Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Magelang - Berkunjung ke Candi Borobudur wajib menjalankan sejumlah peraturan demi menjaga kelestarian sismtus warisan dunia itu. Salah satunya adalah penggunaan sandal upanat ketika pengunjung naik ke Candi Borobudur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sandal upanat adalah alas kaki yang harus digunakan oleh setiap orang yang akan mendaki bangunan candi. Tak seperti alas kaki lainnya, sandal itu dibuat dari daun pandan sehingga aman untuk bebatuan candi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pioner pembuat sanal upanat dari Desa Ngadiharjo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Basiyo, 58 tahun mengatakan dirinya sudah memproduksi sandal berbahan daun pandan duri sejak 2003. Sebelum membuat upanat berbahan daun pandan, ayah tiga anak tersebut pernah memproduksi sandal berbahan kain batik yang juga digunakan untuk naik ke Candi Borobudur.
Namun, kala itu, pihak pengelola Candi Borobudur belum mewajibkan semua pengunjung yang naik menggunakan alas kaki khusus sehingga penjualannya masih landai dan produksinya belum banyak. "Sampai kemudian ditawari dari Taman Wisata Candi (TWC) untuk melakukan uji coba sandal untuk mencari bahan terbaik yang tidak merusak struktur relief," kata Basiyo kepada Tempo, Selasa, 6 Juni 2023.
Basiyo mencoba membuat sandal dari berbagai bahan, mulai dari kain batik, batok, karet dan yang lain. Tapi ternyata daun pandan duri lah yang ketika diuji tidak menimbulkan goresan atau perubahan pada tekstur candi.
Sejak itu, Basiyo diminta memproduksi sandal upanat berbahan pandan duri kering untuk digunakan di Candi Borobudur. "Waktu itu bermodal 25 juta untuk beli alat, biaya produksi dan lain-lain," kata dia.
Alasan Basiyo memilih daun pandan duri sebagai bahan utama karena terinspirasi dari relief Karmawibhangga panel 150 pada Candi Borobudur. Relief itu menceritakan tentang pembuatan sandal di masa itu yang memanfaatkan daun panjang yang dikeringkan.
"Produksi pertama untuk uji coba 50 biji, lengkap dengan goodie bag, jadi pengunjung yang ke Candi Borobudur membayar Rp 120.000 mendapat 1 goodie bag berisi upanat, tiket masuk, serta guide," kata Basiyo.
Semakin diminati
Seiring berjalannya waktu, sandal buatan Basiyo ternyata semakin diminati pengunjung, baik dalam maupun luar negeri. Ia pun diminta pengelola Candi Borobudur untuk menambah jumlah produksi dari 50 menjadi 100 pasang dalam sehari.
"Terlebih sejak konservasi 2017, sekitar 2020 produksi dan penjualannya merangkak naik," kata Basiyo.
Basiyo pun harus menambah jumlah karyawannya untuk memenuhi permintaan itu. Ia mempekerjakan karyawan dari warga Kecamatan Borobudur sehingga usahanya turut membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Sandal upanat buatan Basiyo dibentuk dalam berbagai ukuran mulai 36 hingga 44. Mengingat pengunjung Candi Borobudur juga banyak yang berasal dari luar negeri dengan ukuran kaki 'jumbo'.
"Kalau turis asing Eropa biasanya 42-45, kami sudah menyediakan, untuk anak-anak tidak membuat karena jarang dipakai, biasanya mereka lebih pilih digendong," kata Basiyo.
Pada perayaan Waisak 2023, jumlah penjualan sandal upanat Basiyo mengalami peningkatan. "Naik 20 hingga 50 persen, Waisak sudah jadi agenda tahunan, meskipun jumlahnya tidak sebanyak waktu libur lebaran dan tahun baru," ujarnya.
Sebab, saat Waisak, biasanya justru hanya pengunjung tertentu yang boleh naik ke Candi Borobudur. "Pejabat dan tokoh masyarakat sudah banyak juga yang mampir dan membeli produk ini, seperti Presiden Jokowi, Menteri Pariwisata Sandiaga Uno, dan masih banyak lagi," kata Basiyo.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.