Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Doa di Balik Panggung

2 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap kali Hee Ah Lee pentas, perempuan itu berdoa di belakang panggung. Namanya Woo Kap Sun, 50 tahun. Dialah ibunda Hee Ah Lee. Woo menolak duduk di deretan penonton paling depan karena tak ingin berjarak dengan putrinya. Dia selalu ada di belakang panggung.

Wajahnya menunduk, matanya terpejam, buku-buku tangannya melipat di depan dada. Ketika anaknya berkonsentrasi memainkan nomor klasik yang memukau penonton, ia mengirim doa agar sang anak tak kehilangan mood bermain.

Ya, Woo Kap masih sering cemas. Walau sudah berusia 22 tahun dan telah menjadi pianis profesional, perilaku Hee Ah Lee masih seperti bocah 10 tahun. Buah hatinya itu terlahir tak normal.

Kesedihannya sebagai ibu tak terperi, apalagi suaminya—seorang veteran Perang Vietnam—juga lumpuh terkena bom pada masa perang. Praktis hari-harinya diisi merawat suami dan bayi yang lahir dalam kondisi mengenaskan.

Saudaranya pernah meminta Woo Kap agar Hee Ah Lee dititipkan saja ke panti. Dia menolak mentah-mentah. Pengalamannya sebagai perawat banyak menolongnya dalam membesarkan sang anak.

Seorang rekannya menyarankan agar anaknya menjalani terapi piano. Jemari yang amat lemah harus dibuat kuat terlebih dahulu. Proses menyakitkan itu pun mulai dijalani Hee Ah ketika berusia enam tahun. Tatkala putrinya lelah dan menangis, Woo Kap menimang, mengelus rambutnya, membacakan majalah, menonton televisi, bermain komputer, mengajak jalan-jalan, hingga menemani tidur di pembaringan.

Kesusahannya kian menjadi ketika sang anak menjalani tes mental. Di hadapan empat penguji Hee Ah ditanya, berapa 10 dibagi 10. Hee cuma menebak-nebak jawaban. Sejak saat itu, Woo Kap berhenti bekerja sebagai perawat dan berkonsentrasi penuh mendampingi anaknya. Dengan uang pensiun almarhum suaminya, dua beranak itu bisa hidup sederhana.

Kasih sayang Woo Kap telah melahirkan Hee Ah Lee, mutiara yang kini bersinar di dunia luas. Jarinya cuma dua tapi mampu memainkan nada kromatis yang mengharuskan dia menekan tuts berurutan secara cepat.

Ia bertekad menghabiskan umur dengan mendampingi putrinya ”Kalau saya meninggal, saya yakin Tuhan akan menjaganya. Ia lahir sendi-rian. Dan akan meninggal sendirian juga,” ujarnya kepada Tempo.

AD

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus