FIRMAN Eddy SH, Bupati Kabupaten Kepulauan Riau, semakin
kewalahan menghadapi masalah pembangunan jalan di kabupatennya.
Sampai saat ini baru terbangun 314 km. Dan dari jumlah itu, 74%
masih merupakan jalan tanah. Ini tak menggembirakan untuk sebuah
kabupaten yang demikian luas. Padahal, hampir setiap merangcang
APBD, bupati memberi tekanan utama di sektor ini, paling tidak
50% dari pendapatan daerahnya. Belum lagi liwat DIP-DIP yang
dibiayai dana inpres kabupaten. Tapi mau diapakan, jalanjalan
yang ada itu baru sekitar 80 km yang sempat diaspal. Itupun, 70
km di antaranya ada di Tg. Pinang yang ibukota kabupaten.
edangkan jalan-jalan di kecamatan, harus sabar menunggu
giliran.
Apa yang menjadi biang demikian repotnya pembenahan jalan-jalan
itu? Pertama, "keterbatasan biaya" begitu ungkap Bupati Firman
Eddy. Tentu saja, sebab ini memang problim hampir di semua
daerah. Kedua, dan tampaknya merupakan kesulitan paling berat,
justru "dari anggaran yang tersedia, tak seluruhnya bisa
digunakan untuk pembangunan jalan atau pengaspalan baru", lanjut
Bupati. Ada sih ada, seperti tahun anggaran 76/77 lalu. Masih
sempat dibangun jalan baru di Km-6 Tg. Pinang dan pengaspalan
jalan di Kecamatan Karimun dan Pulau Tujuh. Cuma, dari sekitar
Rp 100 juta lebih anggaran per tahun yang disediakan untuk
sarana hubungan darat ini hanya sekitar 20% yang bisa
dilimpahkan ke pembangunan baru. Selebihnya merupakan, "usaha
rehabilitasi jalan-jalan yang sudah ada", lanjut Bupati Firman.
Sebab, problim diaspal di sini, berlobang di sana, merupakan
perkara yang tak habis-habisnya.
Kelebihan
Bupati Firman, mengakui kalau sebenarnya jalan-jalan yang ada di
kabupatennya itu berkelebihan beban. Memang dalam ketepatannya
disebut sebagai jalan Kelas-III A. Tapi pada kenyataannya, cuma
jalan kelas IV. Peningkatan kelas jalan tanpa melalui
peningkatan kwalitasnya ini, menurut Bupati semata-mata untuk
menyesuaikan kebutuhan sarana lalu lintas. Sebab bagaimanapun,
kabupaten ini terhitung kabupaten yang sudah lama berkenalan
dengan alat-alat angkutan yang berlalu-lalang di jalan-jalan
kukuh kelas jalan propinsi Apalagi, potensi ekonomi daerah ini
memang terbilang cepat tumbuh semenjak disiram dolar dulu.
Jadi menurut jalan fikiran sang bupati, tak mungkin membatasi
perkembangan arus lalu lintas. Dan kebutuhan akan angkutan itu,
semata mata karena "pemerintah belum menyediakan sarana yang
sebanding", tegasnya. Tapi risikonya meskipun bupati menyiapkan
juga pembatasan muatan hanya maksimal 3,5 ton, terang
jalan-jalan yang ada itu tak mampu memikul beban. Baru 2-3 tahun
diaspal, sudah terkelupas dan berlobang. Sehingga anggaran yang
ada terpaksa dilabiskan untuk kerja tambal sulam itulah. Dan
jalan-jalan itu tetap juga kelas "kecamatan" kalau bukan kelas
desa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini