Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Salah satu dari ragam teknik membatik yang berbiaya murah dan praktis adalah teknik ecoprint atau ecoprinting. Teknik batik ecoprint ini merupakan teknik cetak dengan pewarnaan kain alami, memanfaatkan daun, bunga, batang atau bagian tumbuhan lain yang mengandung pigmen warna untuk membentuk motif tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Meski bahan untuk teknik ecoprint ini mudah ditemui dan pembuatanya tergolong sederhana, tetapi motif ecoprint ini memiliki keunikan tersendiri yang membuat nilai jualnya tinggi,” kata mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Encryco Dafa, Kamis, 13 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atas pertimbangan kelebihan motif ecoprint itu, Dafa bersama sejumlah mahasiswa UNY dari berbagai jurusan menggelar pelatihan membatik ecoprint bagi kaum perempuan di Dusun Kradenan Selatan, Desa Kradenan, Srumbung, Magelang Jawa Tengah. Pelatihan membatik ini dikemas sebagai bagian program kuliah kerja nyata atau KKN kampus itu.
Dalam teknik ecoprint itu, ujar Dafa terdapat dua jenis teknik yang diterapkan, yakni iron blanket atau menumpuk dengan kain yang sudah diwarnai alami dan teknik pounding atau memukul tumbuhan ke atas kain dengan palu. “Untuk pelatihan ini yang kami gunakan teknik pounding,” kata dia yang merupakan ketua kelompok KKN mahasiswa itu.
Sebelum praktek, para warga mendapatkan paparan lebih detail soal teknik pounding itu. Kemudian mereka dipandu untuk merendam beragam jenis daun yang mereka bawa pada air cuka agar warnanya dapat keluar maksimal. Daun yang telah direndam, selanjutnya ditempelkan pada media tas jinjing berbahan katun yang disediakan.
Lalu dilakukan proses pemukulan daun pada tas dilakukan sampai pigmen tumbuhan keluar dengan maksimal. Proses terakhir peserta diajak melakukan fiksasi atau penguncian warna dengan merendam kain pada air yang telah dicampur tawas atau tunjung.
Dalam pelatihan itu, bahan yang digunakan tak terlalu banyak seperti membatik konvesional menggunakan lilin. "Bahan untuk membatik ecoprint ini hanya cuka, tawas, tunjung, plastik, serta kertas panduan membatik ecoprint,” kata Dhea Eva Handika, mahasiswa UNY lain yang turut mendampingi pelatihan itu.
Sementara, warga yang mengikuti pelatihan membatik ecoprint itu hanya perlu membawa alat pemukul seperti martil atau ulekan. "Untuk daunnya sendiri diperoleh dari lingkungan sekitar, bisa memakai daun jati, daun papaya jepang, bunga kenikir, daun pakis, dan daun jarak,” kata Arga Muhammad Latief, mahasiswa UNY lain yang turut memberi pelatihan itu.
Di Desa Kradenan sendiri banyak terdapat potensi alam yang bisa mendukung pembuatan batik ecoprint itu. Namun, masyarakat sekitar belum ada yang memanfaatkan bahan alam tersebut untuk batik jenis ecoprint karena belum pernah mendapatkan pembelajaran soal ini.
“Setelah mendapat pelatihan ini warga di sini bisa memanfaatkan produk batik ecoprintnya sebagai salah satu potensi usaha mikro kecil dan menengah untuk menambah penghasilan,” kata mahasiswa UNY lainnya, Najma Layali Makarimah.
Dalam pelatihan itu, tim UNY menurunkan total 10 mahasiswanya seperti Fauzia Kintanwida Narisetha, Prisca Tiara, Dinda Pradnya Paramitha, Muhammad Rafi Arya Purbonugroho, Nadia Lutfitasari Azzahro dan Jamilatun Nasyikhah.
Seorang warga Dusun Kradenan Selatan yang menjadi peserta pelatihan membatik ecoprint itu, Isti Nurokhim menuturkan edukasi ecoprint ini membuka wawasan warga bahwa membatik tak mesti menggunakan bahan lilin. "Membatik ternyata bisa lebih murah, dengan memakai bahan dan alat yang ada di rumah dan memanfaatkan dedaunan yang gampang didapat,” kata dia.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.