Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jenazah pendaki asal Kenya Joshua Cheruiyot Kirui yang meninggal di Gunung Everest akan dibiarkan gunung tersebut, menurut keluarganya. Kirui yang disebut berusaha mendaki tanpa oksigen tambahan meninggal di Gunung Everest pekan lalu setelah jatuh ke dalam jurang 48 meter di bawah puncak setinggi 8.849 meter. Kirui bercita-cita menjadi orang Afrika pertama yang mencapai puncak tanpa oksigen tambahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keluarga mengatakan, membawa kembali jenazah Kirui dari ketinggian akan terlalu berisiko bagi tim penyelamat. Selain itu, biaya yang dikeluarkan sangat besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jenazah Kirui hanyalah satu dari banyak mayat yang dibiarkan membeku di ketinggian puncak Everest. Musim pendakian kali ini, yang biasanya berlangsung April-Mei setiap tahun, terdapat empat pendaki tewas di gunung tertinggi dunia tersebut.
Pendakian Everest Penuh Risiko
Banyak pendaki bermimpi untuk menaklukkan Everest dan melihat dunia dari atas. Namun risikonya sangat besar karena nyawa menjadi taruhannya. Ketinggiannya yang ekstrem dan medan yang menantang membuat tempat ini penuh bahaya dan ketidakpastian. Sejumlah orang telah kehilangan nyawa mereka. Kadang-kadang jenazah ditemukan tetapi sejumlah pendaki gunung juga hilang.
Berdasarkan catatan, hampir 330 orang telah kehilangan nyawa di Everest sejak 1920-an. Pada tahun 2023 saja, belasan pendaki meninggal. Sebagian besar jenazah dibiarkan di sana karena biaya pengembalian yang begitu tinggi.
Biaya Mengembalikan Jenazah
Untuk evakuasi satu jenazah saja, ada tim yang terdiri dari 18 Sherpa, menurut Times of India. Misi pengambilannya sangat menantang. Separuh dari anggota kelompok fokus pada pengangkutan peralatan penting ke atas dan ke bawah, sementara separuh lainnya menangani tugas mengangkut jenazah ke bawah menuju orang yang mereka cintai.
Tidak heran jika biaya yang dikeluarkan jadi sangat mahal. Menurut laporan, misi untuk membawa kembali jenazah dari Everest sekitar USD190.000 atau sekitar Rp3 miliar, bahkan ada yang lebih dari USD600,000 atau Rp9,7 miliar.
Tim pengambil jenazah ini harus melewati medan ekstrem dan udara yang tipis. Selain itu, yurisdiksi penanganan korban jiwa di Everest bersifat kompleks dan melibatkan beberapa negara dan otoritas yang menjadi tantangan tersendiri.
Jenazah hilang dan suhu di bawah nol derajat di Everest dapat dengan cepat membekukan jenazah, sehingga mengawetkannya selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.
Tidak semua korban meninggal bisa dibawa pulang. Namun, para sherpa yang berdedikasi dan anggota tentara Nepal berkomitmen untuk memulangkan semua pendaki yang gugur ke keluarga mereka tapi entah kapan.
AFRICA NEWS | TIMES OF INDIA