isteri saya bilang: Saya tidak bercita-cita untuk jadi
bintang, itu terbawa hidup saja.
T: Apa anda banyak membaca atau punyaa hobi lain?
J: Ya. Saya baca buku karangan Hamka. Dan saya senang filsafat.
Filsafat hidup saya: dalam jejak kita harus menengok ke
belakang, musuh yang utama adalah diri sendiri. Saya senang
membaca riwayat hidup orang-orang besar. Bismarck dan Napoleon
misalnya. Saya terapkan taktik Napoleon dalam lagu. Menurut dia
sebelum kita tanyakan rencana kita pada seorang Jenderal lebih
baik tanyakan dulu pada seorang Kopral. Jadi dalam lagu, sebelum
saya tanyakan pendapat orang pinter tentang lagu saya, saya
tanya dulu anak saya sendiri.
T: Bagaimana sikap anda terhadap kritik atau kecemburuan orang
terhadap sukses anda?
J: Sebetulnya dulu saya tukang ribut, fisik, orang ngeliatin
saja nggak boleh. Tapi sekarang lain. Di dunia ini tak semua
orang benci pada kita tapi juga tidak semuanya senang sama
kita, itu kan baik buat balans. Menghadapi serangan saya lebih
banyak diam, karena saya ibaratkan sebagai bantingan bola bekel,
makin keras bantingnya makin keras juga mumbulnya.
Dulu pernah ada kasus Persoalan Bintang Mirip, ada orang yang
mirip saya yang mau menantang ngadu akting, ada tulisan yang
sifatnya menyerang menjelek-jelekkan, tapi tidak saya ladeni.
Belakangan orangnya datang sendiri secara baik-baik tanya
mengapa saya tidak balas. Saya bilang pada dia: "Kamu kan
sebagian kecil dari embel-embel yang diadu oleh orang. Kalau
saya layani itu kan ngotor-ngotorkan mulut saja". Bagi saya
andaikan ada orang berbuat kesalahan lalu datang pada kita, kita
jangan memberi hukuman, biarkan hati kecilnya yang menghukum
dirinya sendiri.
T: Kadangkala terselip pula lagu sentimentil dalam alum anda,
apa anda punya masa lalu yang menyedihkan?
J: Karena saya senang pada Percy Sledge, di samping senang yang
jantan-jantan seperti Marlon Brando, Kirk Douglas dan Charles
Bronson. Terus terang barangkali karena saya anak bungsu kurang
sekali yang menyedihkan. Tapi itu terbawa sampai sekarang, saya
suka ngambek. Kepada isteri saya juga begitu, saya kira saya
lebih manja daripada dia.
T: Apa harapan anda untuk masa datang?
J: Dulu saya bercita-cita jadi penerbang, sekarang apalagi
cita-cita saya kalau bukan membesarkan anak. Tapi di depan
Ka'bah saya minta supaya orang Indonesia semuanya disiplin dalam
segala hal. Tapi saya sadar semuanya tidak bisa diminta saja,
tapi harus dijalankan.
T: Bagaimana dengan pasangan baru Herlina Effendy, puas?
J: Saya merasa paling cocok dengan Ida. Lina Effendy dalam
penyesuaian. Insya Allan bisa, tapi harus usaha cari bentuk. Ida
kan sampai 5 tahun, dari tahun 1971 sampai kawin. Bahkan kemarin
dulu setelah kawin masih mau saya ajak ke Ujung Pandang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini