Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Bermula goyang pinggul buat berhala

Grup tari dan nyanyi tahiti temaeva mengadakan pertunjukan di hotel borobudur dalam rangka hari jadi jakarta ke 450. semula tarian itu untuk persembahan kepada dewa perangan dewi kecantikan.

11 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEDEBAM gendang membahana. Dipadu dengan bunyi-bunyian semacam kentongan dan tambur, muncul kemudian 8 gadis Tahiti (dan 2 pria terselip di antaranya) membawakan tarian Hula-hula. Mereka menggoyang-goyang pinggul dengan cepat. Juga kaki-kaki mereka digerakkan amat cepat. Begitu cepat, hingga sulit diperkirakan berapa kali dalam sedetik pinggul bergoyang. Dengan begitu grup tari dan nyanyi 'Tahiti Temaeva' pimpinan Coco yang beranggota 15 orang (2/3nya gadis-gadis) membuka suguhan mereka -- di saat-saat makan siang atau malam, selama 4 hari di pertengahan bulan lalu, di 'Ruang Mataram' Hotel Borobudur, Jakarta. Acara kesenian Tahiti yang tak kurang dari 9 penampilan selama sejam itu dikaitkan oleh pimpinan hotel dengan rame-rame hari jadi ke 450 Jakarta (yang tahun ini makan waktu sejak 1 Maret hingga 22 Juni - saat HUT). Pimpinan hotel dan lebih-lebih sponsornya, perusahaan penerbangan Perancis UTA, tentu saja berfikir komersiil sehubungan dengan kegirangan untuk menarik minat penonton buat melancong ke Tahiti, gugus kepulauan di Samudera Pasifik itu. Menurut sang pemimpin, Coco, grupnya itu sih terbilang top di antara 10 grup kesohor di sana. Sementara sedikitnya 20 grup lainnya lagi berada di bawah derajat grup-grup itu. Coco sendiri, oleh Jean Lue Perodeau dari Badan Pariwisata Tahiti, diberi derajat "koreografer dan guru tari jempolan masa kini" di seantero Tahiti. Grup itu sudah berumur 15 tahun dan sejak 1968, menurut Coco, selalu menggondol kejuaraan dalam Festival Juli yang biasa berlangsung di gugusan 180 pulau-pulau koloni Perancis itu. Tempat Persembunyian Dewa Apa yang disuguhkan para penari terdiri dari 8 gadis, 2 pria dan 5 pemusik dan penyanyi itu, menurut Coco benar-benar "kesenian tradisionil Tahiti asli" yang umurnya jauh lebih tua dari grup Temaeva sendiri atau lainnya. Tradisi itu lazim dibawakan para pribumi Tahiti dalam pesta yang disebut Tama'am'a. Pesta itu "tak pernah berobah oleh pengaruh peradaban dan kebudayaan Barat", katanya. Meski sejak abad ke 18 Tahiti sudah disentuh pengaruh Barat, manakala para Eropa yang haus tanah jajahan memergoki pulau-pulau di Lautan Teduh itu (sejak 1880, di masa Raja Pomare IV berkuasa, Tahiti resmi jadi koloni Perancis). Syahdan tarian-tarian itu pada mulanya dimaksud untuk upacara agama. Untuk menyembah dan menghormati Ore, Dewa Perang, atau Dewi Kecantikan Tane. Para wanita dan gadis yang menari-nari dengan menggoyang-goyang pinggul plus kaki dengan cepat itu biasanya mengambil tempat di "persembahan berhala" yang disebut marae. Marae-marae itu, pada waktu orang Eropa berdatangan, dihancurleburkan. Tapi tari-tarian persembahan iu sendiri tetap hidup. Tentu saja sudah berobah sifatnya: kini buat mengelu-elukan tamu, atau orang kaya. Atau penghangat suasana pesta. Tarian jenis hula-hula itu, yang bertempo cepat disebut Otea. Sebab ada tarian yang bertempo sebaliknya, yang disebut Aparima. "Gadis-gadis penari lebih menyukai Otea daripada Aparima", tutur Coco kepada TEMPO. "Wajar agaknya. Sebab dengan busana tradisionilnya mereka bisa lebih mempertontonkan tubuh dan goyang pinggul yang hm-hm itu. Mereka memasang kembang Tiare Tahiti sejenis bunga yang konon tumbuh di sana. Bunga berwarna putih berhelai tujuh ini, bila diletakkan di kuping kanan, berarti sang gadis masih cari pasangan, begitu. Bila sebaliknya, bermakna "sudah terisi". "Mungkin pasangannya satu, mungkin juga sepuluh", tutur Coco -- anehnya ia tertawa. Adapun aparima berarti tangan yang bicara. Gerakan memang ditekankan pada kelemah-lembutan dan isyarat tangan. Tari Bora-bora (nama pulau di Tahiti) misalnya, menggambarkan pohon nyiur melambai lewat gerakan tangan. Alat musik sebangsa gitar banyak digunakan sebagai pengiring. Perkara jatuh cinta, memetik kelapa, derai ombak, dan ragam panorama pulau-pulau Tahiti, merupakan tema-tema gerak tangan para jelita Tahiti itu. Assoooi!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus