Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Presiden nomor urut satu, Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin, membagikan momennya di media sosial Instagram saat sedang salat tarawih yang hanya diterangi oleh sebatang lilin. Cak Imin rupanya sedang mengikuti aksi Earth Hour yang berlangsung pada Sabtu malam, 23 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Malam ini, saya turut berpartisipasi dalam #EarthHour dengan mematikan lampu selama satu jam," tulis Cak Imin dalam unggahannya pada Sabtu, 23 Maret 2024. Terlihat di foto yang diambil dari belakang ini, Cak Imin tengah menjadi imam salat tarawih untuk istri dan putri-putrinya.
Ajakan Cak Imin untuk Bertanggung Jawab terhadap Bumi
Earth Hour merupakan gerakan lingkungan hidup terbesar di dunia. Gerakan mematikan lampu selama satu jam dari pukul 20.30 ini diadakan pada Sabtu terakhir atau pekan keempat di bulan Maret setiap tahunnya. Tahun ini, gerakan yang diinisiasi oleh World Wildlife Fund (WWF) ini sudah berjalan ke-18 kali. Gerakan mematikan lampu ini sebagai cara simbolis untuk meningkatkan kesadaran mengenai perubahan iklim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Cak Imin, gerakan Earth Hour ini tak sekadar mematikan lampu tapi juga komitmen untuk menjaga kelestarian bumi. "Kita harus menyadari bahwa bumi adalah rumah kita bersama, dan sudah jadi tanggung jawab kita untuk menjaganya," tulisnya.
Cak Imin juga mengajak masyarakat agar peduli dengan lingkungan yang saat ini telah mengalami berbagai fenomena-fenomena alam dan krisis lingkungan. "Dimulai dari hal-hal yang kecil, seperti mematikan lampu yang tidak terpakai, menghemat air, dan menggunakan energi secara bijak. Bersama-sama kita bisa membuat perubahan untuk masa depan bumi yang lebih baik," lanjut dia.
Penjelasan Soal Earth Hour
Dikutip dari laman resmi 60 Earth Hour. Sejak awal kemunculannya di tahun 2007, Earth Hour telah dikenal dengan momen "pemadaman lampu", yakni orang-orang dari seluruh dunia memadamkan lampu mereka untuk menunjukkan dukungan simbolis bagi bumi dan meningkatkan kesadaran akan isu-isu lingkungan yang mempengaruhinya.
Lebih dari 15 tahun kemudian, bumi berada di titik kritis dengan krisis iklim dan alam, yang mempertaruhkan nasib satu rumah dan masa depan. Pada 2030, manusia berada di jalur yang tepat untuk melampaui batas kenaikan suhu global 1,5°C yang ditetapkan oleh Perjanjian Iklim Paris, dan alam.
Sumber mata pencaharian dan salah satu sekutu terbesar manusia dalam menghadapi krisis iklim, juga berada di bawah ancaman besar, menghadapi tingkat kerusakan yang mengkhawatirkan dan belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh dunia. Oleh karena itu, 7 tahun ke depan sangat penting bagi masa depan manusia yang harus tetap berada di bawah ambang batas iklim 1,5°C untuk menghindari kerusakan yang tidak dapat dipulihkan pada planet.
Manusia harus membalikkan kerusakan alam pada 2030. Untuk mewujudkan hal ini, individu, komunitas, bisnis, dan pemerintah harus segera meningkatkan upaya mereka untuk melindungi dan memulihkannya bersama.