Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Beragam Cerita Dibalik Corak Tenun Ikat Pulau Maringkik, Intip Pembuatanya

Di Desa Pulau Maringkik, ada enam corak tenun ikat hasil kerajinan para perempuan di daerah itu yang menuangkan kisah mereka di bentangan kain itu.

19 Februari 2023 | 15.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suhartini, 48 tahun sedang menenun di rumahnya Desa Pulau Maringkik Kecamatan Keruak Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, Sabtu 11 Februari 2023. FOTO: AYU CIPTA I TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Mataram - Suhartini membuka gulungan pasa, membentangkan tenun ikat lalu memperlihatkan hasil karyanya itu kepada Tempo yang mengunjungi rumahnya di Desa Pulau Maringkik, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok, Timur Nusa Tenggara Barat (NTB), akhir pekan lalu, Sabtu, 11 Februari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan sigap ia segera duduk di lantai. Tangannya, menempatkan beboko di belakang punggung. Setelah siap, dengan cekatan perempuan berusia 48 tahun itu mulai menenun bentangan benang warna- warni di atas alat tenun bukan mesin di ruang tengah rumahnya.

Mengintip Cara Kerja Alat Tenun Bukan Mesin

Suara balida menyodok bentangan benang warna-warni, iramanya terdengar riuh tapi beraturan. Dengan tangkas Suhartini menyorongkan balida bergerak ke kiri di bawah bentangan benang lalu kedua tangannya menghentakan alat tenun tradisional yang terbuat dari kayu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bergerak cepat, benang dalam jangka ditarik ke kiri lalu dengan todokara benang nilon merah terangkat. Todokara ini berfungsi mengangkat benang nilon ke atas supaya bentangan benang bakal kain tenun tidak ruwet.

Bergerak cepat patindra menekan benang lalu dengan bulungah membuka benang. Tak berhenti di situ dengan palapa yakni sebilah bambu bergerak menahan bulungah. Kain tenun pun tergulung dalam pasa. 

Alat tenun tradisional itu dibuat sendiri, termasuk beboko juga terbuat dari Kayu Baru yang digunakan untuk menahan punggung si penenun supaya tubuh tidak terlalu banyak bergerak. 

Suhartini,48 tahun sedang menenun di rumahnya Desa Pulau Maringkik Kecamatan Keruak Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, Sabtu 11 Februari 2023. FOTO: AYU CIPTA I TEMPO

Bagi Suhartini menenun adalah tradisi turun-temurun. Perempuan kelahiran Pulau Maringkik itu sejak usia belia telah diajari menenun oleh ibunya.

"Balida ini warisan dari ibu saya sudah puluhan tahun  menggunakan,"kata Suhartini sembari menunjukan balida berupa kayu panjang berwarna hitam legam itu.

6 Corak Tenun Ikat Hasil Kerajinan di Pulau Maringkik

Membutuhkan waktu sepekan untuk menenun selembar kain tenun ikat. Coraknya berbagai rupa seperti motif Bugis Mandar. Adalagi corak Gerintik menyerupai rintik-rintik hujan, corak Sepak, corak Lohong, corak Bunga Para dan corak Catur.

Keenam corak tenun ini merupakan warisan budaya leluhur masyarakat di sana. Masih ada lima corak tenun lainnya yang menjadi model tenunan para perempuan Pulau Maringkik. 

"Butuh waktu sepekan kalau pembuatannya setiap hari dikebut. Kalau santai ya tergantung, bisa sebulan atau satu setengah bulan,"kata ibu dua anak itu.

Untuk selembar kain tenun ikat yang dibuatnya, Suhartini menghargai karyanya itu paling murah Rp 500 ribu. "Kalau pesan dibubuhkan nama pada kain harganya lebih mahal," katanya tertawa. 

Di Desa Pulau Maringkik tak hanya Suhartini yang menenun. Rata-rata para perempuan di desa itu sehari-hari di rumah menenun. Sementara para lelaki bekerja sebagai nelayan di laut.

Tradisi menenun di Pulau Maringkik hingga saat ini masih terus dilestarikan. Hingga ada anggapan jika perempuan tak bisa menenun tidak dianggap orang asli Pulau Maringkik. Itulah yang sedikit membuat gelisah Suhartini yang belum memiliki generasi penerus penenun sebab dua anaknya laki-laki.

Saat Tempo mengunjungi Desa Pulau Maringkik, para perempuan tak semuanya sedang menenun. Mereka menenun di sela-sela kegiatan rumah tangga seperti mencuci, memasak, mengasuh bayi atau kegiatan lainya.

Tahapan Membuat Tenun Ikat

Sebelum menenun aktivitas yang dikerjakan adalah menggulung benang, mewarnai benang dan menjemurnya diterik matahari. Benang-benang yang sudah diwarnai dengan pewarna alam atau wantek (pewarna buatan ) itulah yang kemudian ditenun dengan alat tenun tradisional yang masing-masing ada nama dan fungsinya.

Kayu penggulung benang dinamakan pamaluk, adalagi balida (kayu panjang untuk sesak/ menyodok benang), jangka alat untuk memasukan benang, todokara digunakan untuk mengangkat benang nilon supaya benang tidak ruwet.

Lalu ada patindra berfungsi untuk menekan benang, bulungah untuk membuka benang, palapa digunakan untuk menahan bulungah. Palapa ini bentuknya sebilah bambu. 

Alat lainnya berupa kayu dinamai panyorong balida dan pasa adalah kayu penggulung kain tenun ikat yang sudah jadi serta beboko yakni kayu bentuknya melengkung ditempatkan di belakang punggung si penenun. 

Koordinator Kelompok Tenun Pulau Maringkik Abdul Kohar mengatakan rata-rata perempuan dewasa di Desa Pulau Maringkik menenun. Desa terpadat di dunia setelah Pulau Bungin (-Sumbawa) itu saat ini dihuni 4.000 jiwa pada 900 KK.

Abdul Kohar pun semakin optimistis keindahan tenun Pulau Maringkik ke depan akan dilirik industri fashion dalam negeri dan mancanegara. Dia berujar, " Kindahan dan cerita di balik motifnya yang turun-temurun dari para leluhur kami. Ada juga corak yang dibuat Ibu Naimah tokoh tenun di sini," kata Abdul Kohar terlihat bangga.

Yang menarik kalangan pemuda di Pulau Maringkik ini juga mengembangkan produk turunan berupa topi, tas, dompet dari perca kain tenun berbagai corak itu. Barang-barang itu sudah sampai mancanegara dibawa turis dan dijual umum.

 

 Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Ayu Cipta

Ayu Cipta

Bergabung dengan Tempo sejak 2001, Ayu Cipta bertugas di wilayah Tangerang dan sekitarnya. Lulusan Sastra Indonesia dari Universitas Diponegoro ini juga menulis dan mementaskan pembacaan puisi. Sejumlah puisinya dibukukan dalam antologi bersama penyair Indonesia "Puisi Menolak Korupsi" dan "Peradaban Baru Corona 99 Puisi Wartawan Penyair Indonesia".

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus