Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Beban & lobang

74% dari 314 km jalan di kabupaten kepulauan riau belum teraspal. masalah utama keterbatasan biaya dan kesulitan pembangunan jalan baru.anggaran yang ada sebagian besar untuk rehabilitasi.

11 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FIRMAN Eddy SH, Bupati Kabupaten Kepulauan Riau, semakin kewalahan menghadapi masalah pembangunan jalan di kabupatennya. Sampai saat ini baru terbangun 314 km. Dan dari jumlah itu, 74% masih merupakan jalan tanah. Ini tak menggembirakan untuk sebuah kabupaten yang demikian luas. Padahal, hampir setiap merangcang APBD, bupati memberi tekanan utama di sektor ini, paling tidak 50% dari pendapatan daerahnya. Belum lagi liwat DIP-DIP yang dibiayai dana inpres kabupaten. Tapi mau diapakan, jalanjalan yang ada itu baru sekitar 80 km yang sempat diaspal. Itupun, 70 km di antaranya ada di Tg. Pinang yang ibukota kabupaten. edangkan jalan-jalan di kecamatan, harus sabar menunggu giliran. Apa yang menjadi biang demikian repotnya pembenahan jalan-jalan itu? Pertama, "keterbatasan biaya" begitu ungkap Bupati Firman Eddy. Tentu saja, sebab ini memang problim hampir di semua daerah. Kedua, dan tampaknya merupakan kesulitan paling berat, justru "dari anggaran yang tersedia, tak seluruhnya bisa digunakan untuk pembangunan jalan atau pengaspalan baru", lanjut Bupati. Ada sih ada, seperti tahun anggaran 76/77 lalu. Masih sempat dibangun jalan baru di Km-6 Tg. Pinang dan pengaspalan jalan di Kecamatan Karimun dan Pulau Tujuh. Cuma, dari sekitar Rp 100 juta lebih anggaran per tahun yang disediakan untuk sarana hubungan darat ini hanya sekitar 20% yang bisa dilimpahkan ke pembangunan baru. Selebihnya merupakan, "usaha rehabilitasi jalan-jalan yang sudah ada", lanjut Bupati Firman. Sebab, problim diaspal di sini, berlobang di sana, merupakan perkara yang tak habis-habisnya. Kelebihan Bupati Firman, mengakui kalau sebenarnya jalan-jalan yang ada di kabupatennya itu berkelebihan beban. Memang dalam ketepatannya disebut sebagai jalan Kelas-III A. Tapi pada kenyataannya, cuma jalan kelas IV. Peningkatan kelas jalan tanpa melalui peningkatan kwalitasnya ini, menurut Bupati semata-mata untuk menyesuaikan kebutuhan sarana lalu lintas. Sebab bagaimanapun, kabupaten ini terhitung kabupaten yang sudah lama berkenalan dengan alat-alat angkutan yang berlalu-lalang di jalan-jalan kukuh kelas jalan propinsi Apalagi, potensi ekonomi daerah ini memang terbilang cepat tumbuh semenjak disiram dolar dulu. Jadi menurut jalan fikiran sang bupati, tak mungkin membatasi perkembangan arus lalu lintas. Dan kebutuhan akan angkutan itu, semata mata karena "pemerintah belum menyediakan sarana yang sebanding", tegasnya. Tapi risikonya meskipun bupati menyiapkan juga pembatasan muatan hanya maksimal 3,5 ton, terang jalan-jalan yang ada itu tak mampu memikul beban. Baru 2-3 tahun diaspal, sudah terkelupas dan berlobang. Sehingga anggaran yang ada terpaksa dilabiskan untuk kerja tambal sulam itulah. Dan jalan-jalan itu tetap juga kelas "kecamatan" kalau bukan kelas desa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus