Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Delapan Hari di Suriah

Untuk masuk ke kota-kota di Suriah, perlu izin penguasa setempat. Di Taman Qamishli, kota di timur laut Suriah yang berbatasan dengan Turki, bekas peperangan terlihat. Bangunan runtuh. Tembok-tembok bolong karena peluru.

24 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Kota Qamishli di Suriah.
Perbesar
Kota Qamishli di Suriah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Hussein Abri Dongoran
Wartawan Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

LANTUNAN musik Timur Tengah berdentum keras di bus yang saya tumpangi dari perbatasan Fishkabur, Irak, pada akhir Mei lalu. Sesekali, penumpang ikut bernyanyi sesuai dengan lagu yang diputar. Saya yang tak mengerti bahasa Kurdi mengangguk-anggukkan kepala, berusaha menikmati irama musik yang diputar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sambil mendengarkan ayunan nada dari pengeras suara mobil, mata saya menyaksikan pemandangan di luar bus: Sungai Tigris dan lautan padang rumput serta gandum. Selama ini, saya hanya tahu sungai sepanjang 1.850 kilometer yang membelah Irak, Suriah, dan Turki itu dari buku sejarah nabi atau Timur Tengah. Panorama ini belum tentu bisa saya dapatkan kembali dalam waktu dekat.

Tujuan perjalanan kali ini adalah Suriah. Mungkin bagi sebagian orang, termasuk keluarga, destinasi yang saya tuju merupakan tempat berbahaya. Ayah dan ibu saya, begitu saya beri tahu bahwa saya akan pergi ke Suriah, pun langsung mengucapkan istigfar dan selalu mendoakan agar saya selamat sampai tujuan serta bisa kembali ke Indonesia.

Suriah memang termasuk negara merah karena sering dilanda konflik. Sejak 2011, terjadi perang saudara di Negeri Syam tersebut. Masyarakat memprotes pemerintah Bashar al-Assad, Presiden Suriah sejak 2000. Bashar al-Assad merupakan anak Presiden Suriah sebelumnya, Hafizh al-Assad, yang memegang kekuasaan pada 1971-2000. Oposisi pemerintahan Bashar pun menduduki daerah selatan dan utara Suriah.

Belum lagi, munculnya kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi. Pada 2014, ISIS menyatakan diri sebagai negara Islam dan aktif merekrut pasukan dari pelbagai negara, termasuk Indonesia. Regu ini tak sungkan membunuh orang, termasuk yang beragama Islam, jika tak sepaham dengan aliran dan pemikiran mereka.

Setelah satu setengah jam berada di bus bersama sekitar 40 orang lain, akhirnya saya tiba di Suriah. Tepatnya, di bagian utara Suriah yang dikuasai Pasukan Demokratik Suriah (SDF), yang merupakan sayap militer dari Otoritas Kurdistan Suriah (Rojava), salah satu kelompok oposisi pemerintahan Bashar al-Assad. Saya harus melapor terlebih dulu ke petugas SDF di perbatasan Semalka agar mendapat izin selama di Suriah.

Paspor saya dicek oleh petugas SDF. Saya deg-degan. Kegelisahan ini muncul bukan karena saya tidak diberi izin masuk ke Suriah, tapi resah jika petugas itu memberikan cap ke paspor. Saya membayangkan, jika ada cap Suriah, atau Rojava, di paspor tersebut, saya akan repot ditanya-tanya oleh petugas imigrasi Indonesia atau negara lain.

Pasar Qamishli, Suriah.

Rupanya, izin melintas itu tidak ditaruh di paspor saya. Petugas SDF memberikan izin yang dicetak di secarik kertas. Penerjemah dan sopir saya juga mendapat surat serupa. "Kalau tidak ada ini, Anda tidak bisa ke mana-mana. Banyak check point dan petugas yang akan menanyakan surat ini," ujar penerjemah saya, Abdulrahman Dawud. Saya pun lega telah mendapat surat izin, dan paspor aman dari cap Suriah atau Rojava.

Beres mendapat izin, saya menuju Kota Qamishli yang berjarak 97,3 kilometer dengan waktu tempuh selama dua jam dari perbatasan Semalka. Kota ini berada di timur laut Suriah, di perbatasan dengan Turki. Dari balik jendela mobil, saya melihat ladang minyak bumi, lahan gandum yang mulai menguning. Di ladang minyak bumi, bertebaran mesin pemompa minyak yang bergerak naik-turun, pertanda sedang mengambil emas hitam dari perut bumi.

Sedangkan di lahan gandum, terlihat beton pembatas antara Suriah dan Turki. Sesekali, dari dalam mobil, terlihat petugas Turki yang berdiri di menara penjaga bersenjata lengkap. "Kalau ada yang mendekat tembok pembatas, mereka tak segan langsung menembak mati," kata Abdulrahman. Tembok pembatas itu terbentang sepanjang 764 kilometer. Sebelum tembok itu didirikan pada 2015, kata Abdulrahman, warga Suriah dan Turki kerap mondar-mandir di antara dua negara tersebut.

Karena mau memasuki musim panas, di perjalanan ini, banyak kupu-kupu dan ngengat yang beterbangan. Pengendara kami, Muhammad Adib, pun berkali-kali menyalakan wiper untuk menyingkirkan hewan yang mati akibat tertabrak kaca mobil kami. Saat itu, suhu di Suriah sekitar 34 derajat Celsius dengan angin dingin yang menembus hingga tulang. Saat puncak, suhu panas di bagian utara Suriah ini bisa mencapai 48 derajat Celsius.

Qamishli, menurut Abdulrahman Dawud, merupakan kota yang aman dibanding daerah lain di bagian utara Suriah. Di wilayah yang menjadi ibu kota Rojava ini pun hidup bermacam-macam agama, seperti Islam, Kristen, dan Yahudi. Mayoritas penduduknya berasal dari Kurdi atau Islam Sunni. Selain itu, banyak warga yang datang dari luar Qamishli yang menetap di wilayah seluas 680 kilometer persegi tersebut.

Aref Muslim, misalnya. Ia datang dari Afrin yang berjarak 457 kilometer dari Qamishli. Afrin merupakan kampung halaman Aref. Karena perang meletus dan kondisi tidak aman, pria yang berprofesi sebagai guru bahasa Inggris ini membawa istrinya ke Qamishli. Ia mengontrak rumah, dan sampai saat ini masih berupaya mendapatkan kartu tanda penduduk Qamishli. Selama berada di Qamishli sejak dua tahun lalu, ia hanya memegang kertas yang berisi identitas dan keterangan mengungsi dari Afrin. "Saya berharap bisa mendapat identitas warga Qamishli," ujarnya.

Karena berada di sana saat Ramadan, kota itu dihiasi tulisan menyambut bulan suci umat Islam tersebut. Toleransi kental di sana. Saat Ramadan, toko-toko makanan serta minuman di pasar tetap buka. Di Pasar Rakyat Qamishli, banyak toko makanan yang menjual olahan ayam, sapi, dan kambing bakar. Pada siang bolong, di restoran itu pun banyak orang yang makan, termasuk saya yang tidak puasa karena dalam perjalanan. Belum lagi, para penjaja makanan manis khas Suriah.

Perjalanan menuju Provinsi Raqqah.

Meski Qamishli dinyatakan sebagai tempat yang aman, penjagaan di sana cukup ketat. Asayis-petugas keamanan di bawah naungan SDF-kerap hilir mudik di jalanan dengan senjata lengkap. Penjagaan lebih ketat di pintu masuk dan keluar Qamishli. Dulu, di Qamishli terdapat bandar udara internasional dan kereta api. Belakangan, bandara itu tutup pada 2015 karena alasan keamanan: kekhawatiran pesawat ditembak oleh roket saat terbang. Begitu juga kereta api yang tak lagi bekerja karena perang dengan ISIS. Meski aman, satu bulan setelah saya meninggalkan Qamishli, bom bunuh diri terjadi di dekat tempat saya menginap, di Hotel al-Soufaraa.

Saya pun berkeliling Kota Qamishli dengan berjalan kaki. Dimulai dari tempat saya menginap, di Hotel al-Soufaraa yang berada di jantung Qamishli, saya berjalan berputar-putar di Pasar Qamishli. Masyarakat di sana berjualan sayur-sayuran, buah-buahan, rokok putih, serta pelbagai makanan berat dan ringan. Para penjual pun ada yang berasal dari luar Qamishli, seperti dari Amuda, yang berjarak 29 kilometer dari Qamishli.

Perjalanan saya lanjutkan ke Taman Qamishli yang berada di Jalan al-Mahdee Barakeh. Banyak bekas peperangan yang terlihat di bangunan menuju taman tersebut. Tembok-tembok bolong karena peluru, serta bangunan yang runtuh. Sampai di taman, lokasi tersebut tak terawat, pepohonan dan rumput tumbuh liar. Namun taman tersebut dijadikan tempat olahraga, seperti lari, oleh warga setempat. Keramaian itu berubah ketika malam hari. Para penduduk menghabiskan waktu mereka di rumah masing-masing. Toko-toko pun tutup saat matahari terbenam.

Selain di Kota Qamishli, saya pergi ke Provinsi Raqqah, Kota Amuda, Kota Ain-Isaa, Kota Rmelan, dan Kota Al-Hesakeh. Untuk menjangkau semua lokasi tersebut, saya berada di Suriah selama delapan hari. Di Provinsi Raqqah, saya berkeliling melihat kondisi daerah yang pernah menjadi ibu kota ISIS. Banyak bangunan hancur, seperti Stadion Rasheed, yang berubah fungsi dari stadion sepak bola menjadi tempat penyiksaan serta kuburan massal bagi orang yang melawan ISIS.

Adapun Kota Amuda merupakan daerah pemerintahan Rojava. Di sana, berkumpul perkantoran pemerintah serta lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kemanusiaan, khususnya bagi mereka yang menjadi korban perang saudara dan agama di Suriah. Adapun di Kota Ain-Issa, saya bertemu dengan juru bicara Pasukan Kurdistan Suriah, Mustafa Bali; dan Ketua Otoritas Luar Negeri Rojava, Abdulkarim Omar.

Kedua pejabat setempat merupakan kunci bagi saya untuk mendapat izin berkeliling di Raqqah serta masuk ke tempat pengungsian Al-Hawl. Tempat pengungsian tersebut menampung lebih dari 73 ribu orang yang merupakan simpatisan ISIS yang berasal dari 55 negara selain Irak dan Suriah. Indonesia termasuk salah satunya. Setidaknya ada sekitar 200 perempuan dan anak kecil yang berada di kamp Al-Hawl.


Ralat
 Untuk masuk ke Suriah, Anda harus punya visa. Sangat sulit untuk mendapatkannya.
 Cara masuk ke Suriah, melalui penerbangan ke Damaskus di Suriah, atau Erbil di Irak. Estimasi biaya penerbangan untuk pergi-pulang minimal Rp 24 juta.
 Biaya sewa mobil dan penerjemah satu hari minimal US$ 400.
 Penginapan di Qamishli mudah didapat. Biayanya sekitar US$ 50-100 per malam. Biaya itu belum termasuk sarapan dan air putih di dalam hotel.
 Untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makan, berkisar US$ 10-25 per hari.
 Izin sangat diperlukan untuk masuk ke kota-kota.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus