Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Uang setan untuk cengkeh

Panen besar cengkeh sulawesi utara berlangsung juli hingga agustus. buud/kud perlu modal untuk beli 18.000 ton hasil panen dan memberantas ijon. kredit bank pemerintah terlambat datang.

11 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK April lalu panen (kecil) cengkeh sudah mulai di Sulawesi Utara. Panen besar yang sekali 4 tahun itu, akan dimulai bulan Juli hingga Agustus mendatang. Ini berarti perang antara BUUD/KUD lawan para pengijon sudah dimulai. Namun pihak pertama (BUUD/ KUD) agaknya masih belum memiliki nafsu tempur sepenuhnya. Mengapa? Sejak tahun lalu BUUD/KUD sudah disiapkan Pemerintah Daerah Sulawesi Utara sebagai pembeli dan penyalur tunggal cengkeh dari para petani. Ini sesuai dengan Keputusan Presiden no. 50/76. Tugas ini dimaksudkan agar para petani terhindar dari permainan harga maupun para pengijon yang hampir sepanjang sejarah tanaman cengkeh di daerah ini selalu menghantui para petani. Sebagai modal bagi seluruh BWD/KUD yang ada Direktorat Koperasi Sulawesi Utara bersama Pemerintah Daerah setempat berhasil mendapat janji dari pihak Pemerintah Pusat untuk meminjamkan modal sebesar Rp 11,4 milyar. Bonny Lengkong Sebenarnya dengan perkiraan dalam panen raya ini kelak para petani cengkeh di propinsi ini akan memungut sebanyak 18.000 ton, sekitar Rp 63 milyar perlu disediakan untuk modal 19 BUUD/KUD yang ada di daerah ini. Ini jika dihitung dari harga pembelian terendah dari petani sebesar Rp 3.500 per kg. Tapi hingga akhir Mei baru lalu, kredit yang pernah dijanjikan pusat itu belum juga muncul, walau satu rupiahpun. Tak heran jika untuk menghadapi hasil panen kecil ini saja para pengurus BUUD/KUD sudah lesu. Para petani sudah butuh uang dan buru-buru menyetorkan hasil cengkehnya ke kantor BUUD/KUD terdekat. Tapi kas masih kosong. Karena untuk menghadapi panen raya yang tinggal beberapa saat itu lagi, taklah sedikit modal yang diperlukan petani-petani itu. Dari pihak lain baik para pengurus BWD/KUD mau pun petugas desa dibebani tugas untuk mengintai kalau-kalau ada petani yang diam-diam menjualkan hasil cengkehnya kepada para tengkulak. Perjuangan untuk mendapat kredit bagi modal BUUD/KUD dari pihak Pemerintah Pusat itu dipelopori oleh Bonny Lengkong, seorang residen pensiunan dengan tugas khusus mengurusi soalsoal ekonomi daerah ini. Oleh karena itu ketika janji pinjaman itu tak kunjung tiba juga sementara para petani dan pengurus BUUD/KUD sudah gelisah, Bonny Lengkong pula yang cepat naik pitam. "Kalau terlalu lama kredit dari bank, tidak ada gunanya", ucap Lengkong dengan marah di hadapan rapat camat wilayah cengkeh baru-baru ini. "Uang setanpun boleh kita pakai", tambahnya. Ternyata sambil bolak-balik ke Jakarta, Lengkong mengambil jalan darurat. Uang setan yang dia maksudkan rupanya modal sebesar Rp 8 milyar dari 4 buah perusahaan besar di Manado. Keempat perusahaan itu, masing-masing Benteng Tulus, Mega, Panca Wenang dan Kencana Tulus, sekaligus dapat kesempatan membeli cengkeh dari petani bersama-sama dengan BUUD/KUD. Mengapa harus 4 perusahaan itu? Bukan karena dinilai uang mereka banyak, tapi "karena besar partisipasinya dalam pembangunan daerah", begitu alasan yang terdengar. Puskud Dalam kerja sama itu pada kontrak tak ditetapkan harga pembelian. Sebab harga akan ditentukan oleh pihak perusahaan-perusahaan itu bersama-sama BUUD/KUD pada saat pembelian terjadi sesuai dengan harga pasaran. Untuk ini Puskud (Pusat Koperasi Unit Desa) yang berkedudukan di Manado setiap saat bertugas memonitor harga cengkeh dan memberitahukannya kepada BUUD/KUD. Ini agar para pengurus BUUD/KUD tidak dikecoh para pengusaha. Sebaliknya agar para petani tidak menjadi korban persekongkolan antara pengusaha dan BUUD/KUD, ditentukan setiap terjadi pembelian cengkeh, tembusan fakturnya harus dikirim ke Puskud dan Pemerintah Daerah. Jika suatu saat kredit dari Pemerintah Pusat itu datang juga, BUUD/KUD dapat bebas menjual cengkeh kepada siapa saja. Tapi untuk menjaga agar badan ini tak jadi mainan sindikat cengkeh di Surabaya dalam menentukan harga, Puskud (yang menangani perdagangan cengkeh antar pulau) akan menjadi anggota Gabri (gabungan pabrik rokok Indonesia). Namun di atas semua ini, berhasil atau tidaknya perang melawan ijon yang menjadi cita-cita Pemda Sulawesi Utara selama ini, agaknya tetap banyak tergantung pada para pengurus BUUD/KUD sendiri di samping modal. Karena itu Lengkong memberi aba-aba kepada para camat dan pengurus BUUD/KUD: "Jangan kotori jari-jarimu dengan uang panas. Kalau berhasil, namamu tercantum dalam sejarah pemberantasan ijon. Tapi kalau gagal, berarti ini terakhir kita bicara soal koperasi dan kitalah yang mencoret pasal 33 UUD 45 itu".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus