Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Geliat ’Kucing-kucing’ Seksi

Pussycat Dolls menggoyang Istora Senayan. Adonannya tetap sama dengan kelompok penyanyi perempuan lain. Musik rancak, penyanyi cantik, tarian sensual. Penonton pun memuja empat ”kucing” seksi. Ketenaran yang akan bertahan seberapa lama?

8 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Don’t cha wish your girlfriend was hot like me....
Don’t cha wish your girlfriend was a freak like me....

Begitulah salah satu lagu andalan Pussycat Dolls, berjudul Don’t Cha, dinyanyikan di Istora Senayan, Jakarta, Selasa malam pekan lalu. Para penonton ikut bergoyang dan berdendang mengikuti irama di­namis. Di atas panggung, Nicole Scher­zinger, Me­lody Thorton, Ashley Roberts, dan Kimberly ­Wyatt memandu lagu bernada centil itu dengan tarian.

Sekitar 5.000 penonton terbius penampilan empat pe rempuan cantik asal Amerika Serikat itu. Maklum, kemasan mereka juga seksi. Memang, kon ser mereka identik dengan kostum seksi dan aksi panggung sensual. Ciri khas yang mungkin menjadi kekuatan mereka ini jelas akan ditampilkan semenarik mungkin dalam rangkaian konser Doll Domination Tour 2009, yang juga menjelajahi beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, dan Filipina.

Sejak awal pertunjukan pukul 20.00, personel Pussycat minus Jessica Sutta yang cedera punggung sudah membangun suasana hangat. Kostum jaket kulit hitam hanya mereka kenakan sebagai basa-basi pada awal pertunjukan. Selanjutnya mereka tinggal berpakaian atasan ketat tanpa lengan dengan potongan dada rendah, rok mini, dan celana pendek, dengan sepatu high heel berpenutup sampai lutut. Molek benar.

Tarian atraktif tak henti digeolkan sepanjang pertunjukan sekitar satu setengah jam itu. ”Kucing-kucing” cantik itu berjingkrak dan menggeliat energe tik. Mereka tak lupa akarnya: Pussycat berawal dari kelompok penari Burlesque—semacam tarian kabaret dengan penari busana minim—di Los Angeles pada 1995. Penata tari terkemuka, Robin Antin, menemukan mereka, hingga terbentuk Pussycat Dolls setelah mendapat penyanyi utama, Nicole Scherzinger.

Penampilan kali ini sebenarnya cukup santun. Bandingkan, misalnya, dengan konser di Kuala Lumpur, Malaysia, Juli 2006, yang sempat terekam di kamera bagian intim Ashley Roberts dan Carmit Bachar—perso nel yang sudah hengkang—karena pakaian minim dan goyang yang terlalu ”panas”. Atau pada Oktober 2006, ketika mereka melakukan tarian erotis di jalanan Los Angeles.

Jauh hari sebelum pertunjukan, promotor sudah mewanti-wanti personel Pussycat supaya tidak terlalu vulgar dalam bergoyang ataupun berkostum. ”Agar penampilan disesuaikan dengan kondisi di sini,” kata Hasani Abdulgani, Presiden Direktur Mahaka Entertainment.

Pussycat pun membuktikan tidak menjual sensualitas semata, tapi juga lagu dan kualitas suara. Penonton turut menyanyi di hampir setiap lagu. Sayang, dekorasi panggung hanya seder hana dengan anak tangga, pencaha yaan standar, latar belakang hitam, dan layar lebar di samping panggung.

Konser dibuka dengan lagu Take In Over The World, disusul nomor lain seperti I Don’t Need a Man, Elevator, I Hate This Part, Push The Button, Wait a Minute, What Do You Think About That, Bottle Up, dan Stickwitu. Tiga hits menutup konser, yakni Don’t Cha, Jai Ho, yang menjadi soundtrack film Slumdog Millionaire, dan When I Grow Up. Total 17 lagu mereka nyanyikan, berasal dari album PCD (2005) dan Doll Domination (2008).

Mulai aktif pada 2004, Pussycat me rilis album pertama pada September 2005. Salah satu prestasinya adalah kandidat peraih Grammy Award untuk penampilan pop terbaik pada 2007. Kelompok semacam Pussycat memang cepat meroket. Jenis musik dance pop yang mereka pilih cocok dengan gaya empat perempuan seksi itu. Tapi berapa lama ketenaran mereka akan bertahan?

Kelompok penyanyi perempuan seperti itu biasanya tak lama berada di puncak. Spice Girls dari Inggris, misalnya, berdiri pada 1994, dan jaya pada 2000-an. Selepas 2007, karya mereka nyaris tak terdengar, kecuali Victoria yang masih masuk berita karena bersuami David Beckham. Lebih ekstrem lagi adalah trio Las Ketchup dari Spanyol, yang sekali meroket pada 2002 ketika mengusung lagu Asereje berikut goyangan khas. Mereka tenggelam ke dasar setahun kemudian.

Ya, itu urusan nanti. Yang penting, malam itu Pussycat telah memberikan pertunjukan setimpal atas tiket berbanderol Rp 495 ribu hingga Rp 2,5 juta. Semua ludes terjual. ”Kami merasakan banyak cinta di sini, terima kasih, aku cinta Indonesia,” Nicole menutup konser dengan bahasa Indonesia terbata-bata. Terdengar manis.

Harun Mahbub

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus